Latest Article
Setia Bersaksi (Kis. 5:17-25)

Setia Bersaksi (Kis. 5:17-25)

Tetapi datanglah seorang mendapatkan mereka dengan kabar: “Lihat, orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara, ada di dalam Bait Allah dan mereka mengajar orang banyak” (Kis. 5:25).

Yesus adalah seorang Yahudi. Ia berasal dari keturunan raja Daud. Dari Maria, ibu-Nya, mengalir darah Imam Besar Harun. Sebab Elisabet, saudara Maria disebut berasal dari keturunan Harun  (bdk. Luk. 1:5). Namun di dalam diri Yesus juga mengalir darah Daud leluhur-Nya (Luk. 3:31). Dari sudut keagamaan, Yesus mewarisi keagamaan Yudaisme. Ia membaca TANAKH, yakni kitab Taurat, nabi-nabi, dan kitab-kitab (Torah-Nebiim-Ketubim). Karena itu ajaran iman Kristen dalam Perjanjian Baru memiliki keterkaitan yang erat dengan Perjanjian Lama. Kanon Alkitab terdiri dari kitab Perjanjian Lama (TANAKH) yang sinambung dengan kitab Perjanjian Baru. Kedua bagian tersebut adalah Firman Tuhan yang tertulis sebagai dasar dan pedoman tertinggi bagi umat Kristen. 

Dari sudut keberadaan Yesus sebagai orang Israel dan beragama Yudaisme, kekristenan lahir dari rahim agama Yahudi (Yudaisme). Namun, kelahiran kekristenan juga berasal dari penolakan para pemimpin agama Yudaisme. Dalam Kisah Para Rasul 5:17 menyatakan, “Akhirnya mulailah Imam Besar dan pengikut-pengikutnya, yaitu orang-orang dari mazhab Saduki, bertindak sebab mereka sangat iri hati.” Sikap iri dan benci dari Imam Besar, ahli-ahli Taurat, dan orang Saduki yang menyebabkan Yesus diserahkan kepada Pontius PIlatus. Akhirnya Yesus diadili untuk disalibkan. Ia wafat, namun bangkit dari kematian. Kebencian dan permusuhan Imam Besar yang memimpin Mahkamah Agama (Sanhedrin) terus berlanjut kepada para murid Yesus dan gereja perdana. Sejak saat itu relasi Sanhedrin yang terdiri dari 70 orang mengucilkan, menolak, dan memusuhi seluruh umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Relasi umat Yahudi yang percaya dalam Yudaisme terputus dengan umat Yahudi yang percaya di dalam iman kepada Yesus Kristus. Keberadaan kekristenan yang lahir dari rahim agama Yahudi bagaikan seorang anak yang ditolak oleh induknya. Seluruh umat Yahudi dalam sistem kepercayaan Yudaisme sejak itu menganggap kekristenan sebagai virus yang berbahaya, sehingga harus dilenyapkan. 

Dasar penolakan para pemimpin mahkamah agama (Sanhedrin) kepada kekristenan adalah: 

  1. Ajaran yang disampaikan oleh Yesus Kristus dianggap sebagai penyimpangan dan perlawanan kepada ajaran firman Tuhan khususnya kitab Taurat. Sebab Yesus beberapa kali dianggap melanggar hari Sabat dengan menyembuhkan orang sakit. 
  2. Orang-orang Kristen yang mempercayai Yesus selaku Mesias dianggap sebagai suatu kesesatan, sebab Yesus tidak mampu mengalahkan dan menyingkirkan penjajah Romawi. Sebaliknya Yesus mengajarkan kasih dan pengampunan kepada para musuh. 
  3. Inti ajaran iman Kristen yang mempercayai Yesus sebagai Sang Firman yang menjadi manusia adalah suatu bidaah, sebab telah menyamakan Yesus dengan Allah. Dalam Yohanes 10:33 menyatakan alasan para pemimpin Israel menolak Yesus, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.” Yesus sendiri menyamakan diri-Nya dengan Allah, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh. 10:30). 
  4. Peristiwa penyaliban Yesus bagi umat Israel adalah suatu batu sandungan, sebab dalam kitab Taurat menyatakan, “Terkutuklah setiap orang yang tergantung pada kayu salib” (Ul. 21:23). 
  5. Para pemimpin agama (Sanhedrin) iri-hati sebab popularitas Yesus begitu besar, sehingga ribuan orang Israel selalu mengikuti Dia. 
  6. Kharisma dan otoritas Yesus yang begitu besar kepada orang banyak menyebabkan para pemimpin agama kehilangan respek dan dukungan.
  7. Yesus mampu memperlihatkan kuasa ilahi dengan mukjizat-mukjizat-Nya yang bukan hanya menyembuhkan orang sakit, tetapi membangkitkan orang mati (Yoh. 11:47-48).  

Dengan pemikiran dan alasan tersebut, para pemimpin mahkamah agama (Sanhedrin) berupaya para pengikut Yesus dari Nazaret dapat disingkirkan. Dalam kitab Kisah Para Rasul 5:18 menyatakan, “Mereka menangkap rasul-rasul itu, lalu memasukkan mereka ke dalam penjara kota.” Mereka menganggap ajaran iman Kristen sebagai bidaah yang berbahaya. Itu sebabnya para pemimpin umat Kristen ditangkap, dan dipenjarakan. Saat itu Imam Besar dan anggota dari Sanhedrin merasa terancam dengan keberadaan kekristenan yang semakin berkembang cepat. Dalam kitab Kisah Para Rasul 2:41 menyatakan, “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” Semakin hari jumlah umat Yahudi yang semula memeluk Yudaisme berpindah menjadi Kristen. Lalu dalam Kisah Para Rasul 4:4 jumlah umat yang percaya semakin bertambah menjadi lima ribu orang, yaitu: “Tetapi di antara orang yang mendengar ajaran itu banyak yang menjadi percaya, sehingga jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki.”

Kekuatiran Imam Besar dan seluruh anggota Sanhedrin bertambah kuat saat mereka menyaksikan bahwa para murid Yesus yang berlatar-belakang sebagai nelayan ternyata memiliki kuasa ilahi. Kesaksian saat sidang Sanhedrin terhadap para murid Yesus, menyatakan, “Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus” (Kis. 4:13). Walau para murid Yesus tidak berpendidikan, namun mereka dipenuhi oleh hikmat dan pengetahuan. Para murid Yesus juga dilengkapi dengan kuasa mukjizat, sehingga dengan doa dan ucapan mereka dapat menyembuhkan orang yang sakit. Dalam kitab Kisah Para Rasul 3:12 mencatat pernyataan rasul Petrus, “Hai orang Israel, mengapa kamu heran tentang kejadian itu dan mengapa kamu menatap kami seolah-olah kami membuat orang ini berjalan karena kuasa atau kesalehan kami sendiri?” Mereka heran bagaimana dengan satu kali ucapan, rasul Petrus dapat menyembuhkan seorang yang lumpuh kakinya (Kis. 3:6). Jadi dalam kuasa nama Yesus, rasul Petrus dapat memulihkan kembali kaki orang yang lumpuh itu. Para pemimpin Mahkamah Agama (Sanhedrin) merasa heran akan kuasa yang dimiliki para murid Yesus, sekaligus cemas sebab seluruh rakyat semakin hari semakin tertarik dengan ajaran yang mereka sampaikan. 

Dari sudut hukum, para rasul Yesus tidak terlindung. Saat mereka di penjara tidak ada seorangpun yang berkuasa melepaskan dan menolong. Jeruji penjara begitu ketat dijaga sehingga tidak memungkinkan para rasul dapat keluar. Karena itu kini tidak ada lagi orang yang dapat memberitakan Kristus dan kuasa penyelamatan-Nya. Dalam Kisah Para Rasul 5:20 menyatakan, “Tetapi waktu malam seorang malaikat Tuhan membuka pintu-pintu penjara itu dan membawa mereka ke luar, katanya, Pergilah, berdirilah di Bait Allah dan beritakanlah seluruh firman hidup itu kepada orang banyak.” Melalui kitab Kisah Para Rasul, gereja perdana mempersaksikan bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia ternyata tidak mustahil bagi Allah. Walau tidak ada seorangpun yang dapat melepaskan para rasul dari penjara, namun Allah melalui malaikat-Nya dapat membawa mereka keluar dengan selamat. Tindakan penyelamatan kepada para rasul yang dilakukan oleh malaikat Tuhan begitu ajaib. Pintu-pintu penjara tetap terkunci. Saat para penjaga kembali ke penjara, mereka menyatakan, “Kami mendapati penjara terkunci dengan sangat rapihnya dan semua pengawal ada di tempatnya di muka pintu, tetapi setelah kami membukanya, tidak seorangpun yang kami temukan di dalamnya” (Kis. 5:23). Pertanyaannya, bagaimana mungkin malaikat Tuhan dapat membawa para rasul keluar menembus jeruji dan pintu penjara tanpa membuka kuncinya? Pengajaran iman Kristen yang dianggap sesat dan bidat ternyata diberkati dan diberi kuasa oleh Allah. 

Tindakan Allah yang mengutus malaikat-Nya untuk melepaskan para rasul dari jeruji penjara menyatakan bahwa kekristenan yang diajarkan dan diteladankan oleh Kristus adalah kebenaran dan keselamatan. Kekristenan lahir dari rencana dan kehendak Allah. Seluruh upaya meniadakan dan menghancurkan iman Kristen secara tidak langsung sebagai bentuk perlawanan kepada Allah sendiri. Di dalam Kristus, Allah menyatakan diri-Nya sehingga Ia dikenali. Dalam Yohanes 14:7, Yesus berkata, “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.” Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, Allah menyatakan bahwa Yesus adalah penggenap nubuat yang disampaikan oleh Musa dalam Ulangan 18:18, “Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” Karena itu barangsiapa yang menolak dan tidak mau mendengarkan Mesias yang dinubuatkan itu akan dituntut tanggungjawab (Ul. 18:19). 

Pernyataan dan tindakan Yesus yang menyamakan diri-Nya dengan Allah bukanlah suatu penghujatan. Sebab keberadaan Yesus adalah Sang Firman Allah. Sang Firman Allah pada hakikat-Nya adalah Allah sendiri (Yoh. 1:1). Selaku Sang Firman, keberadaan Yesus telah ada sejak kekal bersama dengan Allah dan Roh Kudus (ruakh Elohim). Kematian Yesus di atas kayu salib terjadi karena Ia menanggung kutuk Allah kepada umat manusia. Yesus bersedia berkurban di atas kayu salib sebagai pihak yang terkutuk agar umat manusia yang percaya memperoleh keselamatan dan pengampunan dosa. Melalui darah-Nya yang ditumpahkan, pengampunan dosa dinyatakan sebagaimana surat Ibrani menyatakan, “Hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr. 9:22). Realitas kematian Yesus memenuhi nubuat nabi Yesaya tentang “Ebed YHWH” yang menyatakan, “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes. 53:5). 

Kesadaran dan sikap iman bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan Allah menyebabkan para rasul dan gereja perdana senantiasa tabah dan setia. Mereka bersedia menderita, dianiaya, dan dibunuh karena nama Yesus. Melalui wafat dan kebangkitan Yesus para murid Yesus dan gereja perdana menyadari bahwa Ia adalah Sang Mesias yang dijanjikan Allah. Yesus adalah Sang Firman Allah yang berkuasa, sehingga di dalam dan melalui Kristus mereka mengalami kehadiran Allah sendiri. Para murid Yesus dan gereja perdana memilih untuk bersaksi tanpa gentar. Rasul Petrus dan Yohanes berkata, “Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar” (Kis. 4:20). Kesaksian mereka bukan didasarkan pada halusinasi, atau asumsi, namun didasarkan pada pengalaman nyata. Kebenaran yang mereka beritakan didasarkan pada fakta dan data yang valid, yaitu dilihat dan dialami secara nyata bagaimana Yesus dari Nazaret dipenuhi kuasa Allah melebihi seluruh nabi yang mereka kenal. Mereka melihat bagaimana Yesus yang telah wafat dapat bangkit dari kematian dengan tubuh ilahi. 

Para rasul dan gereja perdana mengalami bagaimana di dalam nama Kristus, mereka dilepaskan dari belenggu jeruji penjara secara ajaib. Itu sebabnya keesokkan harinya para rasul kembali ke Bait Allah untuk memberitakan Injil kepada banyak orang. Dalam Kisah Para Rasul 5:25 menyatakan bagaimana orang-orang yang hendak menangkap para rasul mengalami keheranan, “Lihat, orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara, ada di dalam Bait Allah dan mereka mengajar orang banyak.” Walau para rasul pernah mengalami penganiayaan dan dimasukkan ke dalam penjara, mereka tidak traumatis. Sebaliknya mereka tetap setia memberitakan firman kepada orang banyak. Kondisi ini bisa menyebabkan mereka ditangkap kembali. Di pihak lain, dalam sejarah gereja menunjukkan bahwa para rasul di akhir hidup mereka tidak kebal dari kematian. Seluruh para rasul kecuali rasul Yohanes mengalami kematian sebagai seorang martir. Pertanyaannya, mengapa Allah tidak menyelamatkan mereka dari bahaya maut? Dalam konteks ini mengapa Kristus tidak menyatakan kuasa-Nya untuk melindungi dan membebaskan para murid dan jemaat perdana dari kematian yang mengerikan? 

Penyelamatan yang dilakukan Allah melalui malaikat-Nya untuk membebaskan para rasul dari penjara tidak senantiasa terjadi berulang-ulang. Di saat tertentu Allah membiarkan mereka mengalami penganiayaan. Allah juga tidak melindung mereka saat dihukum mati. Fakta ini menunjukkan bahwa pertolongan dan penyelamatan Allah kepada para murid Yesus dalam situasi tertentu memiliki tujuan khusus. Dalam konteks ini pembebasan para rasul oleh malaikat Tuhan dari penjara bukan dimaksudkan untuk kepentingan diri mereka. Penyelamatan dari Tuhan dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah berkenan kepada kesaksian mereka tentang Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat. Apabila mereka tidak kebal dalam penganiayaan sehingga dibunuh sebagai martir karena Allah mengizinkan mereka wafat sebagai martir. Di lain pihak para rasul dan gereja perdana menganggap memperoleh kehormatan tertinggi menjadi martir Kristus. Dalam Matius 5:11 Tuhan Yesus berkata, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.” Bagi para rasul dan gereja perdana, penderitaan dan kematian mereka belum sepadan dengan kasih Allah yang telah dinyatakan di dalam dan melalui karya penebusan Kristus.


Dalam melaksanakan Tritugas, gereja sering hanya fokus pada koinonia (persekutuan) dan diakonia (pelayanan), tetapi sering abai atau menghindar dengan tugas marturia (bersaksi). Apabila mereka menyatakan bahwa telah melaksanakan tugas marturia (bersaksi) sering dibatasi pada kepedulian kepada mereka yang lemah (diakonia). Namun sejauh mana gereja bersaksi (marturia) seperti yang dilakukan oleh para rasul dan gereja perdana? Sejauh mana gereja memberitakan Kristus melalui penginjilan atau pewartaan sabda kepada sesama yang belum percaya? Dalam konteks Indonesia, kekristenan hidup di tengah-tengah umat yang beragama Islam. Sejauh mana gereja menyampaikan kabar baik, yaitu Injil Yesus Kristus kepada setiap orang yang belum mengenal kuasa-Nya yang menyelamatkan? Di pihak lain kita menyadari bahwa tidak mudah bagi mereka yang belum percaya untuk mendengarkan dan menyimak Injil Kristus. Tugas kita hanyalah sebagai seorang penabur benih-benih iman. Allah yang berkuasa menumbuhkan benih-benih firman itu menjadi tanaman yang berbuah dalam “kebun anggur-Nya.” Karena itu kita tidak perlu memaksakan, dan membujuk sesama untuk menerima benih-benih firman. Cukuplah kita menaburkan benih-benih firman Tuhan dengan penuh kasih, sabar, tekun, bijaksana, dan tulus. Dalam surat 1 Korintus 3:7, rasul Paulus berkata, “Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan.”

Rajutan toleransi dengan lintas agama tidak dimaksudkan umat percaya menyamarkan kesaksian imannya tentang Kristus selaku Tuhan dan Juruselamat. Sikap toleransi yang menyembunyikan pengakuan iman bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat merupakan penyangkalan iman secara halus. Dalam Matius 10:33, Tuhan Yesus berkata, “Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” Sikap toleransi kepada sesama yang berbeda agama dapat diwujudkan tanpa penyangkalan terhadap kedudukan Yesus selaku Tuhan dan Juruselamat. Sebagaimana setiap kita tidak perlu menyangkal cinta eksklusif dan terdalam kepada pasangan hidup agar dapat memiliki sahabat atau teman-teman yang berbeda lawan jenis. Sebaliknya apabila kita menyangkal kedudukan dan relasi yang istimewa kepada pasangan hidup dapat dipastikan bahwa kita bukanlah pribadi yang setia dan memiliki integritas. Kita akan dianggap sebagai seorang pengkhianat. Seorang suami atau isteri yang setia akan memilih untuk mengutamakan pasangan hidupnya, bukan teman-teman atau sahabat. Demikian pula relasi kita dengan Kristus! Kita akan lebih memilih dan mengutamakan Kristus, walau harus kehilangan teman-teman atau sahabat. Lebih baik kita kehilangan teman, daripada kita kehilangan Kristus yang telah menyerahkan nyawa dan menyelamatkan dari kuasa dosa.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono