Pengantar
Iman Kristen lahir dari rahim agama Yudaisme, yaitu iman umat Israel yang dipersaksikan dalam Alkitab Perjanjian Lama mulai dari Kitab Kejadian sampai Kitab Maleakhi. Itu sebabnya dalam iman Kristen mengandung dua bagian Alkitab, yaitu Alkitab Perjanjian Lama (39 kitab) dan Alkitab Perjanjian Baru (27 kitab). Kedua bagian Alkitab Perjanjian Lama dan Alkitab Perjanjian Baru disebut dengan kanon. Arti dari kanon adalah: Alkitab Perjanjian Lama dan Alkitab Perjanjian Baru menjadi ukuran kehidupan umat percaya dalam ajaran, sikap etis-moral, spiritualitas dan kualitas relasi manusia dengan Allah serta sesamanya. Dengan demikian Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru pada hakikatnya adalah firman Tuhan. Alkitab adalah Firman Tuhan yang tertulis.
Firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab adalah firman yang diwahyukan Allah dalam sejarah umat percaya. Karena itu antara kesaksian iman yang diberitakan di dalam Alkitab Perjanjian Lama sinambung dengan kesaksian iman yang diberitakan dalam Alkitab Perjanjian Baru dan yang dihidupi dalam tradisi dan pengajaran gereja. Kesinambungan antara Alkitab Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru dijangkarkan pada inkarnasi Sang Firman Allah, yaitu Yesus Kristus. Sebab Kristus adalah penggenap seluruh kitab Taurat, Nabi-nabi dan Kitab-kitab (Tanakh yang artinya: Torah, Nebiim, Ketubim). Di Matius 5:17 Yesus berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Makna kata “menggenapi” berarti menyempurnakan. Ini berarti Kristus adalah penyempurna seluruh penyataan Allah yang dinyatakan dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kristus yang adalah penggenap atau penyempurna “Tanakh” (Torah, Nebiim, Ketubim) adalah Sang Firman Allah. Dengan demikian dalam iman Kristen, makna firman Allah memiliki tiga dimensi, yaitu: 1). Kristus adalah Sang Firman yang Hidup, 2). Alkitab adalah Firman yang Tertulis, dan 3). Khotbah atau Kerugma gereja adalah Firman yang Diberitakan.
Melalui Firman Allah yang berinkarnasi di dalam Kristus sebagaimana yang dinyatakan oleh Alkitab dan diberitakan oleh gereja-Nya, Allah menyatakan karya keselamatan-Nya kepada umat manusia. Jadi inti berita iman Kristen yang dipersaksikan oleh Alkitab dan pengajaran gereja adalah karya keselamatan Allah yang dinyatakan di dalam Kristus. Di dalam Kristus, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Penyelamat yang menebus seluruh dosa umat manusia. Karena itu di Surat 1 Yohanes 4:9 menyatakan: “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.” Dalam karya penebusan Kristus, Allah menyatakan kasih-Nya yang nyata kepada seluruh umat manusia.
Melalui kehidupan dan karya Kristus, penyataan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Tanakh (Torah, Nebiim, Ketubim) mencapai puncaknya. Surat Ibrani 1:1-2 menyatakan: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulangkali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.” Di dalam Kristus, penyataan Allah bukan mengalami “keterputusan” sebaliknya penyempurnaan atau penggenapan. Sebab Kristus adalah Sang Firman Allah. Dia adalah yang telah menjadikan alam semesta.
Dengan pemikiran di atas, maka dalam pembahasan di topik ini kita akan membahas tentang Kristus Sang Firman Allah, Tubuh kemanusiaan Yesus, kerusakan total dan kerahiman Allah, di dalam Kristus kodrat manusia dipulihkan, hidup dalam anugerah keselamatan, dan ICE dalam perspektif Teantropik. Arti istilah teantropik adalah penyataan Allah dalam inkarnasi Yesus menjadi manusia.
Di bagian: Kristus Sang Firman Allah kita akan membahas keilahian Yesus sebagai Sang Anak Allah yang sehakikat dengan Allah. Dia telah ada sejak kekal bersama Allah. Kemudian pada bagian: Tubuh kemanusiaan Yesus kita akan membahas Kristus Sang Firman Allah berinkarnasi menjadi manusia. Hakikat tubuh kemanusiaan Yesus adalah nyata, bukan tubuh yang semu. Di bagian: Kerusakan total dan kerahiman Allah merupakan pembahasan kerusakan total akibat dosa yang merusak hakikat manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Di bagian: Di dalam Kristus kodrat manusia dipulihkan untuk menyatakan bahwa karya penebusan Kristus memulihkan manusia dengan rahmat Allah sehingga menjadi ciptaan baru menurut gambar dan rupa Allah yang sesungguhnya. Di bagian: Hidup dalam anugerah Allah adalah pembahasan tentang buah dari karya penebusan Kristus memampukan umat untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Umat percaya dimampukan untuk hidup kudus dan melaksanakan misi Allah di tengah dunia. Di bagian: ICE dalam perspektif Teantropik merupakan pembahasan yang aplikatif dalam kehidupan Universitas Kristen Maranatha yaitu nilai-nilai ICE (Integrity, Care, Excellence) yang dilandasi oleh karakter dan keteladanan Kristus.
Kristus, Sang Firman Allah
Sang Firman yang keluar dari Sang Bapa disebut “Anak Tunggal Bapa.” Makna Anak Tunggal Bapa bukanlah gelar yang diperoleh Yesus dari pengakuan manusia, sebaliknya gelar Anak Tunggal Bapa merupakan hakikat ilahi yang telah dimiliki-Nya sejak kekal karena Dialah satu-satunya yang keluar dari Sang Bapa. Bandingkan dengan Matius 11:27, yaitu: “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” Gelar Anak Tunggal Bapa juga menyatakan bahwa Yesus selaku inkarnasi Firman Allah memiliki relasi kasih yang intim dan tiada taranya dengan Sang Bapa. Karena itu di Yohanes 10:30, Yesus menyatakan: “Aku dan Bapa adalah satu.” Kata “satu” (heis) dalam konteks ini menunjuk pada kesatuan kasih Ilahi yang eksklusif, intim dan tiada taranya antara Allah dengan Yesus.
Relasi kasih Allah dalam diri Bapa-Firman-Roh Kudus adalah relasi kasih yang mencipta. Yohanes 1:3 menyatakan: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Kata “dia” di sini adalah Sang Firman. Seluruh alam semesta dan isinya diciptakan oleh Sang Firman. Namun bukankah di Kejadian 1:1 menyatakan bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi? Allah ataukah Sang Firman yang menciptakan alam semesta? Sebagaimana telah ditegaskan di bagian awal bahwa Bapa-Anak-Roh Kudus telah ada sejak kekal dan esa. Karena itu karya penciptaan alam semesta dan seisinya adalah karya Allah yang Trinitarian. Allah melalui Firman dan Roh Kudus-Nya yang menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1-2). Secara khusus Sang Firman adalah Sabda Allah yang kreatif. Allah berfirman: “jadilah,” maka “terjadilah” (kun fayakun). Kekhususan Sang Firman yang berdaya-cipta dinyatakan dalam Ibrani 11:3, yaitu: “Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.” Firman Allah yang mencipta itu berinkarnasi dalam diri Yesus Kristus, sehingga Surat Ibrani 1:2 menyatakan: “maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.” Dengan demikian dalam peristiwa inkarnasi Kristus, Firman Allah yang ilahi dan kekal masuk dalam realitas manusiawi dan terbatas.
Kesaksian Injil Yohanes 1:14 menyatakan: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Makna pernyataan “Firman itu telah menjadi manusia” (ho logos sarx egeneto) seharusnya diterjemahkan menjadi “Firman itu telah menjadi daging.” Sang Firman Allah yang kekal dan ilahi, yaitu Dia yang telah menciptakan alam semesta dan di dalam diri-Nya memiliki sumber hidup pada satu titik waktu dalam sejarah manusia berkenan menjadi manusia dengan segala keutuhan manusiawi-Nya. Dalam inkarnasi Kristus, Sang Firman Allah yang kekal memasuki interval ruang dan waktu, serta sungguh-sungguh menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Ini berarti dalam diri Yesus, Sang Firman bukan tampak seperti manusia, atau seakan-akan hadir memperlihatkan diri-Nya dalam kebertubuhan manusia tetapi Dia sungguh-sungguh menjadi manusia dengan tubuh-jiwa-roh sebagai manusia Yesus dari Nazaret.
Tubuh Kemanusiaan Yesus
Tubuh kemanusiaan Yesus bukanlah tubuh yang semu sebagaimana dipahami oleh doketisme. Dalam ajaran doketisme pada prinsipnya menolak kemanusiaan Yesus. Kemanusiaan dan kebertubuhan Yesus menurut doketisme hanyalah semu. Namun tidaklah demikian menurut kesaksian Injil Yohanes keberadaan Yesus sebagai manusia. Yesus mengalami kodrat manusiawi yang dapat mengalami situasi lelah (Yoh. 4:6), haus (Yoh. 4:7, 19:28), lapar (Yoh. 4:31-34), dorongan emosi kasih (Yoh. 11:5), menangis (Yoh. 11:35), terharu (Yoh. 12:27; 13:21), dan perasaan masygul (Yoh. 11:33). Surat Ibrani dengan jelas memberi kesaksian yang serupa, yaitu: “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15). Karena itu makna “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” menegaskan bahwa di dalam Yesus Kristus Allah mendirikan pemerintahan-Nya di tengah-tengah kehidupan dan sejarah umat manusia. Kerajaan Allah yang semula transenden dan sorgawi kini dalam inkarnasi Yesus terwujud nyata dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Karena Sang Firman Allah sungguh-sungguh menjadi manusia, maka kita dapat melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh. 1:14b). Di dalam inkarnasi Sang Firman Allah menjadi manusia Yesus, Ia menghadirkan “karya penyataan” (revelatory work). Melalui kehidupan dan karya Kristus, umat manusia dapat menemukan kehidupan (Yoh. 1:4), terang (Yoh. 1:4-5), anugerah (Yoh. 1:14), kebenaran (Yoh. 1:14), bahkan diri Allah sendiri. Sebab di Yohanes 1:18, Yesus menyatakan: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Ungkapan “Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” menunjuk relasi personal yang eksklusif dan intim tiada-taranya antara Yesus dengan Allah. Karena itu hanya Yesus yang sanggup menyatakan kedirian Allah yang sesungguhnya. Kepada Filipus yang bertanya kepada Yesus agar dapat menunjukkan Bapa, Yesus memberi jawaban: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami” (Yoh. 14:9).
Kerusakan Total dan Kerahiman Allah
Johanes Calvin, bapa gereja reformatoris berpendapat manusia telah jatuh dalam dosa sehingga mengalami kerusakan total. Kata kerusakan total memiliki arti bahwa keadaan mati yang dialami manusia itu lengkap, sepenuhnya mati secara rohani. Manusia rusak secara keseluruhan (total), sehingga pengertiannya menjadi gelap dan tidak mampu mengenal Allah. Karena itulah manusia tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Calvin mengutip Roma 3:10-12, yaitu: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” Dengan kondisi kodrat manusia yang telah rusak total, Calvin menyatakan bahwa semua orang tertindas oleh malapetaka yang tak terhindarkan, dan mereka hanya dapat dibebaskan dari malapetaka itu jika ditarik keluar oleh kasih-sayang Allah. Walau manusia mengalami kerusakan total, namun menurut Calvin masih ada suatu tempat bagi anugerah Allah. Peran anugerah Allah tersebut bukan untuk membersihkan kerusakan itu namun untuk mengendalikannya. Sebagaimana pemikiran Agustinus, Calvin menyatakan bahwa anugerah Allah itu mendahului setiap pekerjaan baik, dan bahwa kemauan mengikuti namun bukan memimpin, menuruti bukan mendahului. Jadi menurut Calvin akal budi insani manusia sama sekali terasing dari kebenaran Allah sehingga segala sesuatu yang dipikirkan, diinginkan dan dikejarnya tidak ada yang tidak fasik: semuanya palsu, kotor, cemar, dan hina. Di tengah kondisi keberadaan manusia yang telah rusak total, anugerah keselamatan bekerja karena kasih-sayang Allah. Allah adalah Sang Maharahim. Ini berarti anugerah Allah merupakan satu-satunya dasar pijakan keselamatan dan harapan umat manusia. Anugerah Allah tersebut dinyatakan dalam penebusan Kristus.
Memahami pemikiran Calvin tersebut di atas, maka kita dapat melihat bahwa anugerah keselamatan Allah di dalam penebusan Kristus merupakan anugerah yang begitu berharga. Kita diselamatkan Allah semata-mata karena pengurbanan Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kita tidak diselamatkan dengan sembarang darah, namun dengan darah Anak Allah. Namun sayangnya banyak orang Kristen memerlakukan anugerah keselamatan Allah sebagai anugerah yang murah (cheap grace). Melalui Kristus, Allah menyatakan kerahiman-Nya, yaitu kehidupan Anak Allah. Surat 1 Petrus 1:18 menyatakan: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas.” Keselamatan kita bukan ditebus dari barang yang fana. Di Surat1 Petrus 1:19, firman Tuhan berkata: “melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” Karena itu jika kita sengaja berbuat dosa, maka kita bukan hanya telah merendahkan keselamatan yang begitu mahal tetapi juga tidak akan tersedia lagi pengampunan dosa. Surat Ibrani 10:26 menyatakan: “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.” Dengan demikian, makna predestinasi dalam teologi Calvin tidak boleh dimaknai secara deterministis-fatalistis (penentuan/takdir Allah yang bersifat mutlak terhadap keselamatan manusia). Keselamatan adalah anugerah Allah membutuhkan respons manusia untuk memilih percaya kepada Kristus atau menolak-Nya, hidup kudus atau cemar, taat kepada kehendak Allah atau mengikuti keinginan daging. Makna anugerah Allah tidak meniadakan hakikat kewajiban dan tanggungjawab manusia.
Di Dalam Kristus, Kodrat Manusia Dipulihkan
Yesus adalah manifestasi diri Allah yang adalah Sang Bapa di dalam keberadaan diri-Nya sebagai Anak Allah. Melalui inkarnasi Sang Firman menjadi manusia berarti melalui kehidupan dan karya penebusan Kristus, kodrat kemanusiaan dimuliakan. Kodrat kemanusiaan yang semula telah jatuh dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan sebagai gambar dan rupa Allah, kini di dalam Kristus dipulihkan.
Tujuan utama inkarnasi Sang Firman menjadi manusia di dalam Yesus Kristus adalah melimpahi umat manusia dengan rahmat Allah, sehingga dengan rahmat Allah manusia dirangkul dalam samudera kasih-Nya yang tak terhingga untuk menerima status sebagai “anak-anak Allah. Di Yohanes 1:12 menyatakan: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Di dalam dan melalui Kristus, umat berenang dalam energi (kuasa) Allah sehingga mereka dimampukan untuk mengalami persekutuan kasih dengan Yang Ilahi. Jika demikian tujuan akhir dari tindakan percaya kepada Kristus adalah “pengilahian” (deifikasi). Yang mana arti “pengilahian” bukan dimaksudkan umat percaya menjadi Allah, tetapi umat percaya memeroleh bagian dalam keilahian Allah sebagai “anak-anak Allah.” Ciptaan tidak akan pernah dapat menjadi bagian hakikat Sang Pencipta. Namun melalui kehidupan dan karya Kristus, umat percaya dikaruniai rahmat Allah untuk ambil bagian dalam kuasa kasih-Nya. Sebab melalui rahmat Allah yang dikaruniakan kepada kita, kita dimampukan untuk mengalami pembenaran dan pengudusan.
Hidup dalam Anugerah Keselamatan
Hidup dalam anugerah keselamatan berarti umat hidup dalam kelimpahan kemurahan, kasih, dan kerahiman Allah. Umat tidak lagi hidup dalam perspektif spiritualitas yang membawa daya kematian bagi sesama di sekitarnya. Sebaliknya hukum-hukum Allah dihayati sebagai “hukum yang menghidupkan.” Sebab iman kepada Kristus adalah iman yang memberdayakan, memberi ruang, dan menghadirkan keselamatan bagi sesama. Rasul Paulus berkata, “Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan” (2Kor. 3:6). Hidup dalam anugerah keselamatan Allah berarti umat menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru yang dikuasai oleh Roh yang menghidupkan. Dengan demikian, umat tidak lagi menghayati makna firman Tuhan secara legalistis, namun dengan spiritualitas kasih dan kesetiaan yang tulus. Spiritualitas kasih dan kesetiaan yang tulus memampukan umat untuk tidak menghakimi sesama yang berbeda atau tidak seajaran.
Anugerah keselamatan Allah seperti air yang menghidupi, sehingga anugerah keselamatan tidak berhenti hanya kepada si penerimanya namun juga bagi sesama di sekelilingnya. Di dalam anugerah keselamatan Kristus, Allah menjadikan setiap umat percaya sebagai mata-air yang terus memancar memberi kehidupan. Di Yohanes 4:14, Tuhan Yesus berkata: “tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata-air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” Karena itu pembaruan hidup perempuan Samaria tersebut mampu membawa dampak keselamatan yang lebih luas, yaitu: “Banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu” (Yoh. 4:39). Anugerah keselamatan Allah memampukan umat percaya untuk melaksanakan misi Allah, yaitu memberitakan dan memberlakukan Injil sehingga Kerajaan Allah menjadi realitas kehidupan umat manusia.
Anugerah keselamatan Allah memampukan dan memanggil setiap umat percaya untuk hidup kudus. Pola kehidupan yang cemar dalam dosa menandakan umat belum mengalami atau merespons anugerah keselamatan Allah secara bertanggungjawab. Mereka masih menjadi hamba dosa yang tunduk kepada keinginan daging. Hidup dalam anugerah keselamatan Allah berarti umat mempraktikkan hidup menurut keinginan Roh. Anugerah keselamatan dan keinginan Roh adalah hukum yang memerdekakan (bdk. Yak. 1:25), sehingga mampu menolak keinginan daging. Karena itu kekudusan adalah wujud nyata dari anugerah keselamatan Allah (Rm. 6:19). Tanpa kekudusan, manusia tidak dapat melihat Allah (Mat. 5:8). Jadi dengan anugerah keselamatan Allah, umat dimampukan untuk hidup kudus, yaitu taat kepada kehendak Allah dalam Kristus (1Petr. 1:2).
Penutup
Iman kepada Kristus berarti hidup dalam karya penyelamatan Allah sebagai manusia baru yang telah ditebus dengan kematian dan kebangkitan Kristus. Karena itu hidup di dalam Kristus sebagai ciptaan baru ditandai oleh integritas diri yang menolak segala kepalsuan/kemunafikan (integrity). Sebaliknya mengutamakan hidup benar dalam Roh Kudus dengan peduli dan menyatakan belarasa kasih Allah kepada sesama (care). Untuk itu setiap umat bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik bagi Allah dan sesamanya (excellence).
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono