Allah yang Terlibat dalam Belarasa-Nya (Yohanes 4:27-38)
Salah satu karakter Allah yang utama adalah Allah Mahakuasa (omnipotent, almighty). Allah disebut Mahakuasa karena Ia memiliki semua kemampuan dan kekuasaan untuk melakukan segala hal untuk mencipta, memelihara, dan menyelamatkan. Khusus dalam penciptaan, Allah mampu menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) Dengan pemahaman teologis bahwa Allah adalah Mahakuasa, maka sebenarnya Ia tidak membutuhkan siapapun. Allah mampu melakukan segala sesuatu secara otonom dengan sempurna. Jadi pada hakikatnya Allah tidak membutuhkan patner atau kawan sekerja dalam melaksanakan karya penyelamatan-Nya. Namun sungguh ajaib di dalam penyataan dan karya keselamatan-Nya, Allah berkenan melibatkan manusia. Dengan kedaulatan-Nya, Allah berkenan memilih dan memanggil serta mengutus para hamba-Nya. Karena itu peristiwa pemanggilan Allah yang memperkenankan umat menjadi kawan-sekerja-Nya bukan karena Ia lemah, sebaliknya karena Ia adalah Allah yang Mahakuasa dalam kasih-Nya. Jadi Allah melibatkan manusia karena kuasa kasih-Nya agar umat tidak berperan sekadar sebagai penonton dan penikmat keselamatan, tetapi utamanya sebagai pelaku keselamatan bagi sesama.
Karakter Allah yang Mahakuasa meliputi dua dimensi, yaitu: Allah Mahakuasa dalam kekuatan-Nya yang mencipta dan memelihara, dan Allah Mahakuasa dalam kasih-Nya yang melibatkan manusia sebagai kawan-sekerja-Nya. Dimensi kemahakuasaan Allah dalam mencipta dan memelihara dinyatakan dalam karya-Nya yang kreatif dan providensia. Dimensi kemahakuasaan Allah dalam melibatkan manusia merupakan dimensi relasional yang dilandasi oleh perjanjian kasih-setia-Nya. Dengan demikian pada diri Allah memiliki potensi (kuasa) yang kreatif dan memelihara (providensia), dan kasih relasional yang memampukan Dia untuk menjalin perjanjian anugerah-Nya. Dengan dua dimensi ilahi tersebut, Allah dengan kemahakuasaan-Nya mencipta dan memelihara, namun Ia berkenan melibatkan manusia dalam karya keselamatan-Nya. Manusia dipanggil untuk berpartisipasi dan terlibat penuh dalam penatalayanan Allah untuk merawat alam ciptaan dan menjadi para saksi yang berperan menyampaikan kabar keselamatan bagi semua mahluk. Karena itulah di dalam Yesus Kristus, Allah melibatkan manusia sebagai rekan sekerja-Nya. Jika demikian sejauh mana umat yang dipilih dan dipanggil berkenan melaksanakan tugas pengutusan-Nya dan menyelesaikan tugas/misi Allah dengan setia.
Konteks perikop Yohanes 4:27-38 adalah percakapan Yesus dengan perempuan Samaria. Kita tidak akan membahas tentang dinamika dan isi percakapan Yesus dengan perempuan Samaria, sebab perikop kita adalah Yohanes 4:27-38. Namun yang pasti percakapan Yesus dengan perempuan Samaria tersebut bukanlah suatu kejadian yang insidentil. Kejadian percakapan Yesus dengan perempuan Samaria adalah berada dalam agenda karya keselamatan Allah. Agenda karya keselamatan Allah tersebut terlihat dari kesaksian Yohanes 4:3-4, yaitu: “Iapun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea. Ia harus melintasi daerah Samaria.” Perhatikanlah secara khusus Yohanes 4:4 yang menyatakan: “Ia harus melintasi daerah Samaria.” Kata “harus” (dei) dalam Yohanes 4:4 menyatakan bahwa Yesus dengan penuh kesadaran dan perencanaan melewai daerah Samaria. Yesus mengetahui apa yang akan Ia lakukan di daerah Samaria. Babak kisah yang akan terjadi dengan kedatangan Yesus di daerah Samaria dinyatakan: “Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf” (Yoh. 4:5). Di Sikhar, yaitu sumur yang diberikan Yakub kepada anaknya Yusuf terjadi perjumpaan dan percakapan antara Yesus dengan perempuan Samaria (Yoh. 4:6). Puncak seluruh percakapan Yesus dengan perempuan Samaria adalah Yesus menyingkapkan identitas diri-Nya, yaitu: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau” (Yoh. 4:26). Pernyataan “Akulah Dia” (egoo eimi) adalah penyingkapan diri Yesus yang sesungguhnya sebagai Mesias Allah yang mampu mengaruniakan keselamatan dan air hidup bagi manusia.
Di tengah-tengah peristiwa penyataan diri Yesus kepada perempuan Samaria tersebut kedatangan murid-murid Yesus menjadi interupsi sehingga percakapan Yesus selanjutnya dengan perempuan Samaria tersebut terputus. Para murid Yesus heran bahwa Yesus berbicara dengan perempuan Samaria tetapi mereka tidak ada yang bertanya: “Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?” Walaupun demikian, bagi perempuan Samaria tersebut penyataan diri Yesus telah jelas. Seluruh proses percakapan yang ia alami telah membuka seluruh kesadarannya sebagai seorang yang berdosa dan membutuhkan keselamatan. Karena itu di Yohanes 4:28 perempuan Samaria tersebut meninggalkan tempayannya, lalu ia pergi ke kota dan menyampaikan kesaksian, yaitu: “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?” (Yoh. 4:29).
Dua tindakan yang dilakukan oleh perempuan Samaria yang telah mengalami proses pembaruan dalam kehidupannya, yaitu:
- Meninggalkan tempayannya: Makna tempayan dalam konteks kisah ini adalah barang yang menjadi penting untuk kebutuhan hidup sehari-hari yaitu mengambil dan menyimpan air. Tujuan utama dari perempuan Samaria datang ke Sikhar, sumur Yusuf adalah menimba dan mengambil air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi kini yang utama bagi perempuan Samaria tersebut adalah dia telah menemukan “air hidup”yang ditawarkan oleh Yesus.
- Memberi kesaksian: Perempuan Samaria tersebut mengajak orang-orang di kotanya untuk melihat secara langsung diri Yesus. Dia meyakinkan orang-orang di sekitarnya untuk memastikan bahwa Yesus adalah Mesias sebab Yesus telah menyampaikan segala sesuatu tentang diri perempuan Samaria termasuk seluruh latarbelakangnya. Kesaksian perempuan Samaria tersebut menegaskan bahwa Mesias melihat kemampuan untuk “omniscience” (mahatahu) sebagaimana Allah adalah Mahatahu.
Efek kesaksian perempuan Samaria tersebut begitu menyentuh dan membawa daya tarik yang begitu besar bagi orang-orang yang mengenal perempuan Samaria. Mereka umumnya telah mengenal perempuan Samaria tersebut dengan track-record semua perbuatannya. Tetapi kini perempuan Samaria tersebut menunjukkan suara perubahan hidup yang begitu nyata. Karena itu mereka berbondong-bondong pergi menemui Yesus. Yohanes 4:30 menyatakan: “Maka merekapun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus.” Orang banyak di kampung perempuan Samaria penasaran tentang siapakah orang yang bernama Yesus, sehingga Dia mampu membawa suatu perubahan yang begitu besar kepada perempuan Samaria yang hidup dengan lima pria. Mereka juga ingin mengetahui seseorang dengan gelar Mesias, sebab orang-orang Samaria juga percaya dan mengharapkan kedatangan Mesias Allah.
Melalui perempuan Samaria tersebut kita dapat melihat bagaimana Allah di dalam Kristus berkenan melibatkan seorang perempuan yang hidup dalam dosa perzinahan, lalu diubah menjadi seorang saksi bagi sesamanya. Dasar pemilihan Allah untuk melibatkan umat adalah Dia tidak menentukan berdasarkan kriteria manusiawi. Masa lalu yang kelam dari seseorang tidak berarti ia kehilangan harapan untuk dipulihkan dan dipakai oleh Allah dalam karya keselamatan-Nya. Di dalam Kristus, senantiasa tersedia harapan dan masa depan yang lebih cerah bahkan Dia memanggil kita menjadi agen-agen perubahan di tengah-tengah masyarakat. Air hidup Yesus yang telah diterima perempuan Samaria tersebut kini ia bagi-bagikan kepada orang-orang di sekitarnya.
Lalu di Yohanes 4:31 mengisahkan para murid Yesus datang membawakan makanan bagi Yesus. Para murid dalam konteks ini juga dilibatkan Allah untuk mendukung pelayanan Yesus melalui penyediaan makanan. Peran para murid saat itu dihargai Yesus, tetapi dalam konteks tersebut Yesus mengajak mereka memahami makanan yang tidak sekadar makanan. Di Yohanes 4:32 menyatakan: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.” Tentu saat itu Yesus sebagai manusia membutuhkan makanan jasmani, tetapi yang lebih utama lagi adalah: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34). Para murid diajak Yesus untuk memahami tujuan Allah melibatkan kehidupan mereka. Model spiritualitas yang dilakukan oleh Yesus dalam memahami tujuan Allah sehingga menjadi Tiga Model Spiritualitas dalam kehidupan para murid dan umat percaya adalah:
- Melakukan kehendak Allah: Para murid dan umat mampu memahami isi hati dan maksud Allah dalam firman-Nya sehingga mereka bersedia memberlakukannya sebagai sistem nilai yang menginspirasi dan meresapi setiap nilai-nilai yang mereka hayati dan putuskan dalam kehidupan sehari-hari.
- Mengutus dan diutus: Para murid dan umat bertindak atas dasar pengutusan Allah. Mereka tidak memberitakan Injil dan melayani menurut kehendak pribadi karena itu mereka bersedia mempertanggungjawab seluruh karya dan tugas pelayanan kepada Allah yang dinyatakan melalui gereja-Nya. Di dalam makna pengutusan terkandung pemberian wewenang, job-description, dan cara pelaksanaan yang benar sesuai dengan kaidah hukum Kerajaan Allah. Setelah itu mereka yang diutus bersedia dievaluasi dan mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaannya.
- Menyelesaikan pekerjaan Allah: Para murid dan umat bersedia menyelesaikan sampai akhir dengan hasil yang baik. Makna “menyelesaikan” dari kata “teleoo” yang dipakai juga oleh Injil Yohanes saat Yesus akan wafat. Di Yohanes 19:28 menyatakan: “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai.” Lalu di Yohanes 19:30 yaitu: “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.” Kata “teleoo” tersebut di Yohanes 19:30 menjadi tetelestai yang arti “sudah menyelesaikannya.” Makna tugas menyelesaikan menentukan kualitas spiritualitas hidup seseorang, konsistensi dan kesetiaannya sampai pada akhir kehidupan. Namun tidak jarang umat tidak menyelesaikan tugasnya sampai akhir. Mereka berhenti dan menyerah di saat menghadapi terpaan persoalan dan tantangan yang sangat berat.
Kesimpulan dari Yohanes 4:27-38 adalah Allah di dalam Kristus melibatkan orang-orang yang dipanggil dan diutus-Nya. Allah melibatkan perempuan Samaria walau latar-belakang dan masa lalunya sangat kelam. Allah juga memilih dan memanggil para murid untuk terlibat dalam karya keselamatan yang sedang dikerjakan di dalam Kristus. Di Yohanes 4:38, Yesus berkata: “Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.” Makna ucapan Yesus tersebut menegaskan bahwa para murid menuai dari apa yang tidak senantiasa mereka tabur dan usahakan. Pertobatan perempuan Samaria bukanlah hasil perjuangan mereka, tetapi inisiatif dan tindakan Allah di dalam Kristus. Dengan demikian dalam pertumbuhan dan perkembangan gereja kita dapat melihat bahwa orang-orang yang menjadi percaya kepada Kristus sebenarnya berasal dari berbagai peristiwa dan latar-belakang. Mereka tidak semua berasal dari suatu denominasi, hasil program pelayanan gereja dan peristiwa gerejawi tertentu. Karena itu setiap gereja Tuhan perlu semakin rendah-hati untuk saling mendukung dan bekerja-sama dalam melaksanakan tugas panggilan Tuhan. Sebab Tuhan melibatkan orang-orang yang dipilih dan dikehendaki-Nya. Sifat dan karakter ekumenis perlu ditanamkan dalam kehidupan umat.
Jika Allah berkenan melibatkan manusia dalam karya-Nya, apakah kita juga memiliki sikap rohani yang tulus mendelegasikan tugas dan memberdayakan rekan sepelayanan untuk dikader serta menjadi kawan sekerja yang setia? Ataukah kita lebih cenderung bekerja seorang diri, merasa diri lebih mampu dan menolak bekerja-sama dengan rekan sepelayanan? Allah melibatkan, manusia ikut serta. Di dalam Kristus, kita dilibatkan Allah dalam suatu rangkaian organis menjadi Tubuh Kristus dengan fungsi yang berbeda dan saling melengkapi.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono