(Relevansi Narasi Kitab Ester di tengah era Milenial)
“supaya hari-hari Purim itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti yang
diwajibkan kepada mereka oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester, sang ratu,
dan seperti yang diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan mereka,
mengenai hal berpuasa dan meratap-ratap” (Est. 9:31).
Bertaruh umumnya dilakukan dengan melempar undian. Hasilnya tidak selalu dapat diduga. Seperti seseorang membeli lotre, dia bisa menang tetapi juga bisa kalah. Tetapi tindakan Ratu Ester bukan bertaruh dengan membeli lotre. Ia sedang mempertaruhkan hidupnya untuk menyelamatkan bangsanya, yaitu umat Israel. Ratu Ester membuang “pur” yang dalam bahasa Ibrani berarti “undian.” Berdasarkan kisah Ratu Ester, umat Israel merayakan hari raya Purim. Perayaan hari raya Purim dilaksanakan setiap tanggal 14/15 bulan Adar (sekitar akhir Februari-Maret). Namun undian atau pur apakah yang dilakukan oleh Ratu Ester? Latar-belakang undian atau pur yang dilakukan oleh Ratu Ester disebabkan karena Haman sebagai perdana menteri Raja Artahasasta atau Ahasyweros menggunakan kekuasaan raja untuk merencanakan pembinasaan seluruh umat Israel di wilayah kerajaan Persia. Haman merencanakan genosida kepada seluruh bangsa Yahudi hanya karena ia melihat Mordekhai tidak mau berlutut dan sujud di hadapannya. Kemarahan Haman kepada seseorang Yahudi bernama Mordekhai dilampiaskan dengan merencanakan pembinasaan kepada seluruh umat Israel.
Di tengah-tengah ancaman bencana genosida terhadap bangsanya, Ratu Ester berpuasa dan meminta seluruh bangsanya berdoa serta berpuasa. Dalam hal ini Ratu Ester tidak dapat langsung menemui Raja Ahasyweros untuk menyelamatkan bangsanya. Hukum Kerajaan Persia menetapkan bahwa setiap laki-laki atau perempuan yang menghadap raja di pelataran dalam keadaan tiada dipanggil hanya berlaku satu undang-undang, yaitu hukuman mati (Est. 4:11). Untuk itu Ratu Ester mengambil keputusan untuk berdoa dan berpuasa agar Allah menolong dia. Dia menyerahkan kepada pemeliharaan dan rencana Allah saat menghadap Raja Ahasyweros. Lalu pada hari ketiga setelah puasa, Ratu Ester menghadap Raja Ahasyweros walau tanpa dipanggil. Dia sadar hari itu adalah hari penentuan antara hidup atau mati, keselamatan ataukah kebinasaan. Ratu Ester bukan hanya sedang mempertaruhkan nyawanya tetapi utamanya adalah nyawa seluruh bangsanya yang tinggal di wilayah Kerajaan Ahasyweros. Karena itu Ratu Ester mempersiapkan segala sesuatu dengan begitu cermat dan penuh pertimbangan. Melalui doa dan puasa Ratu Ester mohon kemurahan dan hikmat Allah untuk menolong dia. Lalu pada hari ketiga ia berdandan secantik mungkin dan mengenakan pakaian kebesaran ratu. Dia berdiri di pelataran dalam istana saat raja Ahasyweros sedang bersemayam di atas takhta kerajaannya. Inilah saat yang paling menentukan itu! Lalu apakah yang terjadi?
Saat Raja Ahasyweros melihat Ratu Ester, berkenanlah raja kepadanya sehingga ia mengulurkan tongkat emas ke arah Ester. Ratu Ester selamat dari ancaman hukuman mati, sehingga ia mendekat dan menyentuh ujung tongkat itu. Raja Ahasyweros bertanya, apa maksud Ratu Ester menghadap kepadanya? Dengan cerdik Ratu Ester menyampaikan jawaban: “Jikalau baik pada pemandangan raja, datanglah kiranya raja dengan Haman pada hari ini ke perjamuan yang diadakan oleh hamba bagi raja” (Est. 5:4). Ratu Ester tidak segera menyampaikan rencana utamanya untuk menyelamatkan bangsa Israel dari hukuman genosida yang telah dimeteraikan oleh Raja Ahasyweros. Sebaliknya Ratu Ester mengundang Raja Ahasyweros dan Haman datang ke perjamuan makan yang telah disiapkannya. Dengan kecerdasannya Ratu Ester juga tidak menyampaikan keinginannya saat perjamuan diadakan walau Raja Ahasyweros kembali bertanya: “Apakah permintaanmu? Niscaya akan dikabulkan, Dan apakah keinginanmu? Sampai setengah kerajaan sekalipun akan dipenuhi” (Est. 5:6). Ratu Ester hanya menyampaikan permohonan agar Raja Ahasyweros dan Haman berkenan hadir kembali dalam perjamuan makan keesokannya harinya. Ratu Ester menunggu waktu dan situasi yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya yang terdalam kepada raja Ahasyweros. Dia ingin apa yang akan disampaikan membawa dampak yang positif bagi bangsanya.
Kita mengetahui Ratu Ester kemudian menyampaikan rencana utamanya untuk menyelamatkan seluruh bangsa Israel dalam perjamuan makan keesokannya harinya. Permintaan Ratu Ester dipenuhi. Haman akhirnya dihukum gantung dan Raja Ahasyweros bersedia menerbitkan surat dengan meterai raja. Ketetapan raja Ahasyweros yang baru adalah setiap orang Yahudi di tiap-tiap kota diizinkan mempertahankan nyawanya dan membunuh setiap orang yang hendak membinasakan mereka (Est. 8:10-11). Sebab surat ketetapan raja yang telah dibuat oleh Haman tidak dapat ditarik kembali. Karena itu surat ketetapan raja atas permohonan Ratu Ester adalah perintah raja kepada setiap orang Israel untuk mempertahankan nyawa dari serangan orang-orang yang ingin membunuh mereka. Undian atau pur telah terjadi dan hasilnya adalah Allah menyelamatkan seluruh umat Israel di wilayah Kerajaan Ahasyweros. Melalui peran Ratu Ester dan Mordekhai Allah bertindak menyelamatkan umat-Nya. Walau dalam Kitab Ester tidak ada satu kata nama dan sebutan diri Allah atau YHWH, namun di dalam peristiwa tersebut begitu nyata kuasa dan karya keselamatan Allah bagi umat Israel. Karena itu umat Israel senantiasa merayakan hari raya Purim setiap tanggal 14-15 bulan Adar (bulan Februari-Maret). Hari raya Purim adalah hari yang dirayakan dengan penuh sukacita dan hari perjamuan, dan sebagai hari gembira untuk antar-mengantar makanan (Est. 9:19).
Tindakan Ratu Ester di tengah-tengah situasi kritis yang dihadapi oleh bangsanya sebenarnya ia dapat memilih untuk tidak peduli. Ester dapat memilih mempertahankan zona nyamannya (comfort zone) sebagai seorang ratu. Usaha pembelaan Ratu Ester kepada bangsanya mengandung risiko tinggi yaitu dia berada di bawah ancaman hukuman mati karena berani menghadap raja Ahasyweros tanpa diundang. Namun apabila ia tidak menghadap raja Ahasyweros, ratu Ester dipastikan akan selamat. Ratu Ester akan menikmati hidup yang aman dalam kelimpahan seorang ratu. Tetapi tidaklah demikian sikap Ester sebagai seorang ratu. Dia memilih untuk berpihak membela dan menyelamatkan nyawa bangsanya walau dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Kedudukan, kekuasaan dan kelimpahan fasilitas sebagai seorang ratu tidak menjadikan Ester silau dan takabur. Dia sadar akan identitas dirinya sebagai orang Yahudi dan tidak dapat dilepaskan dari keselamatan bangsanya.
Tetapi keberanian dan perasaan nasionalisme untuk membela bangsanya tidaklah cukup. Sekadar modal nekat justru akan menghasilkan kematian yang sia-sia. Sebaliknya keberanian Ratu Ester didasari dengan sikap iman, hikmat-kecerdasasn, dan kecantikannya. Pembelaan Ratu Ester membuahkan hasil karena sikap imannya yang total kepada Allah sehingga dikaruniai hikmat-kecerdasan untuk menyikapi suatu ancaman dan bahaya yang begitu mengerikan. Ratu Ester juga menggunakan kecantikannya untuk mempengaruhi persepsi dan daya tariknya di hadapan raja Ahasyweros. Dia menggunakan seluruh daya untuk menyelamatkan bangsanya dari ancaman genosida. Cinta kepada bangsanya lebih besar daripada cintanya kepada diri sendiri.
Ancaman genosida pada masa kini tidak lagi berbentuk pada pembinasaan dengan kematian. Pembinasaan pada masa kini berbentuk kematian secara spiritual. Bahaya yang mengancam setiap insan dan generasi di masa kini adalah kematian rohani dalam bentuk kekosongan batin, hidup tanpa makna, terasing dan terisolasi, dan tidak berdaya menghadapi perubahan zaman. Saya meminjam istilah yang kini sering dipakai oleh kalangan anak-anak muda yang mengalami “kematian rohani” disebutnya: “sindrom hikikomori.” Sindrom hikikomori adalah sikap yang menarik diri dari pergaulan karena mereka ditolak, dilukai atau gagal menjalin hubungan personal dengan orang lain. Sindrom hikikomori juga bisa disebabkan karena mereka gagal dalam menjalin hubungan cinta dengan lawan jenisnya. Namun dalam praktik hidup ternyata sindrom hikikomori bukan hanya dialami oleh kalangan anak-anak muda, tetapi setiap orang tanpa kecuali. Akibat dari sindrom hikikomori yang tidak terselesaikan akan menyebabkan mereka menjadi pribadi yang obsesif, paranoid dan depresif. Karena itu orang-orang dengan sindrom hikikomori cenderung melukai diri sendiri, menarik diri dari pergaulan, merasa diri tidak berharga, membangun dunia sendiri, mengembangkan perasaan takut dan curiga dan senantiasa hidup dalam kecemasan. Model genosida dalam bentuk sindrom hikikomori di era milenial ini juga sangat mematikan. Sebab anggapan bahwa dirinya tidak berharga, tidak memiliki sahabat, dan senantiasa hidup dalam kecemasan akan mendorong seseorang bersikap pasif, kehilangan semangat hidup, dan mengakhiri hidup. Konsep-diri yang negatif tersebut muncul karena mereka mengalami penolakan, pelecehan, penghinaan dan kekerasan.
Spirit tokoh Haman yang merencanakan dan melakukan genosida kepada orang-orang Yahudi pada era milenial dinyatakan dalam bentuk ujaran kebencian kepada etnis, suku dan agama. Ujaran kebencian yang mematikan itu kini dipraktikkan melalui media sosial, mitra kerja, hubungan personal, hubungan senior-yunior, hubungan sosial antar umat beragama, dan sebagainya. Dengan kecanggihan Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) saat ini kita mampu melakukan pekerjaan yang super cepat (efisien), tepat (efektif) dan berkualitas. Tetapi pada pihak lain penggunaan kecerdasan buatan tersebut membuat kita sering berpikir dan bertindak tanpa hati. Ucapan dan perkataan kita sering mematikan semangat hidup orang lain. Kecerdasan spiritual kita sering merosot walau secara kognitif meningkat. Karena itu kita memperlakukan orang lain sebagai objek yang rentan untuk di-bullying. Bukankah problem terbesar kita di tengah-tengah pekerjaan bukan pekerjaan itu sendiri? Pengetahuan, kemampuan, dan keahlian dapat kita latih melalui pendidikan akademis. Problem terbesar kita adalah relasi atau hubungan personal dengan para rekan di kantor, sekolah, Perguruan Tinggi dan gereja/komunitas umat. Spirit tokoh Haman senantiasa hadir dalam setiap segi kehidupan dan relasi antar sesama.
Dalam realitas kita tidak dapat menghindar atau mengelak dari manifestasi spirit tokoh Haman yang destruktif. Tetapi dengan anugerah Tuhan kita dapat memilih peran menjadi media manifestasi tokoh Ratu Ester yang mencintai sesamanya tanpa syarat. Di dalam Kristus kita dimampukan untuk menghadirkan kembali spirit tokoh Ratu Ester yang berani meninggalkan zona nyamannya, membela, dan memperjuangkan keselamatan bangsanya. Syaratnya adalah apabila kita bersedia mencintai sesama lebih besar daripada kita mencintai diri sendiri. Panggilan itu dapat kita laksanakan apabila hidup kita hanya berlandaskan iman kepada Allah di dalam Kristus, menerapkan hikmat-kecerdasan dan kompetensi yang dianugerahkan Tuhan. Relevansi makna hari penentuan yang dinarasikan dalam Kitab Ester 5:1-8 yang kita hadapi pada masa kini bukan hanya menyangkut keselamatan pribadi atau anggota keluarga, tetapi juga berkaitan dengan keselamatan orang-orang yang di sekitar. Sikap dan perkataan kita menentukan keselamatan banyak orang sebab kita saat ini masing-masing memiliki kecanggihan alat teknologi komunikasi dan kompetensi untuk menyebarkan apapun secara tidak terbatas.
Apabila seorang bernama Haman memiliki kemampuan untuk membinasakan ribuan atau jutaan orang Yahudi, maka kita tidak dapat membayangkan apabila di kantor, gereja atau sekolah dan Perguruan Tinggi terdapat 1% saja orang yang memiliki karakter dan motif yang jahat seperti tokoh Haman. Realitas kehidupan kita saat ini berada dalam bahaya maut karena begitu banyaknya orang yang menjadi manifestasi sosok dan karakter Haman. Dari sudut psikologis, orang-orang dengan karakter seperti Haman sering mengalami kepahitan, trauma atau luka-luka batin di masa lampau mereka. Umumnya mereka pernah mengalami kekerasan, penghinaan, dan pelecehan. Tetapi mereka tidak mampu keluar dari belenggu akar pahit di masa lampau. Akibatnya akar pahit di masa lampau terus menjalar di seluruh batang tubuh dan sendi-sendi kehidupan sampai akhir hidup mereka.
Sebenarnya Ratu Ester juga tidak memiliki latar-belakang yang baik. Dia telah ditinggalkan oleh ayah dan ibunya saat masih kecil, sehingga diasuh oleh pamannya sendiri. Menurut beberapa penafsir Rabbinik, ada yang beranggapan bahwa sebenarnya Ester telah dinikahi oleh Mordekhai. Jadi Mordekhai adalah suami yang sesungguhnya. Karena menurut Hukum Taurat dimungkinkan seorang paman menikahi keponakannya apalagi dengan motif untuk menyelamatkan dia dari kemiskinan dan penderitaan. Dalam hal ini kita tidak mengetahui dengan persis bagaimana sesungguhnya hubungan Ester dengan Mordekhai. Tetapi yang pasti Ratu Ester apapun keadaan dan latar-belakangnya mampu membuktikan sebagai seorang perempuan yang bijaksana dan mencintai bangsanya daripada nyawanya sendiri. Demikian pula dengan kehidupan kita. Dengan rahmat Allah yang mengampuni dan memulihkan pada hakikatnya akan mengubah pengalaman masa lalu kita yang pahit menjadi media pendewasaan diri dan pribadi yang bijaksana. Kita mampu menjadi seorang pribadi yang dipakai Allah untuk keselamatan dan kesejahteraan orang-orang di sekitar.
Seorang pribadi yang bijaksana dan dipilih Allah dalam karya-Nya tentu tidak akan bermain dadu atau undian lotre untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau kedudukan duniawi. Tetapi dia akan menjadikan hidupnya sebagai pertaruhan untuk keselamatan orang banyak atau bangsanya. Suatu pertaruhan diri akan berbobot dan penuh makna apabila didasari oleh kesungguhan hati, ketulusan berkurban, doa dan puasa, serta kebijaksanaan yang cerdas. Ester memerankan pertaruhan itu dengan elegan dan kehormatan seorang ratu. Karena itu Ratu Ester tidak mempertaruhkan hidupnya cuma dengan modal keberanian dan sikap nekat, tetapi dilandasi oleh iman, spiritualitas dan cinta akan bangsanya. Jika demikian apakah kita juga adalah para pribadi yang berkualitas sebagaimana karakter dan spiritualitas yang dimiliki oleh Ratu Ester saat ia menghadapi ancaman, bahaya dan penolakan?
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, M.Th.