Alkitab adalah Firman Allah. Namun keberadaan Alkitab sebagai Firman Tuhan tidak terlepas dari Firman yang Hidup yaitu Yesus Kristus, dan Firman yang diberitakan yaitu Khotbah dalam Kebaktian. Dengan demikian iman Kristen memiliki tiga dimensi dari Firman Tuhan yang saling terkait secara utuh, yaitu: Kristus (Firman Hidup), Alkitab (Firman yang Tertulis), dan Khotbah (Firman yang Diberitakan). Otoritas dan kebenaran Alkitab bersumber pada diri Kristus. Kita dapat percaya pada Alkitab sebagai Firman Tuhan apabila kita menempatkan Kristus sebagai Firman Allah yang Hidup dan Berkuasa. Melalui Alkitab, kita mengenal Kristus sebagai Anak Allah, Tuhan dan Juru-selamat. Sebaliknya melalui relasi dengan Kristus, kita dimampukan untuk mengerti rahasia kebenaran Allah yang menyelamatkan.
Menurut penelitian, usia Alkitab Perjanjian Lama sekitar 3500 tahun. Pertanyaannya sejauh mana keakuratan isi teks dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang telah ditulis 3.500 tahun yang lalu? Umat Kristen sering dituduh telah memalsukan Alkitabnya. Untuk mengetahui apakah suatu tulisan asli, maka kita perlu memiliki pembanding teks yang setara. Pembanding teks Alkitab Perjanjian Lama yang dapat diandalkan adalah penemuan naskah-naskah di wilayah Laut Mati pada tahun 1947. Karena naskah-naskah Alkitab tersebut ditemukan di Laut Mati, maka disebut dengan “Dead-Sea Scrolls.” Melalui naskah-naskah Laut Mati tersebut kita dapat meneliti sejauh mana keakuratan naskah-naskah Alkitab yang selama ini dimiliki oleh gereja. Sangat menarik ternyata akurasi naskah Alkitab dibandingkan dengan naskah Laut Mati hasilnya sama sekitar 95%. Dengan demikian rentang waktu yang begitu panjang akurasi teks-teks Alkitab yang disalin tetap terjaga dengan baik.
Tuduhan pemalsuan terhadap peristiwa Yesus Kristus yang dikisahkan dalam Perjanjian Baru juga terjadi. Yesus dianggap tidak wafat di kayu salib. Dari sudut sejarah kita menemukan beberapa tokoh yang menguatkan peristiwa Yesus sebagaimana dikisahkan dalam kitab Injil-injil, yaitu: Cornelius Tacitus (55-120 M), Flavius Josephus (38-100 M), Suetonius, Pliny, dan Thallus. Mereka mencatat kehidupan Yesus sebagaimana yang dikisahkan dalam kitab Injil-injil. Dalam hal ini Cornelius Tacitus menyatakan: “Christus [Christ], from whom the name had its origin, suffered the extreme penalty during the reign of Tiberius at the hands of one of our procurators, Pontius Pilatus….” Lalu Flavius Josephus dalam bukunya yang berjudul Jewish Antiquities menyatakan: “We learn that Jesus was a wise man who did surprising feats, taught many, won over followers from among Jews and Greeks, was believed to be the Messiah, was accused by the Jewish leaders, was condemned to be crucified by Pilate, and was considered to be resurrected.” Dengan demikian melalui dokumen-dokumen sejarah tersebut menguatkan/meneguhkan peristiwa Yesus sebagaimana dipersaksikan oleh kitab Injil-injil.
Kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah pada hakikatnya karena Allah yang menginspirasi firman-Nya. Di Surat 2 Timotius 3:16 makna kata “Segala tulisan yang diilhamkan Allah” (pasa grafe theopneustos) menunjuk bahwa isi atau berita dalam kitab-kitab di Perjanjian Lama sebagai hasil pewahyuan Allah sendiri. Khusus theopneustos menunjuk pada tindakan Allah yang menghembuskan firman-Nya. Itu sebabnya kesaksian dari Surat 2 Petrus 1:21 menyatakan: “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” Secara khusus Surat 2 Petrus 1:21 menggunakan kata “propheteia” yang berarti “nubuat.” Dengan demikian wujud dari theopneustos yaitu tindakan Allah yang menghembuskan firman-Nya adalah nubuat yang dinyatakan dalam berita Alkitab. Jadi nubuat adalah berita dari firman Tuhan yang dinyatakan Allah kepada umat dalam suatu konteks peristiwa tertentu agar mereka mengalami keselamatan dan hidup kekal dalam kehendak Allah. Karena itu setiap firman yang terdapat dalam kitab-kitab di Alkitab adalah Firman Tuhan.
Jikalau nubuat merupakan theopneustos, apakah berarti setiap kata atau kalimat dalam Alkitab didiktekan oleh Allah? Beberapa kalangan denominasi gereja atau orang-orang tertentu meyakini bahwa setiap perkataan dalam Alkitab didektekan oleh Allah. Pengilhaman Alkitab dalam pemahaman ini disebut dengan “pengilhaman mekanis” sebab Allah mewahyukan setiap firman-Nya secara langsung dan ditulis oleh manusia. Pengilhaman mekanis ini juga disebut dengan “inspirasi verbal penuh” sebab nabi yang menulis Alkitab dipakai Allah untuk bersabda, didekte oleh Allah, dan dia mempunyai peranan untuk mengalimatkan kembali pesan Allah tersebut. Tetapi pandangan pengilhaman mekanis atau inspirasi verbal penuh tersebut jelas naïf. Sebab pengilhaman mekanis atau “inspirasi verbal penuh” mengabaikan peran manusia. Dalam konteks ini manusia hanya dianggap sekadar alat yang pasif dan tidak memiliki pemikiran dan kehendak serta perasaan. Padahal peran manusia bukanlah pelengkap dalam penulisan Alkitab. Sebaliknya dalam penulisan Alkitab peran yang dikehendaki oleh Allah sehingga penulis Alkitab menyampaikan kehendak Allah sesuai dengan situasi dan keberadaan dirinya (bdk. Luk. 1:1-4).
Sikap teologis yang benar terhadap keberadaan Alkitab adalah pengilhaman organis. Arti pengilhaman organis adalah pengilhaman ilahi yang melibatkan keberadaan insani sehingga dalam pengilhaman tersebut menyatulah Firman Allah dengan kedirian manusiawi. Karena itu Alkitab yang adalah Firman Allah sekaligus bersifat insani. Firman Allah yang kekal menyatu dengan keterbatasan manusiawi yang temporal, yang tidak terbatas menyatu dengan yang terbatas. Pengilhaman yang organis juga disebut dengan pengilhaman teandris. Arti kata “teandris” adalah dari kata Theos yang artinya Allah, dan Andros yang artinya: manusia laki-laki. Jadi arti “teandris” adalah “ilahi-manusiawi.” Pemahaman teologis tentang pengilhaman teandris tersebut sejajar dengan Kristus sebagai Sang Firman Allah yang kekal dan ilahi berinkarnasi menjadi manusia. Karena itu firman Tuhan yang dipersaksikan di dalam Alkitab baru terjamin kebenarannya apabila umat memiliki relasi dan sikap iman kepada Kristus Sang Firman Allah yang Hidup. Tanpa iman kepada Kristus, maka mata rohani kita akan buta sehingga tidak mampu memahami esensi terdalam firman Tuhan dalam Alkitab.
Dengan sikap iman kepada Kristus kita bersikap kritis terhadap tulisan-tulisan yang menyebut dirinya sebagai “injil” tetapi bukan Injil. Sebab kita mengetahui di luar kanon Alkitab yang terdiri dari 66 kitab, kini muncul tulisan yang menyebut diri sebagai “Injil Yudas,” “Injil Tomas,” “Injil Filipus,” “Injil Maria Magdalena,” dan sebagainya. Tulisan dalam “injil-injil” tersebut adalah Injil palsu. Mereka ditulis sekitar abad II – III M. Intinya “injil-injil” tersebut mengungkapkan pola pemikiran Gnostik. Inti pemikiran Gnostik adalah: Dunia adalah tempat yang jahat diciptakan oleh Tuhan yang jahat (Yahweh), dan yang berbeda dengan Tuhan yang benar dan Esa. Pengikut Gnostik Kristen menganggap diri mereka sebagai keturunan Tuhan yang esa itu, dan sebagai percikan ilahi yang terkurung dalam dunia yang jahat ini. Kristus dikirim untuk mengingatkan pengikut Gnostik mengenai hakikat diri mereka yang sebenarnya. Kristus memberitakan rahasia (gnosis) pada para pengikut Gnostik agar mereka dapat melepaskan diri dari dunia yang jahat ini dan kembali kepada Tuhan yang benar. Dengan demikian dalam pemikiran Gnostik menolak karya penebusan Kristus dan kebangkitan tubuh-Nya.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono