Trauma sering menyebabkan luka-luka batin dalam rentang waktu yang sangat panjang, sehingga perjumpaan yang terjadi dapat membuka kembali luka-luka batin tersebut. Pengalaman Yusuf dianiaya dan dijual oleh saudara-saudaranya telah menorehkan luka-luka yang dalam di hatinya. Namun luka-luka batin tersebut berhasil dipulihkan sehingga Yusuf mampu memaafkan kesalahan saudara-saudaranya. Bahkan Yusuf mengembangkan suatu refleksi teologis tentang rencana dan karya Allah yang memelihara seluruh saudaranya dan keselamatan banyak orang dari kelaparan. Melalui tindakan saudara-saudara Yusuf yang menjualnya, Allah diimani telah membawa Yusuf ke Mesir agar ia menjadi penyelamat bagi keluarga dan bangsa Mesir. Luka-luka batin Yusuf pulih karena ia tidak berorientasi pada peristiwa pahit di masa lampau. Sebaliknya Yusuf berorientasi pada keselamatan Allah dengan mengembangkan suatu teologi yang berpijak pada peristiwa masa lampau yang pahit namun diputuskan dengan keselamatan Allah yang terjadi di masa kini.
Masalah-masalah komunikasi dan relasi kita di masa kini seringkali masih terinfeksi dengan trauma-trauma di masa lampau. Luka-luka batin akan mendorong kita untuk menyebarkan luka-luka tersebut kepada banyak orang. Semakin dalam luka-luka batin tersebut, semakin kita memiliki potensi untuk melukai lebih dalam lagi. Itu sebabnya kita sering menjadi “budak-budak trauma di masa lalu.” Karena itu tanpa pemulihan dan pembaruan yaitu pengampunan dari Tuhan, kita akan menjadi pengembang budak-budak trauma kepada banyak orang, sehingga melahirkan berbagai bentuk kekerasan. Sebagaimana para penjajah melakukan berbagai macam kekerasan, demikian pula orang-orang yang menjadi budak trauma di masa lampau seringkali melakukan kekerasan dalam bentuk kata-kata, tindakan, ideologi, kebijaksanaan sosial-politik, dan teologi (pengajaran agama). Yusuf berhasil mematakan belenggu kekerasan, sehingga mampu mengampuni dan memperlakukan saudara-saudaranya yang pernah menganiaya dia dengan cinta-kasih. Karena itu kasih adalah dasar dari hakikat kemerdekaan yang sejati. Dari spiritualitas kasih tersebut lahirlah keadilan, kesetaraan hak bagi setiap orang/golongan, hidup yang harmonis dengan berbagai keberagaman, dan pendamaian yang utuh (lintas suku, budaya, agama, dan golongan).
Kemerdekaan negara kita Indonesia telah berusia 70 tahun, namun kita masih hidup dalam berbagai penjajahan. Sebab kuasa penjajahan yang sesungguhnya adalah dosa dan permusuhan dengan Allah, sehingga membawa akibat kerusakan relasi dan kekerasan dalam berbagai bentuk. Kuasa dosa tersebut harus dipatahkan melalui kuasa keselamatan Allah, yaitu karya penebusan Kristus. Kristus telah memberikan hidup-Nya dengan tujuan: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10:10b). Apakah Saudara telah dimerdekakan oleh Kristus sehingga mampu hidup dalam kasih dan pengampunan?
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono