Core-values kepercayaan seluruh agama adalah keselamatan yang mengupayakan hidup tetap abadi dalam kemuliaan. Karena itu kepercayaan afterlife menjadi bagian utama dan pengharapan agama-agama. Umumnya agama-agama dan kepercayaan memiliki kepercayaan bahwa jiwa/roh manusia bersifat baka (immortal). Walau pun jiwa bersifat immortal pada hakikatnya membutuhkan panduan ilahi melalui ajaran dan ritual keagamaan. Kegagalan menjalani kehidupan dengan mengabaikan ajaran dan ritual keagamaan akan menyebabkan jiwa/roh manusia menerima hukuman di neraka atau mengalami reinkarnasi.
Melalui kebangkitan-Nya Yesus menegaskan bahwa Ia adalah Sang Jalan yang berasal dari sorga dan sehakikat dengan Allah. Di Yohanes 10:30, Yesus menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu. Karena itu setiap orang yang berada di dalam Dia akan menerima hidup abadi. Realitas keabadian hanya dapat berasal dari Allah yang kekal. Makna “kekal” berarti tidak berawal dan tidak berakhir. Kristus yang sehakikat dengan Allah yang kekal (Adonai El Olam) adalah berasal dari sorga, sehingga memiliki kuasa untuk mengaruniakan hidup yang abadi (everlasting life).
Hidup yang abadi di dalam Kristus diterima umat saat mereka percaya dan akan berlangsung sampai selama-lamanya. Kitab Wahyu 7:9-17 memberikan gambaran bagaimana hidup abadi di dalam Kristus dialami oleh umat percaya. Walau pun umat mengalami kematian (martir) karena penganiayaan kelak mereka akan menerima mahkota kemuliaan sorgawi. Jaminan keselamatan tersebut bersumber pada diri Sang Kristus yang kekal sehingga Ia berkuasa atas maut dan bangkit dari kematian.
Makna hidup abadi (everlasting life) dalam realitas sehari-hari tidak senantiasa bersifat supernatural melalui berbagai mukjizat. Sebaliknya umat percaya dapat mengalami hidup abadi dalam realitas sehari-hari yang bersifat natural yaitu hidup yang bermakna dan penuh di dalam Kristus (bdk. Yoh. 10:10b). Sebab apa artinya seseorang dapat berusia lanjut tetapi tidak mengalami hidup yang bermakna? Hidup yang tanpa makna akan kosong, hampa dan kering. Sebaliknya hidup yang bermakna adalah hidup yang penuh (fulfilled life) walau pun mengalami penderitaan karena menyatakan iman dan kebenaran.
Di Yohanes 10:28, Yesus berkata: “Dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.” Teks Alkitab Yunani “hidup yang kekal” berasal dari kata: zoen aionion. Kata aionion sebaiknya diterjemahkan bukan kekal (eternal), tetapi abadi (everlasting). Karena itu sengaja tema yang dipakai menggunakan bahasa Inggris, yaitu the everlasting life untuk membedakan secara tajam dengan hakikat Allah yang kekal (the eternal God). Frasa everlasting life bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “hidup yang abadi” (hidup yang langgeng). Namun bukankah kedalaman makna the everlasting life tidak dapat dirangkum dalam kata “hidup yang abadi” (langgeng)?
Walau dalam terjemahan King James Version dan New International Version menerjemahkan Yohanes 10:28 dengan “eternal life” dalam konteks ini saya membedakan makna “eternal” (kekal) dengan “everlasting” (abadi). Sebab kata “kekal” (eternal) seharusnya hanya dikenakan kepada diri dan hakikat Allah. Hanya Allah saja yang kekal, yaitu Pribadi ilahi yang tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir. Di Kejadian 21:33 Abraham menyebut Allah yang kekal, yaitu: “Lalu Abraham menanam sebatang pohon tamariska di Bersyeba, dan memanggil di sana nama TUHAN, Allah yang kekal.” Dalam bahasa Ibrani frasa “Tuhan, Allah yang kekal” disebut dengan: Adonai El Olam. Bandingkan dengan Mazmur 90:2 yang menyatakan: “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.” Frasa “dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah” (a-me olam ad olam el attah) menunjuk diri Allah selaku Sang Pencipta yang selalu ada dan berada.
Kata kekal (olam) dalam bahasa Yunani dipergunakan kata aidios. Di Roma 1:20 Rasul Paulus berkata: “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Frasa “kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian” berasal dari teks Yunani: te aidios autou dunamis kai theiotes. Dengan demikian makna kata “kekal” (olam) identik dengan kata Yunani aidios yang secara khusus dikenakan kepada Allah Sang Pencipta yang tidak memiliki awal dan akhir (tiada berkesudahan). Bandingkan dengan perkataan Aristoteles, yaitu: The entire heaven is one and eternal (Aidios) having neither beginning nor end of a complete aión (life, or age). Allah adalah Tuhan yang melampaui seluruh waktu, sebab Ia adalah Sang Pencipta waktu dan seluruh ciptaan.
Sebaliknya kata “abadi” (everlasting) identik dengan kata Yunani ainios yang menunjuk makna: memiliki permulaan namun tetap berlangsung abadi. Para malaikat tidak kekal, tetapi abadi. Umat percaya tidak kekal, namun diberi karunia hidup abadi di dalam karya penebusan Kristus. Karunia hidup abadi (everlasting life) inilah yang dijanjikan Yesus di Yohanes 10:28, yaitu: “Dan Aku memberikan hidup yang kekal (abadi) kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa.”
Konteks ucapan Yesus di Yohanes 10:28 terjadi dalam perayaan hari raya Penahbisan Bait Allah di Serambi Salomo. Perayaan hari raya Penahbisan Bait Allah atau yang disebut Hanukkah merupakan perayaan pengudusan kembali Bait Allah pada tanggal 25 Kislew. Pada tahun 2022 perayaan Hanukkah akan dilaksanakan pada tanggal 18 Desember sampai senja tanggal 26 Desember. Kita dapat melihat bahwa perayaan Hanukkah bersamaan terjadi di masa Adven dan Natal. Makna perayaan Hanukkah tidak memiliki hubungan teologis dengan perayaan Adven dan Natal. Sebab perayaan Hanukkah untuk memperingati penyucian Bait Allah oleh pada tahun 165 sM yang sebelumnya dinajiskan oleh penguasa Yunani bernama Antiokhos IV Epiphanes pada tahun 168 sM. Kisah penyucian Bait Allah oleh Yudas Makabe dapat kita baca di kitab 1 Makabe 4:36-54. Sebagaimana Yudas Makabe, sang pahlawan yang berhasil membawa umat Israel bebas dari penjajah lalim Antiokhos IV Epiphanes, di dalam Kristus umat percaya akan mengalami keselamatan dan hidup yang abadi. Kristus adalah perwujudan Bait Allah yang sesungguhnya. Bandingkan Yohanes 2:19, Yesus berkata: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” yang menunjuk pada tubuh-Nya (Yoh. 2:21). Para murid Yesus baru memahami hubungan “Bait Allah yang dirobohkan” dengan “tubuh Yesus” setelah Yesus bangkit dari antara orang mati (Yoh. 2:22).
Hidup yang abadi (everlasting life) bersumber pada sikap iman kepada Kristus. Sebab Ia adalah Sang Firman yang sehakikat dengan Allah. Itu sebabnya di Yohanes 10:30, Yesus berkata: “Aku dan Bapa adalah satu.” Keesaan dengan Allah yang menyebabkan Yesus berkuasa atas maut. Kebangkitan-Nya menegaskan bahwa Yesus adalah Pribadi Ilahi yang sehakikat dengan Allah yang kekal (olam, aidios), sehingga berkuasa mengaruniakan kehidupan yang abadi (ainios). Yesus berkata: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10:10b).
Jemaat Kristen perdana mengalami pula bahwa kuasa kebangkitan Kristus bukan hanya mampu menyembuhkan orang yang sakit. Di Kisah Para Rasul 9:36-43 mengisahkan bagaimana rasul Petrus dipakai oleh Allah dengan kuasa kebangkitan Kristus untuk membangkitkan Dorkas, atau yang juga disebut dengan nama Tabita yang telah wafat. Selama Tabita hidup sebagai seorang murid Kristus, ia telah mengabdikan diri untuk peduli kepada orang-orang yang miskin. Suatu ketika Tabita mengalami sakit dan kemudian ia meninggal. Semua orang yang pernah ditolong dan merasakan kebaikan hatinya menangisi kematian Tabita. Pada saat itu rasul Petrus datang dan ia mendoakan, lalu ia berkata: “Tabita, bangkitlah!” Ternyata kuasa kebangkitan Kristus bekerja di dalam ucapan rasul Petrus, sehingga Tabita yang telah mati dapat hidup kembali. Peristiwa yang terjadi dalam diri Tabita yang dapat bangkit dari kematiannya tentunya diimani oleh jemaat Kristen waktu itu sebagai bukti kuasa Kristus yang telah bangkit. Kisah Para Rasul 9:42 menyatakan: “Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan.”
Bagi kita jemaat yang berada di abad modern, seringkali kita bertanya mengapa kuasa kebangkitan Kristus yang pernah dialami oleh jemaat perdana tidak selalu terjadi dalam kehidupan masa kini? Apakah mungkin seseorang yang telah meninggal sebagaimana yang telah dialami oleh Tabita dapat hidup kembali ketika ia didoakan?
Seringkali terjadi selaku umat percaya beberapa orang terus berusaha mengulang kisah perbuatan mukjizat yang pernah dilakukan oleh para rasul ke dalam situasi masa kini. Bahkan mereka sering “memaksakan” agar mukjizat Allah dapat terjadi khususnya saat mereka mengalami situasi sakit/bahaya. Saat menghadapi pandemi Covid-19 beberapa pihak berupaya agar mukjizat kesembuhan dari Kristus dapat terjadi. Dengan sikap yang demikian mereka telah menjadikan mukjizat sebagai suatu tujuan yang harus dicapai oleh umat percaya. Manakala tidak terjadi mukjizat sebagaimana yang diharapkan, maka beberapa orang menganggap bahwa karya keselamatan Allah telah berhenti pada masa kini. Namun benarkah pengertian iman Kristen bahwa kuasa kebangkitan Kristus akan terbukti kebenarannya apabila dapat memberi kehidupan dan keselamatan hanya melalui perbuatan mukjizat yang sifatnya supranatural belaka?
Dalam hal ini kita harus menempatkan “makna peristiwa-peristiwa mukjizat” yang dialami oleh jemaat perdana, yaitu:
- Tanda-tanda ilahi itu pada hakikatnya merupakan anugerah yang dinyatakan oleh Allah untuk menaburkan benih-benih iman agar manusia mau percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru-selamatnya.
- Tanda-tanda anugerah ilahi dalam kesaksian kitab Kisah Para Rasul dibutuhkan untuk menguatkan awal berdirinya persekutuan umat percaya, yaitu gereja Tuhan.
- Mukjizat sebagai tanda-tanda ilahi pada akhirnya memanggil manusia agar bersedia menyelami misteri keselamatan Allah sebagaimana yang telah dinyatakan kepada Kristus. Karena itu perbuatan mujizat bukanlah tujuan utama dari pemberitaan firman, tetapi peristiwa mukjizat yang dikisahkan dalam kitab Kisah Para Rasul hanyalah suatu media yang tidak dapat selalu diulang-ulang dan umumnya mukjizat memiliki lingkup waktu yang terbatas.
- Mukjizat terjadi karena anugerah di dalam kedaulatan-Nya sehingga tidak ditentukan oleh kehendak, kesalehan dan jabatan gerejawi seseorang.
- Mukjizat adalah peristiwa faktual yang menjadi simbol kehadiran Kristus untuk menyatakan kuasa-Nya selaku Anak Allah.
Maksud dari pengertian hidup yang abadi (everlasting life) pada prinsipnya dipahami oleh gereja Tuhan sebagai suatu keselamatan yang telah dianugerahkan Allah melalui iman kepada Kristus. Umat yang percaya diberi janji dan jaminan untuk memperoleh pengampunan dan keselamatan Allah yang penuh. Makna pengampunan dan keselamatan yang penuh dari Allah tersebut merupakan keselamatan yang dapat dialami oleh umat percaya pada masa sekarang maupun terjadi kelak setelah kita meninggalkan dunia ini. Pengampunan dan keselamatan yang penuh pada masa sekarang itu dapat dialami oleh umat percaya dalam bentuk pertolongan Tuhan secara supranatural, namun yang sering tidak kita rasakan adalah pertolongan Tuhan secara natural. Padahal pertolongan Tuhan yang dinyatakan secara natural itu justru kita alami dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: a). Pemeliharaan Tuhan yang senantiasa memampukan kita melewati keadaan kritis, b). Pengampunan Tuhan ketika kita bersalah dan berdosa, c). Kekuatan saat kita merasa lemah dan tidak berdaya, d). Penghiburan ketika kita sedih dan putus-asa. Everlasting life juga dapat kita terima melalui: e).Karunia roh hikmat ketika kita sedang terjepit dan kehilangan kemampuan untuk menganalisa atau mencari jalan keluar dari suatu permasalahan yang rumit.
Hidup kekal yang dianugerahkan Allah di dalam Tuhan Yesus selain dinyatakan dalam kehidupan kita sehari-hari di masa kini, juga dinyatakan dalam kehidupan setelah kita meninggal. Wahyu 7:14 menyatakan: “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.” Dalam kesaksian kitab Wahyu tersebut kita dapat melihat bahwa orang-orang yang percaya kepada Kristus memperoleh hidup kekal bersama dengan Allah. Tampaknya mereka sebelumnya ketika masih di dunia telah mengalami kematian yang sangat mengerikan. Arti kata “kesusahan besar” menunjuk kepada suatu peristiwa penderitaan yang sangat hebat sehingga mereka akhirnya mati sebagai seorang martir. Namun cara kematian yang mengerikan dan penuh penderitaan itu ternyata tidak menghalangi mereka menerima keselamatan dan hidup abadi. Dalam pemikiran iman Kristen cara kematian yang tidak wajar seperti mati karena dianiaya dan dibunuh, tidak berarti menyebabkan mereka menjadi roh yang penasaran. Tetapi yang ditekankan dalam iman Kristen adalah apakah cara hidup seseorang tersebut sungguh-sungguh dilandasi oleh sikap iman khususnya kesetiaan dan kasih kepada Tuhan Yesus.
Kristus yang telah wafat dan bangkit serta naik ke sorga adalah Kristus yang ditetapkan oleh Allah menjadi Tuhan atas seluruh umat manusia. Karya keselamatan Kristus bukan hanya ditujukan kepada umat Israel dan umat Kristen saja. Tetapi karya keselamatan Kristus pada hakikatnya ditujukan kepada seluruh umat manusia. Di Wahyu 7:9 rasul Yohanes mengisahkan suatu penglihatan: “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.” Kesaksian Wahyu 7:9 tersebut pada prinsipnya hendak menyatakan, yaitu:
- Kristus yang telah bangkit dan naik ke sorga itu ditetapkan oleh Allah menjadi Hakim atas seluruh umat manusia tanpa terkecuali dari segala suku, kaum, bahasa dan bangsa.
- Keselamatan dan hidup kekal dianugerahkan oleh Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus.
- Kemuliaan Kristus pada prinsipnya setara dengan kemuliaan Allah, sehingga di Wahyu 7:10 orang-orang kudus berseru dengan suara nyaring: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba.”
Umat yang percaya kepada-Nya diberi janji dan jaminan yang pasti oleh Tuhan Yesus bahwa mereka akan memperoleh hidup yang abadi, sehingga mereka pasti tidak akan binasa untuk selama-lamanya. Di sini kita semua dipanggil untuk percaya kepada janji dan jaminan Tuhan Yesus, walaupun dalam kenyataan hidup seringkali penyakit kita tidak selalu tersembuhkan, penderitaan kita sering datang silih berganti, dan doa-doa kita tidak semuanya dikabulkan oleh Tuhan. Tetapi ketika kita bersedia hidup setia sampai pada akhirnya, maka akan tersedia suatu jaminan yang pasti bahwa kita akan memperoleh keselamatan dan hidup abadi bersama Kristus. Jika demikian, ada atau tidaknya suatu peristiwa mukjizat yang supranatural bukan lagi merupakan pokok utama yang menentukan dalam kehidupan umat percaya.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono