Minggu I Sesudah Natal
Setiap manusia dan mahluk hidup membutuhkan ruang. Makna “ruang” bukan sekedar suatu habitat, namun juga tempat bereksistensi dan aktualisasi. Karya keselamatan Allah juga membutuhkan “ruang.” Inkarnasi Firman Allah menjadi daging bukan berada di luar “ruang kehidupan” manusia, namun Ia terintegrasi dalam suatu ruang, yaitu tubuh manusia dan konteks hidup umat Israel waktu itu. Matius 2:13 mempersaksikan bahwa Raja Herodes berupaya untuk membunuh bayi Yesus, sehingga malaikat Tuhan menyuruh Yusuf untuk membawa Maria dan bayi Yesus segera melarikan diri ke Mesir. Raja Herodes mencoba untuk meniadakan ruang bagi karya keselamatan Allah karena bayi Yesus dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaannya. Dia kuatir bayi Yesus kelak akan merebut kekuasaannya sebagai raja.
Kekuatiran Herodes begitu besar sehingga dia bukan hanya mencari bayi Yesus, tetapi juga menyuruh membunuh setiap bayi di Betlehem yang usianya di bawah dua tahun. Rasa kuatir dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak rasional, kejam, dan tidak berbelas-kasihan. Penyakit paranoid merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai oleh perasaan terancam, curiga, dan kuatir yang berlebihan sehingga tidak mampu membedakan antara imaginasi dan realita. Penyakit paranoid dalam tingkat tertentu sering menghinggapi dan mempengaruhi kehidupan pribadi kita. Karena didorong oleh perasaan kuatir, curiga, dan terancam tersebut kita sering menjadi orang-orang yang berupaya menyingkirkan setiap orang yang dianggap berbahaya dan menjadi saingan kita. Kita kuatir “ruang hidup” (rasa nyaman, kekuasaan, dan kesenangan) kita direbut oleh orang lain.
Selama kita hidup dalam kekuatiran, kita tidak akan ikhlas memberi ruang bagi sesama. Kekuatiran adalah musuh kerohanian yang berbahaya. Sebab orang yang serba kuatir adalah orang-orang yang tidak mampu berdamai dengan diri sendiri. Menerima karya keselamatan Allah berarti kita bersedia didamaikan dengan Allah. Mengamini Yesus sebagai “Sang Imanuel” berarti kita menerima penyertaan Allah yang mendamaikan dan mengampuni. Hidup sebagai anak-anak Allah berarti kita mampu memberi ruang bagi sesama bahkan sesama yang berbeda suku, pandangan hidup, denominasi gereja, agama, dan ideologi. Kita memberi ruang karena kita telah memperoleh ruang dari Allah untuk menghayati ziarah iman di tengah dunia ini.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono