(Matius 5:17-19)
Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga (Mat. 5:17-19).
Yesus memiliki jabatan sebagai Imam dan Raja. Tetapi apakah Yesus seorang nabi? Apa dasarnya gereja menyatakan bahwa Yesus adalah Nabi? Lalu apakah jabatan kenabian Yesus sama dengan para nabi sebelumnya? Di Markus 6:4 menyatakan: “Maka Yesus berkata kepada mereka: Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Di Markus 6:4 Yesus menyebut diri-Nya sebagai nabi, tetapi juga nabi yang ditolak di tempat asalnya kota Nazaret. Orang-orang sekampung-Nya meremehkan Yesus dengan berkata: “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu mereka kecewa dan menolak Dia” (Mark. 6:3). Yesus adalah Nabi yang ditolak oleh orang-orang di tempat asal-Nya sendiri.
Kriteria apakah yang menjadi ukuran seseorang disebut sebagai “nabi?” Pada prinsipnya seorang disebut nabi apabila ia mengalami, yaitu:
1. Penyataan Allah: Pengalaman khusus di mana seorang mengalami peristiwa teofani. Misalnya Musa mengalami teofani berupa nyala api yang keluar dari semak duri sehingga mengenal nama Allah sebagai Yahweh (Kel. 3:2-6).
2. Menerima pewahyuan Firman Tuhan: Firman yang diberitakan adalah firman yang diwahyukan Allah kepadanya, bukan rekaan pemikiran atau halusinasi manusia (Yeh. 3:1-3). Dalam Perjanjian Lama, firman Tuhan tersebut diwahyukan langsung. Karena itu tidak melalui mediator malaikat (Hos. 1:1; Yl. 1:1; Mikh. 1:1). Kata “malaikat Tuhan” dalam kasus Musa yang menampakkan diri dalam nyala api yang keluar dari semak duri lebih tepat gambaran sosok diri Allah secara anthropomorfisme. Sebab di Keluaran 3:2 disebut “malaikat Tuhan” lalu di Keluaran 3:4 disebut “Tuhan.”
3. Diutus oleh Tuhan untuk memberitakan firman kepada umat: Firman Tuhan yang diberitakan seorang nabi sebagai teguran kepada umat agar tidak tersesat dan binasa, tetapi dapat hidup dalam pertobatan dan kebenaran (Kel. 3:7-8; Am. 1:3-15).
4. Hidupnya menjadi tanda dan teladan: Kehidupan seorang nabi secara total dijadikan tanda dan teladan bagi umat sehingga apa yang ia lakukan sebagai manifestasi dari firman yang ia beritakan. Misalnya nabi Hosea diperintahkan Tuhan untuk menikah dengan seorang pelacur sebagai tanda umat Israel yang menyeleweng namun dikasihi Allah (Hos. 1:2-9). Kehidupan seorang nabi ditandai oleh kesalehan, berintegritas, setia, dan bersedia mempertaruhkan kebenaran dengan keselamatan hidupnya.
5. Dikaruniai mukjizat sebagai pelengkap bahwa sang nabi benar-benar diutus dan dipilih Allah untuk menyatakan kuasa Allah yang memulihkan dan menyembuhkan; misal nabi Elisa yang membangkitkan anak janda Sunem yang meninggal (2Raj. 433-34). Melalui karya-karya mukjizat yang terjadi Allah meneguhkan bahwa Ia memilih dan memakai seorang nabi sebagai hamba-Nya.
Di samping lima kriteria yang disebutkan di atas, seorang nabi umumnya memiliki karunia nubuat. Pengertian karunia nubuat adalah ilham atau wahyu dari Roh Kudus yang dikaruniakan kepada seorang yang dianggap layak untuk menyampaikan firman Tuhan tentang apa yang sedang terjadi atau apa yang akan terjadi. Berita yang disampaikan dalam nubuat tidak senantiasa bersifat ramalan tentang kejadian di masa mendatang, tetapi juga berita yang relevan dengan situasi yang sedang terjadi. Namun yang pasti melalui nubuatnya seorang nabi sedang memberitakan kebenaran yang disingkapkan Allah agar manusia dapat hidup dalam keselamatan. Karena itu surat 2 Petrus 1:21 berkata: “Nubuat tidak pernah disampaikan atas keinginan manusia. Sebaliknya, apa yang disampaikan manusia berasal dari Allah, karena mereka digerakkan oleh kuasa kudus.” Sebaliknya nubuat seorang nabi palsu tidak akan terjadi sebab lahir dari spekulasi dan rekaan belaka. Kitab Yeremia 14:14 berkata: “Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-Ku! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri.” Yesus juga pernah menubuatkan bahwa kota Yerusalem dan Bait Allah akan runtuh (Mat. 24:1-3). Nubuat Yesus tersebut terbukti terjadi pada tahun 70 M kota Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan oleh tentara Romawi di bawah pimpinan Jendral Titus.
Pelayanan Yesus senantiasa memberitakan firman yaitu Injil Kerajaan Allah. Ia mengajar dengan berbagai perumpamaan. Pengajaran Yesus sering diikuti pula dengan kuasa mukjizat-mukjizat-Nya. Nubuat Yesus senantiasa terjadi sebagai tanda bahwa apa yang Ia sampaikan sungguh-sungguh berasal dari Allah. Lebih utama lagi kehidupan Yesus dinyatakan dengan kekudusan dan kebenaran. Apa yang diajarkan Yesus dibuktikan secara konkret dalam ucapan dan perilaku-Nya. Yesus sendiri menyebut diri-Nya selaku seorang Nabi (Mark. 6:4). Namun apa yang menjadi kekhususan atau keistimewaan Yesus selaku seorang Nabi Allah? Apakah kualifikasi dan sifat-sifat kenabian Yesus sama seperti nabi-nabi sebelumnya termasuk nabi-nabi besar seperti Musa, Elia, Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel? Kita harus cermat saat menyebut dan menggambarkan Yesus selaku seorang Nabi.
Sebagaimana telah saya jelaskan di bagian awal bahwa berita atau nubuat yang disampaikan oleh seorang nabi bersumber pada ilham atau wahyu Allah. Karena itu sumber berita dari seorang nabi adalah penyataan Allah berupa firman yang diwahyukan kepadanya. Jikalau nabi tersebut memberitakan firman berdasarkan rekaan, pemikiran dan ucapannya sendiri maka ia tergolong sebagai Nabi Palsu. Pertanyaannya bagaimana kesaksian Alkitab tentang Yesus? Apakah Yesus pernah menerima wahyu seperti para nabi sebelumnya? Misalnya nabi Yoel yang disebutkan mengalami: “Firman TUHAN yang datang kepada Yoel bin Petuel” (Yl. 1:1). Tetapi kitab Injil-injil tidak pernah menyampaikan kesaksian, misalnya: “Firman Tuhan datang kepada Yesus dari Nazaret.” Jika demikian berasal dari manakah firman yang diberitakan oleh Yesus? Kedudukan Yesus selaku Nabi Allah namun memiliki pengertian yang bersifat khusus dan unik, sehingga membedakan Dia dengan para nabi yang pernah hidup di dunia. Keunikan dan kekhususan Yesus adalah: a). Penyata yang menyatakan Diri Allah, b). Sang Firman yang memberitakan firman, c). Pengutus yang diutus.
Yesus adalah Penyata yang menyatakan diri Allah. Pada saat Filipus murid-Nya bertanya kepada Yesus: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (Yoh. 14:8). Jawaban Yesus adalah: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami” (Yoh. 14:9). Filipus meminta agar Yesus memperlihatkan atau menjelaskan bagaimana sosok diri Allah kepadanya. Dalam jawaban Yesus kita dapat melihat bahwa sesungguhnya melalui hidup-Nya Yesus memperlihatkan diri Allah, sehingga barangsiapa yang telah melihat diri-Nya sesungguhnya telah melihat Allah sendiri. Yesus adalah Sang Penyata Diri Allah. Karena Yesus adalah Sang Penyata Diri Allah, maka Ia tidak membutuhkan penyataan diri Allah sebagaimana yang dialami oleh Musa berupa theofani berupa nyala api yang keluar dari semak duri, nabi Yesaya menerima penglihatan di Bait Allah tentang kemuliaan Allah, dan pengalaman nabi Yoel berupa datangnya firman kepadanya. Sebagai Penyata Diri Allah, Yesus memiliki hubungan yang khusus, intim dan tiada taranya dengan Allah. Hubungan yang eksklusif Yesus selaku Penyata Allah dengan diri Allah adalah karena Yesus adalah Sang Firman Allah.
Yesus adalah Sang Firman Allah yang memberitakan firman. Hakikat Yesus sebagai Sang Firman dinyatakan oleh Yohanes 1:1, yaitu: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Firman itu adalah Allah, tetapi pada saat yang sama Firman itu berbeda secara “personal” dengan Allah. Sang Firman adalah pribadi, Bapa adalah Pribadi, dan Roh Kudus adalah Pribadi. Namun tiga pribadi Allah tersebut meng-esa dalam persekutuan kasih. Sang Firman itulah yang menjadi manusia dalam diri Yesus (Yoh. 1:14). Firman itu menjadi manusia (ho logos sarx egeneto). Jadi Yesus selaku Sang Firman memiliki relasi keesaan dengan Allah dan Roh Kudus. Makna “esa” (ekhad) menunjuk pada kesatuan gabungan atau kesatuan dalam persekutuan kasih. Allah Trinitas adalah Bapa-Anak-Roh Kudus. Namun keunikannya adalah Yesus selaku Sang Firman Allah memberitakan firman kepada manusia. Sang Firman memberitakan firman dalam inkarnasi-Nya menjadi manusia. Karena itu berita yang Yesus proklamasikan merupakan “kabar baik” yaitu Injil Kerajaan Allah. Melalui firman yang diberitakan Yesus, sesungguhnya realitas Kerajaan Allah telah datang secara nyata dalam kehidupan manusia. Sebab firman yang diberitakan Yesus adalah Firman Allah yang sesungguhnya yaitu firman yang menciptakan kebaruan dan mengaruniakan anugerah keselamatan.
Yesus adalah Pengutus yang diutus Allah. Hakikat Yesus selaku Pengutus adalah karena Ia sehakikat dengan Allah dalam kekekalan, kemuliaan, dan kekuasaan. Allah yang esa dalam diri Bapa-Anak-Roh Kudus bekerja dalam persekutuan ilahi. Karya Allah Trinitas merupakan karya dari pribadi Bapa-Anak-Roh Kudus yang tidak terpisahkan (opera Trinitatis ad extra indivisa sunt). Karena itu pengutusan Yesus dalam inkarnasi-Nya menjadi manusia adalah pengutusan Allah Trinitas. Di Yohanes 17:18 Yesus berkata: “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” Makna frasa “Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia” menunjuk pada pengutusan Allah Trinitas kepada diri-Nya. Karena itu Yesus adalah Pengutus yang diutus Allah. Sebagai Pengutus yang diutus Allah, Yesus memiliki kemuliaan yang sejak kekal bersama dengan Allah. Doa Yesus di Yohanes 17:5 berkata: “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” Perhatikan bahwa Yesus telah memiliki kemuliaan Allah sebelum dunia ada. Ini berarti kemuliaan Yesus selaku Anak Allah telah ada sejak kekal bersama dengan Bapa dan Roh Kudus.
Dari uraian di atas, kita dapat melihat kedudukan Yesus yang membedakan Dia dengan seluruh nabi Allah, yaitu hakikat diri Yesus selaku: : a). Sang Penyata yang menyatakan Diri Allah, b). Sang Firman yang memberitakan firman, c). Pengutus yang diutus. Dengan ketiga kedudukan tersebut di atas menempatkan Yesus bukan sekadar seorang Nabi, walau pun Ia disebut juga Nabi Allah dalam pengertian Ia memberitakan firman yaitu Injil Kerajaan Allah. Namun secara esensial dan institusional gereja tidak pernah menyematkan gelar “Nabi” secara eksplisit dalam diri Yesus. Dalam doa dan liturgi gereja tidak pernah menyebut Yesus dengan gelar “Nabi Yesus.” Sebab gelar “Nabi” pada diri Yesus lebih bersifat fungsional daripada jabatan-Nya. Makna fungsional dalam “kenabian” Yesus terlihat dalam Lukas 4:43-44, yaitu: “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus. Dan Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.” Pengutusan Allah Trinitas dalam diri Yesus adalah Ia harus memberitakan Injil Kerajaan Allah agar manusia memperoleh pengharapan, pengampunan, pemulihan dan perspektif hidup yang baru sebagai anak-anak Allah. Jikalau makna “kenabian” Yesus bersifat fungsional, pertanyaannya adalah gelar atau jabatan apakah yang paling sesuai dengan diri Yesus? Jawabannya: Gelar Yesus yang utama adalah Tuhan dan Juruselamat yang dinyatakan dalam tiga peran selaku Nabi, Imam dan Raja.
Beberapa kali kita mendengar bahwa firman yang diberitakan Yesus disebut Injil Kerajaan Allah. Namun apakah yang dimaksud dengan Injil Kerajaan Allah itu? Injil Kerajaan Allah pada hakikatnya merupakan penggenapan seluruh firman Tuhan yang telah dinyatakan dalam Torah (Taurat), Nebiim (kitab nabi-nabi) dan Ketubim (kitab-kitab) yang tertulis dalam Perjanjian Lama. Penggenapan seluruh firman Tuhan tersebut dinyatakan dalam diri Yesus Kristus Sang Firman Allah sehingga melalui hidup dan karya Yesus, Allah menerobos masuk (intervensi) ke dalam sejarah dan kehidupan umat manusia untuk dibarui dan dipulihkan ke dalam realitas Kerajaan Allah. Karena itu melalui inkarnasi Yesus, umat manusia harus memberi respons iman kepada-Nya apakah percaya ataukah menolak. Konsekuensi respons iman tersebut menentukan keselamatan mereka, sehingga bagi mereka yang tidak percaya akan binasa. Dengan demikian sangat jelas bahwa berita yang disampaikan oleh Yesus tentang diri-Nya. Makna “Kerajaan Allah” yang dimaksud oleh Yesus adalah eksistensi diri-Nya selaku Anak Allah dan Sang Firman yang menjadi mansuia. Berulangkali Yesus dalam pengajaran-Nya menggunakan kata ego eimi yang artinya: “Aku adalah” misalnya: Aku Gembala yang Baik, Akulah Jalan-Kebenaran-Hidup, Akulah Pintu, Akulah Pokok Anggur yang Benar, Akulah Roti Hidup, Akulah Air Hidup, dan sebagainya. Dengan demikian jelas terdapat perbedaan dengan para nabi yang pernah ada. Jikalau para nabi senantiasa memberitakan firman yang diterimanya sebagai wahyu, maka Yesus memerankan tugas kenabian untuk memberitakan diri-Nya selaku Sang Firman yang menyelamatkan. Karena itu Yesus berkata: “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yoh. 12:48).
Pernyataan Yesus bahwa Ia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat atau Kitab Para Nabi tetapi menggenapi (Mat. 5:17) merupakan dasar pijakan teologis bahwa Yesus adalah Tuhan. Hukum Taurat dan berita para nabi adalah firman Tuhan yang diwahyukan Allah. Firman Allah dalam hukum Taurat dan kitab para Nabi adalah benar. Tetapi dengan wibawa-Nya Yesus menegaskan bahwa Ia datang untuk menggenapi seluruh firman tersebut. Arti “menggenapi” adalah menyempurnakan. Tindakan “menggenapi” atau menyempurnakan hanya dapat dilakukan oleh pribadi yang lebih berkuasa daripada kedudukan seorang nabi. Kita dapat melihat bagaimana Yesus mampu menggenapi atau menyempurnakan seluruh firman yang diwahyukan Allah dalam hukum Taurat dan kitab para Nabi karena Ia adalah: a). Penyata yang menyatakan Diri Allah, b). Sang Firman yang memberitakan firman, c). Pengutus yang diutus. Dengan demikian iman Kristen sesuai dengan kesaksian Alkitab tidak memiliki dasar apa pun untuk mengakui kenabian setelah Yesus Kristus. Tepatnya kenabian berakhir dan berpuncak pada diri Yohanes Pembaptis. Di Matius 11:13 Yesus berkata: “Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes.” Pasca kematian Yohanes Pembaptis telah tertutup panggilan Tuhan untuk melakukan jabatan kenabian. Namun setiap umat percaya dipanggil tugasnya secara fungsional sebagai nabi-nabi Allah, yaitu memberitakan kebenaran Allah yang menyelamatkan di dalam karya dan penebusan Yesus Kristus. Tugas kenabian dari umat percaya tersebut secara spesifik disebut sebagai saksi-saksi Kristus. Kisah Para Rasul 1:8 berkata: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono