“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6).
Anak-anak muda atau remaja kita adalah generasi yang dianugerahkan Tuhan di tengah keluarga kita. Kehadiran mereka membawa sukacita, semangat dan pengharapan. Namun tidaklah mudah menjalin komunikasi dengan anak-anak muda atau remaja kita. Perubahan zaman juga membawa perubahan pola pikir, sikap, dan tingkah-laku. Karena itu terjadilah jarak komunikasi yang disebut dengan “gap-generation.” Para orang-tua merasa tidak dihormati dan dimengerti oleh anak remaja. Sebaliknya para remaja merasa tidak dipahami oleh orang-tua mereka. Kesalahpahaman dan konflik tidak terelakkan. Padahal anak-anak muda, yaitu remaja kita dipanggil untuk mengenal kasih Allah, keselamatan-Nya, dan hidup baru di dalam Kristus. Jika demikian bagaimanakah kita harus menyampaikan pesan-pesan luhur firman Tuhan kepada para remaja kita? Sementara kita sering kesulitan menjalin komunikasi dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari?
Penghalang komunikasi orang-tua dengan remaja tentu melibatkan berbagai faktor, misalnya: kematangan rohani, kualitas kearifan, pola asuh, suasana keluarga, hubungan para anak remaja dengan teman-teman sepergaulan, dan pandangan hidup. Namun juga disebabkan faktor perbedaan generasi dalam menafsirkan realitas. Ada beberapa klasifikasi tipe generasi yang perlu dikenali, yaitu: (1). Generasi Baby-Boomers (1946-1964) dengan ciri-ciri: mengutamakan proses daripada hasil, work-alkoholic (pekerja keras), suka berkomunikasi langsung dan menjalin relasi. (2). Generasi X (1965-1979) dengan ciri-ciri: relasi dengan orang-tua yang baik, mendapatkan pendidikan yang cukup baik, mulai mengenal komputer dan kecanggihan teknologi. (3). Generasi Y (1980-1995) dengan ciri-ciri: teknologi dan internet yang semakin berkembang, sehingga mereka sangat terampil dalam mengoperasikan, lebih optimis dan percaya diri, kurang menghargai peran/otoritas orang tua, dan kreatif-ambisius. (4). Generasi Z (1996-2010) dengan ciri-ciri:
mereka mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik, lebih mengutamakan kepentingan luar dan produk yang bermerk, menganggap generasi orang-tua sebagai generasi yang kolot, terpengaruh dengan media sosial dan kecanduan.
Semakin besar rentang antar generasi semakin besar kemungkinan tingkat kesulitan komunikasi antara orang-tua dengan generasi anak-anak tersebut. Namun tidak berarti tidak ada jalan keluar. Kekuatan kasih dan hikmat dalam pengajaran firman Tuhan yang dinyatakan dalam keteladanan orang-tua adalah cara yang paling efektif. Apapun tipe dan karakter dari generasi anak-anak kita, mereka tetap menghargai keteladanan orang-tua dalam kehidupan sehari-hari. Sebab setiap anak dan generasi keturunan kita membutuhkan model yang konkret sehingga mereka mengikuti pola-pola pendidikan yang diwariskan orang-tua. Mereka pengenalan dan pengalaman berjumpa dengan Allah yang hidup di dalam Kristus melalui kehidupan orang-tua mereka.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono