Minggu Prapaskah III
Konteks Yohanes 4 dan Keluaran 17 memiliki persamaan. Di Yohanes 4 mengisahkan perempuan Samaria yang haus, sehingga ia meminta air dari Yesus supaya tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sumur itu untuk menimba air (Yoh. 4:15). Di Keluaran 17 umat Israel kehausan saat berkemah di Rafidim, sehingga mereka bersungut-sungut kepada Musa (Kel. 17:3). Rasa haus merupakan sinyal fisiologis bahwa tubuh membutuhkan air, sehingga apabila tidak dipenuhi dapat menyebabkan dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. Setiap mahluk hidup membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Bila tidak terpenuhi, maka kehidupan tidak akan bertahan. Demikian pula kehausan spiritual (rohani). Kehausan spiritual akan menyebabkan kita mengalami kekeringan rohani, kekosongan batin, perasaan gelisah dan jauh dari damai-sejahtera. Di tengah-tengah situasi umat yang sedang “kehausan” itu, Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum” (Yoh. 7:37).
Kebutuhan utama manusia modern pada masa kini adalah rasa haus yang cenderung untuk “memiliki.” Karena itu tidak mengherankan jikalau banyak orang menghalalkan cara untuk “memiliki lebih banyak.” Namun setelah memiliki lebih banyak, ternyata mereka tetap haus seperti seorang yang minum air laut. Rasa haus tersebut tidak dapat dihilangkan. Perempuan Samaria di Yohanes 4 tetap merasa haus secara seksual walau dia telah memiliki 5 orang pria untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Realitanya ia telah memiliki banyak, namun masih kekurangan dan haus. Penyebabnya karena hawa-nafsu telah “menipu” kita, sehingga kita tidak mampu mengalami makna hidup yang sesungguhnya. Sumber hawa-nafsu adalah kuasa dosa. Karya penebusan dan kasih Kristus adalah mematahkan belenggu kuasa dosa. Tuhan Yesus berkata: “Air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 4:14). Dalam Kristus tersedia mata-air yang tidak pernah kering dan memuaskan dahaga.
Jika demikian, mengapa kita selaku umat percaya juga masih merasa haus secara rohani? Karena kita masih lekat dengan dosa dan keinginan duniawi. Karena hati kita sesungguhnya tidak memuliakan Kristus. Kita cenderung memuliakan diri sendiri dan kuasa dunia melalui semua “harta milik” yaitu: kekayaan, status, kepandaian, keahlian, dan kenikmatan. Kita lebih melekat erat dengan semua milik tersebut, dan tidak melekat erat dengan Kristus, Sang Air Hidup. Karena itulah kita sering bersungut-sungut dan mudah bertengkar seperti umat Israel.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono