Latest Article
Ajaran Trinitas dalam Gereja Orthodoks
Trinity of God

Ajaran Trinitas dalam Gereja Orthodoks

Dogma Keselamatan

Gereja Orthodoks menghayati dogma sebagai dasar keselamatan yang menentukan, maka yang menolak akan membawa hukuman. Dogma keselamatan terdiri dari 2 bagian utama, yaitu: Trinitas dan Inkarnasi Firman Allah.  Melalui Kristus, Allah membuat jembatan bagaimana yang ilahi dan manusiawi sehingga keduanya menjadi satu kesatuan. Sebab keberadaan manusia selaku mahluk yang  fana dan berdosa tidaklah mampu untuk menghampiri Allah yang ilahi. Bicara tentang Kristus berarti pula bicara tentang Trinitas sebagaimana yang dihayati gereja Orthodoks dalam pengakuan iman Nicea Konstantinopel.

Landasan iman Kristen adalah Yesus Kristus. Karena itu agama Kristen bukanlah agama Yesus. Lebih tepat agama Kristen merupakan agama tentang Yesus Kristus. Di 1 Korintus 3:11, rasul Paulus menyatakan: “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.” Dalam konteks ini Kristus sebagai peletak dasar utama dalam agama atau iman Kristen. Karena itu iman Kristen bertumbuh kepada Kristus yang telah diberitakan oleh para rasul, dan bukan kepada “Yesus  yang lain.” Pengertian “Yesus yang lain” di sini menunjuk kepada “Yesus” yang bukan diberitakan oleh para rasul. Bandingkan dengan 2 Korintus 11:4 berkata: “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.” Para rasul memiliki otoritas untuk memberitakan tentang Kristus sesuai Kitab Suci. Di Kisah Para Rasul 2:32, rasul Petrus bersama dengan para rasul yang lain menyatakan: “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.”  Tekanan para rasul yang memiliki otoritas sebagai saksi ditegaskan di 1 Korintus 15:3-4. Perhatikan 1 Korintus 15:3 diawali dengan pernyataan: “Sebab yang sangat penting.” Itu sebabnya bagi gereja Orthodoks, perayaan Paskah lebih utama dari pada perayaan Natal. Untuk itu jemaat dipersiapkan secara ketat untuk memperingati masa Prapaskah selama 40 hari.

Dogma gereja Orthodoks secara prinsipial dinyatakan dalam ibadah atau liturgi-liturginya. Sebab yang dipentingkan dalam teologi adalah pengejawantahan dalam pengalaman beribadah. Menurut gereja Orthodoks, teologi bukanlah sekedar suatu ranah yang bersifat intelektual, tetapi yang utama adalah bagaimana pengalaman rohani umat. Dengan demikian teologi sebagai pengalaman ibadah pada hakikatnya bersifat eklesiologis. Yang mana dasar pengalaman beribadah tersebut dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari umat.

Trinitas Dalam Keesaan Allah
Hakikat keesaan Allah bukanlah sesuatu yang berasal dari pemikiran teologis atau filsafat manusia. Karena keesaan Allah dalam gereja Orthodoks sudah diasumsikan bahwa Allah telah esa sejak kekal. Allah yang kekal inilah yang menyatakan diri dalam Kristus. Karena itu dalam  peristiwa wafat-Nya, Kristus dipahami bahwa Dia wafat bukan karena nyawa-Nya dicabut atau diambil oleh kekejaman manusia. Bahkan nyawa Kristus terputus saat Dia wafat di kayu salib juga tidak diambil oleh Iblis atau Allah, tetapi Kristus wafat karena memang Dia berkehendak untuk mati. Kehendak Kristus untuk wafat adalah agar Dia mampu mengalahkan dan menginjak-injak maut. Dengan demikian Kristus memiliki kuasa atas kehidupan dan kematian. Di Roma 6:9 rasul Paulus menyatakan: “Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia.” Dari pemahaman ini terlihat dengan jelas bahwa Kristus telah ada sejak kekal bersama dengan Allah, sehingga Dia memiliki kehidupan dalam diriNya, yang mana tak seorangpun mampu mengambil dari Kristus. Di Yohanes 17:5 menyatakan: “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” Jelas, bahwa keberadaan Kristus selaku Anak telah ada sebelum dunia diciptakan. Kristus memiliki kemuliaan yang kekal. Karena itu Allah mengasihi Kristus sebelum dunia dijadikan. Yohanes 17:24 berkata: “Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.” Sejak kekal Allah dan Yesus selaku Anak telah saling mengasihi.

Hakikat kekekalan Kristus dinyatakan dalam beberapa bagian Alkitab. Misal di Yohanes 8:56-58 menyatakan bagaimana Kristus telah ada sebelum Abraham ada. Di Yohanes 10:30-33 dengan penegasan pada “Allah dan Yesus adalah satu” pada hakikatnya menunjuk kesatuan Allah dan Kristus dalam satu esensi.  Yang mana keberadaan Kristus selaku Anak Allah keluar dari Bapa. Yohanes 8:42 menyatakan: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.” Dalam ayat ini tidak pernah dinyatakan Kristus keluar dari Bapa dan Roh Kudus, tetapi Kristus keluar dari Sang Bapa dalam kekekalan ilahi-Nya. Kristus adalah ilahi dan sehakikat dengan Allah. Sebab tidaklah mungkin yang keluar dari Allah menjadi “mahluk.” Yang keluar dari Allah adalah sama atau sehakikat dalam keilahian-Nya.  Makna kesaksian dari Galatia 4:4 dapat menimbulkan kesalahpahaman, yaitu: “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Ayat di Galatia 4:4 menunjuk kepada tubuh manusia Yesus yang lahir dari seorang wanita, namun Ia telah ada sejak kekal keluar dari sang Bapa. Jadi dapat disimpulkan bahwa Yesus dalam eksistensi manusiawi-Nya, Dia keluar dari perawan Maria, tetapi dalam eksistensi ilahi-Nya Yesus keluar dari Allah Bapa.

Relasi Allah dan Yesus sangatlah intim dan tiada taranya. Hanya Yesus yang melihat Allah. Yohanes 1:18 menyatakan: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Karena hanya Yesus Kristus yang saja yang keluar dari sang Bapa, maka Dia mendapat sebutan “Anak Tunggal Allah.” Yang mana melalui Kristus, Allah menjadikan alam semesta dan seisinya. Tepatnya Allah menjadikan segala sesuatu melalui sang Firman, dan sang Firman itulah yang menjadi manusia (Yoh. 1:14). Dengan demikian gelar Yesus selaku Anak Allah merupakan gelar yang telah ada sejak kekal. Gelar Yesus selaku Anak Tunggal Allah bukanlah suatu gelar yang diberikan saat Dia berinkarnasi menjadi manusia.  Pemahaman teologis tersebut mau menyatakan bahwa sejak kekal Allah telah mengandung Sang Firman di dalam diri-Nya, yang kemudian sang Firman tersebut keluar dari Allah. Sebutan Allah sebagai “Theos” dalam bahasa Yunani berasal dari kata “thei” yang artinya “melihat.” Artinya Allah yang melihat Diri-Nya melalui Sang Firman. Ungkapan tersebut menyatakan relasi kasih yang kekal antara Allah dengan Yesus. Jika Yesus keluar dari Sang Bapa maka timbul pertanyaan, apakah  terdapat perbedaan kekekalan antara Bapa dan Anak? Jawabannya jelas tidak ada perbedaan. Karena makna “Yesus keluar dari sang Bapa” tidak dipahami dalam interval waktu, tetapi dalam misteri kekekalan Allah.  Di Matius 11:27 menyatakan bahwa segala sesuatu telah diserahkan Allah kepada Kristus, yaitu: “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” Kata “mengenal” (epiginooskei) menunjuk kepada suatu pengenalan yang eksklusif, yang mana antara Allah dan Yesus saling memandang dan saling mengasihi.  

Roh Kudus dipahami gereja Orthodoks sebagai pembela atau penolong yang mewakili pribadi yang lain. Di Yohanes 14:15-16 Tuhan Yesus meminta kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus sebagai penolong yang lain, yaitu: “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” Artinya kehadiran Roh Kudus adalah mewakili kehadiran Kristus. Roh Kudus bertindak untuk menjadi penghadir Kristus. Itu sebabnya di Surat 1 Yohanes 2:1 meyatakan: “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.” Terjemahan kata “pengantara” di sini kurang tepat. Sebab kata aslinya di Surat 1 Yohanes 2:1 adalah “parakletos” jadi seharusnya diterjemahkan dengan kata “penolong.”  Jadi kata “parakletos” di Surat 1 Yohanes 2:1 menunjuk kepada Kristus. Dengan demikian Roh Kudus bersifat ilahi. Menurut Yohanes 15:26 menyatakan bahwa Roh Kudus selaku roh kebenaran keluar dari Bapa, yaitu:  “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.”  Dari penggalian ayat-ayat ini terlihat struktur hakikat Allah, yaitu: dalam diri Allah keluar sang Firman (Anak Allah), dan Roh Kudus keluar pula dari Allah.  Pemahaman inilah yang menyebabkan gereja Orthodoks menolak pemahaman teologis yang menyatakan Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak (pemahaman “Filioque”  artinya “dan [dari] putera”). Sebab pernyataan tersebut merupakan penambahan (sisipan) yang semula tidak pernah dinyatakan oleh pengakuan iman Nicea Konstantinopel. Sebab  Roh Kudus hanya keluar dari Bapa saja, dan tidak keluar dari Bapa dan Anak.

Bagi gereja Orthodoks ajaran filioque ini menimbulkan kebingungan dan  tidak terjawabnya keesaan Allah sebagai satu-satunya sumber yang mana dari Allah keluar Roh Kudus dan Anak.  Sebab Sang Firman dan Roh Kudus bergerak dalam “tarian kasih” dan Sang Firman mengasihi dan dikasihi Allah, lalu Allah mengasihi dan dikasihi oleh Roh Kudus, demikian seterusnya. Karena itu pemahaman Trinitas Allah tidak pernah dipahami suatu keesaan secara bilangan, tetapi sebagai suatu persekutuan kasih.  

Trinitas Allah Dalam Jalinan Kasih Yang Kekal
Relasi Trinitas Allah sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus merupakan suatu jalinan kasih. Di mana Bapa sebagai Subjek yang mengasihi, dan Anak sebagai Objek yang dikasihi. Namun pada sisi lain Anak sebagai subjek yang mengasihi, dan Bapa sebagai yang dikasihi. Dalam hakikat Allah sejak kekal telah terdapat gerak hidup cinta-kasih. Di Yohanes 17:24, Tuhan Yesus berkata: “Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.” Jelas, Allah telah mengasihi Kristus sebelum dunia dijadikan. Kehadiran Roh Kudus secara khusus untuk mencurahkan kasih Allah (Rom. 5:5). Karena itu esensi utama dari diri Allah adalah kasih. Konsep Trinitas Allah dalam pemahaman ini disebut dengan “perichoresis” di mana Bapa-Anak-Roh Kudus saling mendiami. Perhatikan kesaksian di Yohanes 14:10, yaitu: “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.” Inti perkataan Kristus adalah Dia di dalam Bapa, dan Bapa di dalam Yesus. Yang mana Roh Kudus di sini sebagai Roh Allah yang menyelidiki segala sesuatu termasuk pula hal-hal yang tersembunyi di dalam diri Allah (bdk. 1Kor. 2:10).  

Untuk memahami Trinitas Allah perlu dibedakan antara “substansi” (hakikat) dengan “energi” Allah. Substansi lebih menunjuk kepada hakikat yang terjadi dalam diri Allah. Yang mana tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui, menyelami dan memahami secara utuh kedirian Allah sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus. Hakikat atau substansi Allah bersifat misteri. Sebaliknya yang kita ketahui tentang diri Allah adalah melalui “energi-Nya.” Apa yang dimaksud dengan energi Allah lebih menunjuk kepada sesuatu yang terjadi di luar Allah. Melalui energi-Nya, Allah meliputi dan menghidupi seluruh ciptaan. Di Kisah Para Rasul 17:27-28, rasul Paulus berkata saat dia berada di Aeropagus: “Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.”  Kata “di dalam” (en) Allah di sini menunjuk seluruh mahluk dan umat manusia berada dan hidup serta bergerak dalam energi Allah. Jadi kita tidak hidup dalam hakikat Allah. Hakikat Allah lebih menunjuk kepada relasi atau hubungan eksklusif dan intim antara Bapa-Anak-Roh Kudus. Itu sebabnya bagi gereja Orthodoks, esensi Allah hanya dapat diketahui secara negatif (negationis).

Di Surat 1 Timotius 6:16, Rasul Paulus menyatakan bahwa Kristus bersemayam bersama dengan Allah dalam terang yang tidak terhampiri, yaitu: “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.” Makna kata “terang yang tak terhampiri” (phoos oikoon aprositon) menunjuk kepada ketidakmungkinan dan keterbatasan manusia untuk mencapai atau menghampiri yang ilahi. Manusia juga tidak mampu mengungkapkan dengan bahasa atau kalimat tentang bagaimanakah hakikat atau esensi Allah.  Hakikat Allah melampaui seluruh pengetahuan dan pemahaman kita. Sebab hakikat atau esensi Allah tidak terbagi. Karena itu yang kita ungkapan dalam teologi dan ibadat adalah tentang Allah adalah “tentang siapa Allah” atau hypostasis (ὑπόστᾰσις) sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus. Kita mengetahui tentang Allah dan penyataan-Nya melalui penyataan energi-Nya. Di Roma 6:4 Rasul Paulus menyatakan Kristus dibangkitkan dari orang mati dengan kemuliaan Allah, yaitu: “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”  Kemudian di Roma 8:11 Rasul Paulus menyatakan bahwa yang membangkitkan Kristus adalah Roh Bapa. Jadi dari kesaksian Alkitab menyatakan bahwa Kristus dibangkitkan dengan energi (kuasa) Allah. Di Efesus 1:19-20 Rasul Paulus berkata: “dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya,  yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga.” Perhatikan kata “dengan kekuatan kuasa-Nya” (megethos tes dunameoos autou”).  Jadi Allah hadir dalam kehidupan umat manusia melalui energi atau kuasa-Nya.

Menuju Tujuan Pengilahian
Bila Allah di dalam Kristus hadir melalui energi (kuasa)-Nya, maka melalui karya penebusan Kristus umat manusia dipanggil menjadi bagian dalam energi Allah. Di dalam dan melalui Kristus, umat berenang dalam energi Allah. Saat energi Allah berada di dalam diri kita, maka kita mengalami rahmat Allah yang mengubahkan. Rahmat Allah memampukan kita untuk mengalami pembaruan. Karena itu tujuan akhir dari tindakan percaya kepada Kristus adalah “pengilahian” (deifikasi). Yang mana arti “pengilahian” bukan dimaksudkan umat percaya menjadi Allah, tetapi umat percaya memeroleh bagian dalam keilahian Allah sebagai “anak-anak Allah.” Sebab melalui rahmat Allah yang dikaruniakan kepada kita, kita dimampukan untuk mengalami penyucian. Karena itu penghormatan orang-orang kudus dalam gereja Orthodoks sama sekali bukan dimaksudkan untuk memuliakan mereka. Gereja Orthodoks menghormati orang-orang kudus karena menghormati Roh Kudus yang pernah bekerja dalam kehidupan orang-orang kudus   tersebut.  Jadi karena tujuan akhir dari karya keselamatan Allah kepada umat manusia adalah “pengilahian,” maka sesungguhnya Allah tidak pernah menetapkan Neraka untuk manusia. Neraka diciptakan Allah secara khusus untuk Iblis (bdk. Mat. 25:41). Allah di dalam hakikat kasih-Nya tidak pernah memilih dan menetapkan manusia untuk dihukum dalam Neraka (bandingkan pandangan Calvin tentang “predestinasi”). Manusia berada dalam hukuman Neraka adalah karena mereka menolak kasih Allah. Yang mana kasih Allah seperti api yang membakar. Bagi orang-orang yang hidup kudus dan benar, api kasih Allah justru akan memurnikan mereka. Sebaliknya bagi orang-orang yang hidup cemar dan menolak kasih karunia Allah di dalam Kristus, api kasih Allah akan membinasakan mereka seperti api yang membakar rumput kering. Karena itu dalam pandangan gereja Orthodoks, umat beriman yang mati akan ditempatkan di Firdaus. Saat kedatangan Kristus yang kedua mereka akan dibawa masuk ke surga. Sedang bagi umat yang tidak beriman mengalami kematian, maka nyawa mereka akan ditempatkan di Hades. Saat kedatangan Kristus yang kedua, mereka akan dibawa dalam penghukuman final di Gehena.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Catatan:

Ulasan dogma tentang Trinitas tersebut merupakan hasil ulasan dan diskusi Komisi Konfesi GKI dengan Dr. Daniel Byantoro, Ph. D di Asrama Duta Wacana Jogjakarta tanggal 24-25 Mei 2010, yang ditulis ulang oleh Pdt. Yohanes Bambang Mulyono.

Leave a Reply