Salah satu keluhan yang disampaikan beberapa ibu rumah-tangga kepada penulis adalah mereka sering harus mengerjakan pekerjaan rumah-tangga seorang diri. Sebab suami, dan anak-anak tidak mau membantu pekerjaan mereka misalnya untuk membersihkan rumah (menyapu dan mengepel), mencuci piring dan mencuci pakaian dengan alasan lelah. Padahal mereka tidak memiliki pembantu. Walau berulangkali si ibu rumah-tangga tersebut menyampaikan himbauan dan teguran, tetap saja para anggota keluarga tidak mau memahami dan membantu beban berat yang sedang dipikulnya. Para anggota keluarga tersebut hanya minta dilayani dan bergantung pada jasa pembantu. Berbeda dengan pengalaman penulis yang pernah tinggal dengan suatu keluarga warga-negara Amerika Serikat. Setiap anggota keluarga memiliki tugas dan perannya masing-masing, sehingga semua pekerjaan rumah dapat diatasi dengan baik. Walau masing-masing anggota keluarga tersebut memiliki pekerjaan dan karier yang sangat sibuk, namun mereka konsisten untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah mereka dengan sukacita. Bukankah kondisi tersebut dapat dipakai untuk menggambarkan kehidupan jemaat? Ada beberapa gereja yang sangat tergantung pada jasa “para profesional” atau “sukarelawan” untuk melayani mereka, sehingga mereka tidak bersedia ambil bagian “membereskan” pekerjaan rumah/gerejanya. Ada pula beberapa gereja yang benar-benar berperan sebagai komunitas yang saling melayani.
Gereja Tuhan bukan sekedar suatu komunitas, sebab gereja Tuhan adalah Tubuh Kristus. Di Surat Efesus 4:16 Rasul Paulus berkata: “Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota–menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.” Persekutuan umat dimaknai sebagai susunan seluruh tubuh yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota. Kita mengetahui bahwa saat satu bagian tubuh kita sakit, maka seluruh tubuh yang lain juga sakit. Demikian pula saat satu bagian tubuh tertentu tidak berfungsi, maka seluruh tubuh yang lain juga menghadapi problem. Karena itu apabila suatu jemaat hanya sebagian kecil yang berperan dan melayani, maka dapat kita pastikan gereja tersebut kehilangan kemampuan fungsinya yang optimal. Penyebab utama kehilangan fungsi tersebut adalah setiap bagian dari tubuh tersebut tidak bersedia dikendalikan oleh Kristus sebagai Kepala Tubuh (Ef. 4:15). Masing-masing anggota tubuh cenderung melakukan kehendak dan keinginannya masing-masing. Dalam konteks ini setiap umat memiliki “misinya” masing-masing namun tidak bersedia untuk mewujudkan misi bersama sebagai gereja Tuhan di tengah-tengah dunia ini.
Kegagalan kita untuk saling melayani karena kita memiliki “mental dilayani” sebagai suatu filosofi. Kita menganggap tindakan dilayani sebagai wujud perhatian orang lain kepada kita. Saat kita dilayani orang lain, kita juga menganggap diri kita menjadi penting. Tanpa disadari, kita memiliki konsep bahwa diri kita begitu “penting” sehingga orang lain harus memerhatikan kita, atau sebaliknya kita sering merasa “kurang penting” sehingga kita bangga ada orang lain yang memerhatikan dan memedulikan kita. Kita telah terjebak dalam perasaan “penting” dan “tidak penting” di hadapan sesama. Namun kita melupakan satu hakikat yang utama dalam menghayati diri sebagai persekutuan umat Tuhan, yaitu kita masing-masing memiliki panggilan. Perhatikanlah nasihat Rasul Paulus di Surat Efesus 4:1, yaitu: “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.” Hakikat kita sebagai umat percaya adalah menghayati peran dan tugas kita sebagai panggilan, dan senantiasa hidup berpadanan dengan panggilan hidup yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Nilai-nilai panggilan hidup itu adalah: kerendahan hati, lemah-lembut, sabar, dan kasih yang saling membantu, serta memelihara kesatuan roh oleh ikatan damai-sejahtera (Ef. 4:2-3).
Saat ini kita sebagai gereja telah bertekad memiliki wacana iman yang baru, yaitu pelayanan gerejawi wajib dilakukan oleh setiap anggota jemaat. Tata Gereja yang tertuang dalam Tata Laksana GKI menyatakan: “Pemberdayaan seluruh anggota GKI dan kelompok-kelompok pelayanan dalam Jemaag sebagai pelaku-pelaku pembangunan jemaat, dengan mendayagunakan talenta-talenta yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka serta memanfaatkan potensi-potensi dan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam Jemaat itu” (Tata Laksana GKI pasal 63). Dengan demikian setiap anggota jemaat tanpa terkecuali wajib saling melayani sesuai dengan panggilan dan talenta-talenta yang telah dikaruniakan Tuhan. Tujuannya adalah melalui pelayanan setiap anggota jemaat tersebut, kita dapat mewujudkan proses Pembangunan Jemaat, yaitu Tubuh Kristus dalam realitas kehidupan ini. Dalam konteks ini setiap umat dipanggil untuk menghayati visi-misi GKI Perniagaan. Visi GKI Perniagaan adalah: “Menjadi Jemaat yang Misioner.” Lalu untuk mewujudkan visi tersebut, Majelis Jemaat telah merumuskan misi GKI Perniagaan, yaitu: “Meneladan Kristus yang Menjadi Sahabat bagi Sesama dengan Menabur Kasih Allahdan Memberitakan Injil Kristus kepada Dunia.” Minggu depan pada 29 September 2013 akan diuraikan secara khusus “Visi-Misi” GKI Perniagaan. Untuk itu diharapkan setiap umat memerhatikan ulasan visi-misi yang telah ditetapkan oleh Majelis Jemaat GKI Perniagaan agar kita dapat menjadi komunitas yang saling melayani.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono