Pengantar
Keramahan yang kita alami dari seseorang dapat menjadi air sejuk di saat kita tidak dipedulikan oleh orang-orang di sekitar. Melalui keramahan, kita mengalami bahwa hidup kita berarti. Karena itu keramahan (hospitalitas) merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan umat percaya. Tanpa keramahan mustahil kita dapat mewujudkan tali persaudaraan. Ibrani 13:2 berkata: “Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.” Keramahan dapat dinyatakan melalui sapaan yang hangat dan akrab, mendengarkan isi hati atau pergumulan yang dialami, menjamu sebagai tamu, dan memberi tumpangan. Menurut filsuf Levinas, setiap perjumpaan dengan sesama sebenarnya kita mengalami “epifani” (penampakan) dari wajah sesama kita. Karena itu tanggungjawab setiap orang adalah menghormati dan saling membagi ruang. Tujuannya adalah agar terjalin suatu kehidupan bersama yang harmonis dan dilandasi oleh kasih yang tanpa syarat. Dengan kesediaan saling memberi dan membagi ruang, maka setiap orang akan semakin peka dalam menerima sapaan wajah sesama yang tampil di hadapannya.
Kegagalan kita berlaku ramah adalah karena kita sering memandang muka. Karena itu penulis surat Yakobus memberi nasihat kepada orang-orang kaya agar berlaku ramah kepada orang miskin (Yak. 2:6). Kisah di Kitab 2 Raja-raja 4:8-37 justru sebaliknya! Sebab perempuan Sunem yang kaya dan terpandang berlaku ramah kepada Nabi Elisa. Kekayaan dan statusnya yang terpandang tidak membuat dia menjadi seorang yang angkuh dan tidak peduli kepada orang lain. Perempuan Sunem tersebut menyambut Nabi Elisa dengan menjamu dan menyediakan suatu kamar agar Nabi Elisa dapat beristirahat bilamana dia selesai melayani umat. Karena itu tidaklah mengherankan jikalau Allah menganugerahkan berkat kepada perempuan Sunem tersebut dengan kehadiran seorang anak laki-laki. Bahkan saat anak laki-laki meninggal karena suatu sakit kepala, Allah menganugerahkan keselamatan sehingga dapat bangkit dari kematian. Tentunya kita berlaku ramah kepada orang lain bukan bertujuan untuk memeroleh suatu berkat, pamrih atau keuntungan tertentu. Keramahan yang demikian adalah keramahan yang transaksional. Kita mengharapkan balasan dari keramahan yang kita lakukan kepada orang lain. Keramahan yang transaksional adalah keramahan yang mengharapkan pamrih dan tidak lahir dari hati yang tulus serta mengasihi. Lebih daripada itu kita membutuhkan keramahan yang lahir dari sikap iman kepada Allah, sehingga keramahan tersebut menjadi media kepanjangan tangan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Tafsiran
Struktur kisah Nabi Elisa dalam Kitab 2 Raja-raja 4:8-37 dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu:
- Pasal 8-11: Perjumpaan Nabi Elisa dengan seorang perempuan Sunem yang kaya dan terpandang mengundang makan. Keramahan perempuan Sunem tersebut juga dinyatakan dengan menyediakan kamar kecil di ruang atas bagi Nabi Elisa.
- Pasal 12-17: Nabi Elisa menyuruh Gehazi untuk memanggil perempuan Sunem tersebut. Nabi Elisa menanyakan apa yang menjadi kebutuhan perempuan Sunem tersebut. Gehazi menjawab bahwa perempuan Sunem tersebut tidak mempunyai anak sebab suaminya sudah tua. Dengan nubuatnya nabi Elisa menyatakan bahwa tahun depan, perempuan Sunem tersebut akan mengandung seorang anak laki-laki. Ternyata perkataan Nabi Elisa menjadi kenyataan. Perempuan Sunem tersebut akhirnya mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki.
- Pasal 18-28: Anak laki-laki perempuan Sunem tersebut bertumbuh dewasa. Saat anak laki-laki tersebut pergi ke kebun, tiba-tiba ia merasa sakit kepala yang hebat. Tak lama kemudian anak laki-laki perempuan Sunem tersebut meninggal. Reaksi perempuan Sunem dengan kematian anak laki-lakinya adalah ia menyuruh salah seorang bujang membawa seekor keledai betina agar dapat menjumpai Nabi Elisa yang saat itu berada di Gunung Karmel. Di atas Gunung Karmel, Nabi Elisa menyuruh Gehazi untuk menemui perempuan Sunem. Perempuan Sunem menyatakan kepedihan hatinya seraya berkata apakah ia pernah meminta seorang anak laki-laki. Namun setelah ia mendapat anak laki-laki, ternyata meninggal secara mendadak.
- Pasal 29-37: Respons Nabi Elisa dengan kematian anak laki-laki perempuan Sunem tersebut adalah menyuruh Gehazi membawa tongkat Nabi Elisa lalu meletakkan tongkat tersebut di atas anak laki-laki yang sudah meninggal. Ternyata setelah tongkat itu diletakkan di atas tubuh anak laki-laki perempuan Sunem tersebut tidak membawa hasil yang diharapkan. Langkah berikutnya Nabi Elisa sendirian dengan jenasah anak laki-laki tersebut, dan berdoa kepada Tuhan. Ia menaruh tubuhnya di atas tubuh jenasah anak laki-laki tersebut. Suatu mukjizat dari Allah terjadi karena anak laki-laki yang sudah mati itu dapat hidup kembali. Melihat kejadian tersebut perempuan Sunem tersebut segera tersungkur di depan kaki nabi Elisa.
Dari paparan Kitab 2 Raja-raja 4:8-37, kita dapat menjumpai tiga karakter tokoh perempuan Sunem sebagai seorang:
- Perempuan yang menghayati hidupnya dengan perasaan syukur (contentment), walaupun ia tidak memiliki anak, ia tidak mengharapkan pamrih dari keramahan dan bantuannya kepada Nabi Elisa. Perempuan Sunem tersebut mendapat anak karena nubuat Nabi Elisa yang didasarkan pada anugerah Allah.
- Memiliki belarasa (compassion) kepada seorang yang tidak memiliki rumah. Ia memperlakukan Nabi Elisa sebagai seorang tamu dengan menjamu makan dan menyediakan rumahnya agar Nabi Elisa dapat menggunakan saat melayani di wilayahnya. Di Matius 10:41, Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.” Tampaknya perkataan Tuhan Yesus tersebut didasari oleh sikap perempuan Sunem yang berbelarasa menyambut Nabi Elisa.
- Ia gigih (persistence) sehingga berjuang sekuat tenaga untuk melakukan yang terbaik bagi anak laki-lakinya yang sudah meninggal dunia. Karena itu perempuan Sunem tersebut berani menunggang seekor keledai betina bersama bujangnya menuju Gunung Karmel, yaitu tempat kediaman Nabi Elisa. Dia tidak mau pulang sebelum berhasil membawa Nabi Elisa ke rumahnya untuk melihat dan membangkitkan jenasah anak laki-lakinya.
Salah satu midras Yahudi yaitu Eshet Hayil, Batei Midrashot mengidentifikasi perempuan Sunem tersebut sebagai saudara perempuan dari Abisag. Di Kitab 1 Raja-raja 1:3 mempersaksikan: “Maka di seluruh daerah Israel dicarilah seorang gadis yang cantik, dan didapatlah Abisag, gadis Sunem, lalu dibawa kepada raja.” Abisag dijadikan sebagai perawat bagi Raja Daud di masa tuanya. Mungkin midras Yahudi tersebut menghubungkan keramahan perempuan Sunem kepada Nabi Elisa dan juga pelayanan Abisag yang juga gadis Sunem saat merawat Raja Daud di usia senjanya. Dalam midras Tadshe,Ozar ha-Midrashim, para Rabi memuji keramahan perempuan Sunem yang menyambut Nabi Elisa, yaitu sebagai salah seorang dari dua puluh tiga perempuan yang hidup dalam ketulusan dan kebenaran dalam sejarah kehidupan umat Israel.
Bila kita cermati dengan teliti ternyata perempuan Sunem tersebut menyebut Nabi Elisa dengan panggilan “abdi Allah yang kudus” (2Raj. 4:9), yaitu: “Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus.” Kata “abdi Allah yang kudus” berasal dari: iysh elohim qadosh yang berarti orang kudus Allah. Para rabi dalam midras bertanya, mengapa perempuan Sunem tersebut dapat mengetahui bahwa Nabi Elisa adalah seorang yang kudus dari Allah. Padahal pernyataan perempuan Sunem tersebut diungkapkan sebelum dia dapat mengandung dan melahirkan anak laki-laki. Panggilan kepada Nabi Elisa sebagai iysh elohim qadosh diulang kembali saat perempuan Sunem tersebut menjumpai anak laki-lakinya mati. Kitab 2 Raja-raja 4:22, yaitu: “Suruh kepadaku salah seorang bujang dengan membawa seekor keledai betina; aku mau pergi dengan segera kepada abdi Allah itu, dan akan terus pulang.” Ini berarti perempuan Sunem tersebut memandang Nabi Elisa dengan pandangan rohani, yaitu sikap iman, sehingga ia menyadari bahwa Nabi Elisa adalah seorang yang kudus dari Allah. Bila demikian tiga karakter perempuan Sunem tersebut, yaitu: perasaan puas/rasa bersyukur, sikap berbelarasa, dan gigih lahir dari sikap spiritualitasnya, yaitu sikap iman kepada Allah. Sikap iman perempuan Sunem menghidupi kerohaniannya sehingga ia mampu bersyukur atas setiap berkat Tuhan, jauh dari sikap sombong walaupun ia kaya-raya dan terpandang. Sebaliknya perempuan Sunem tersebut mengembangkan sikap berbelarasa yang peduli kepada sesama yang membutuhkan pertolongannya. Sikap imannya juga membuat perempuan Sunem tersebut gigih untuk menjumpai Nabi Elisa agar membangkitkan kembali anaknya yang telah meninggal. Di 2 Raja-raja 4:30 perempuan Sunem tersebut berkata: “Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.” Iman yang dimiliki perempuan Sunem tersebut adalah iman yang kokoh bersandar pada kuasa Allah, bukan iman yang artifisial sehingga mampu menghasilkan tiga karakter yang utama yaitu perasaan puas/rasa bersyukur, sikap berbelarasa, dan gigih untuk mengusahakan sesuatu yang baik.
Pertanyaan Panduan Diskusi
- Sebutkanlah tiga karakter utama dari perempuan Sunem.
- Apakah dalam kehidupan sehari-hari Saudara memiliki karakter ucapan bersyukur sehingga tidak bersungut-sungut dengan kondisi yang ada? Beri satu contoh bahwa Saudara bersyukur kepada Tuhan.
- Pernahkan Saudara menyatakan sikap belarasa seperti perempuan Sunem tersebut? Silakan Saudara membagikan pengalaman tersebut.
- Ketika Saudara mengalami suatu masalah yang berat, apakah Saudara gigih berjuang agar masalah tersebut dapat diselesaikan dengan tuntas? Silakan Saudara membagikan pengalaman kegigihan tersebut.
- Di samping perempuan Sunem tersebut memiliki tiga karakter tersebut, mengapa para rabi dalam tradisi umat Israel menganggap bahwa dia memiliki iman yang hidup? Sebutkan tanda-tanda dari sikap iman perempuan Sunem tersebut.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono