Latest Article
Kebangkitan Kristus Meneguhkan Iman (Roma 6:8-10)

Kebangkitan Kristus Meneguhkan Iman (Roma 6:8-10)

“Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena
kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut
tidak berkuasa lagi atas Dia” (Rm. 6:8-9).

Semua tokoh besar seperti para filsuf, nabi-nabi, dan pembaru dunia mengalami kematian. Mereka telah berkontribusi memberi pengaruh yang besar bagi peradaban dunia walaupun sekarang sudah wafat. Para tokoh besar yang namanya terus disebut oleh manusia di abad 21 misalnya: Sidharta Gautama sebagai Budha, Khonghucu dalam ajaran Konfusionisme, Sokrates-Plato-Aristoteles sebagai filsuf Yunani. Daftar nama-nama para tokoh besar dapat terus diperpanjang. Apabila kita merenungkan semua karya besar para tokoh tersebut, sebenarnya kematian mereka tidak menghalangi pengaruh dan kontribusi bagi peradaban dan perkembangan sejarah. Seandainya Yesus juga tidak bangkit dari kematian, pengaruh dan kontribusi Yesus bagi peradaban dan kehidupan umat manusia tetap besar. Ajaran-ajaran dan keteladanan Yesus tentang kasih, kebenaran, keadilan, dan perdamaian tidak akan lekang oleh waktu. 

Keunikan dan keistimewaan tokoh Yesus di antara seluruh tokoh dunia adalah Ia tidak mengalami kematian selama-lamanya. Ia pernah wafat, tetapi mampu bangkit dari kematian-Nya. Semua dugaan dan tuduhan bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh wafat dapat dipatahkan oleh para ahli  sejarah. Sebab dokumen-dokumen di luar Alkitab menguatkan bahwa Yesus wafat melalui eksekusi salib pada masa pemerintahan Pontius Pilatus. Di Yohanes 19:34 menyatakan seorang prajurit menikam lambung Yesus, yaitu: “Tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.” Yesus tidak mati suri sebagaimana yang dikemukakan oleh ajaran Ahmadiyah. Yesus juga tidak lolos dari penyaliban dengan campur-tangan Allah yang menyerupakan wajah salah seorang murid-Nya sebagaimana yang disaksikan oleh Quran atau kepercayaan Islam. Karena itu bukti kematian Yesus tidak dapat diragukan lagi. Semua keraguan tentang kematian-Nya hanya didasarkan pada perkiraan atau persepsi subjektif. Orang-orang yang menolak kematian Kristus tidak ada yang dapat menyajikan fakta dan data, kecuali tulisan dari abad VII yang diklaim sebagai wahyu Allah. Padahal penulis wahyu tersebut tidak pernah datang ke Yerusalem atau tanah Israel. Jadi kematian Kristus adalah suatu kepastian sejarah. 

Apabila kematian Yesus merupakan kepastian, apakah kebangkitan-Nya juga pasti? Sebab beberapa orang berpandangan bahwa kebangkitan Yesus sebenarnya merupakan ilusi. Alasannya pada waktu itu para murid Yesus mengalami goncangan mental akibat kematian-Nya. Goncangan mental terjadi karena para murid begitu terkesan dan terpesona dengan kuasa mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Mereka menaruh harapan yang begitu besar bahwa Yesus dapat membebaskan umat Israel dari penjajahan bangsa Romawi. Tetapi seluruh harapan dan kekaguman para murid menjadi runtuh saat mereka menyaksikan bagaimana para prajurut Romawi menyalibkan Yesus sebagai seorang penjahat. Goncangan mental para murid Yesus tersebut diduga menimbulkan ilusi. Pikiran dan perasaan mereka terbelah. Di satu pihak pikiran mereka tahu bahwa Yesus telah wafat, tetapi di pihak lain perasaan mereka menolak sehingga menganggap Yesus masih hidup. Bagaimana kita harus menjawab dugaan atau pandangan bahwa kebangkitan Yesus hanya ilusi akibat goncangan mental yang dialami oleh para murid Yesus? 

Goncangan mental yang dialami oleh para murid Yesus tidak dapat disangkal. Kondisi goncangan mental para murid Yesus sering disebut dengan cognitive dissonance (ketidaksesuaian pemahaman). Secara sederhana arti dari cognitive dissonance adalah kondisi ketidaknyamanan yang dialami oleh seseorang karena antara fakta atau realitas tidak sesuai dengan keyakinan atau kepercayaannya. Bagaimana kita menyikapi situasi goncangan mental yang dialami oleh para murid Yesus tersebut? Apakah benar kebangkitan Yesus hanyalah ilusi? Umumnya ilusi atau kemungkinan sindrom cognitive-dissonance hanya dialami oleh seseorang, bukan kelompok atau komunitas. Tetapi dalam kesaksian tentang kebangkitan Yesus mereka sebagai komunitas mengalami kehadiran Yesus selama 40 hari secara berturut-turut. 

Yesus yang bangkit bukan hanya menampakkan diri-Nya beberapa kali, tetapi selama 40 hari berturut-turut. Kisah Para Rasul 1:3 menyatakan: “Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.” Perjumpaan Yesus yang bangkit dengan 2 orang murid saat berjalan menuju Emaus menunjukkan bahwa mereka bukan sedang merenung di kamar tertutup, tetapi saat mereka berjalan. Kondisi “merenung” di kamar tertutup atau mengasingkan diri dari pergaulan menunjuk pada kondisi sedih dan depresi. Sebaliknya dua orang murid yang berjalan ke Emaus justru diajak berpikir jernih dan rasional. Yesus yang bangkit menjelaskan semua nubuat tentang Dia sesuai nubuat Kitab Suci. Lukas 24:27 menyatakan: “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.”

Semua murid Yesus melihat dengan kepala dan mata bagaimana Yesus membuktikan bahwa Ia hidup dengan makan ikan goreng. Kepada Tomas, Yesus menyuruh dia untuk menyentuh luka-luka di kedua tangan dan lambung-Nya. Lebih daripada semua bukti itu adalah bahwa ilusi akibat cognitive dissonance tidak pernah membawa pengaruh yang menyebabkan orang-orang yang bersedia mati demi keyakinannya. Pemikiran yang waras dan beradab tidak pernah lahir dari orang-orang yang sakit secara kejiwaan. Ajaran iman Kristen melahirkan pemikiran-pemikiran rasional yang kritis, inspiratif dan transformatif. Sejarah membuktikan bahwa para murid dan umat Kristen perdana bersedia mati demi iman dan kebenaran akan kesaksiannya bahwa Kristus wafat dan bangkit. Mereka semua mempersaksikan kebenaran tentang Kristus di dalam sikap yang penuh kasih, penuh damai, dan keberanian yang tulus. Para martir adalah orang-orang yang berintegritas, intelektual, dan hidup dalam kemurnian serta kesalehan.

Fakta bahwa para murid Yesus pernah mengalami goncangan mental, tetapi kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Sebab kehadiran Kristus yang bangkit secara signifikan menghadirkan damai-sejahtera (eirene, shalom) kepada para murid-Nya. Berulangkali kitab Injil menyatakan bahwa Tuhan Yesus yang bangkit menyapa para murid-Nya yang sedang ketakutan dengan damai-sejahtera-Nya. Di Yohanes 20:19-21 Yesus yang bangkit mengaruniakan damai-sejahtera kepada para murid-Nya. Tuhan Yesus berkata: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” Ucapan damai-sejahtera dari Tuhan Yesus tersebut bukan sekadar sapaan, tetapi utamanya adalah anugerah pemulihan dan peneguhan kepada para murid-Nya yang waktu itu sedang mengalami goncangan batin. Pemulihan dan peneguhan tersebut dikaruniakan oleh Tuhan Yesus dengan kekuatan dan kuasa Roh Kudus. Di Yohanes 20:22-23, Tuhan Yesus berkata: “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” Sangat jelas Kristus yang bangkit telah membarui dan memulihkan batin para murid-Nya yang tergoncang. Mereka dipenuhi oleh damai-sejahtera dan pemulihan Roh Kudus. Mereka diberi kuasa untuk mengampuni dosa. 

Jantung iman Kristen berpusat pada wafat dan kebangkitan Kristus. Di surat 1 Korintus 15:17-18 menyatakan: “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus.” Jaminan keselamatan dan pengampunan dosa dari Allah didasarkan pada peristiwa kebangkitan Kristus. Karena itu seandainya Yesus Kristus tidak dibangkitkan maka iman kita tidak berguna. Sia-saja saja kita percaya kepada Allah! Lebih daripada itu setiap orang Kristen masih hidup dalam kuasa dosa, sehingga kita akan binasa selama-lamanya. Karena itu kepastian kebangkitan Kristus sangat menentukan keselamatan, eksitensi kekristenan, dan hakikat kebenaran yang menjadi seluruh landasan etis-moral. Kepastian kebangkitan Kristus bernilai sama dengan kepastian kematian-Nya. Karena itu seharusnya setiap manusia percaya dan beriman kepada Kristus. Umat manusia dan dunia membutuhkan keselamatan dari Kristus. Sebab tidak ada salah satu alasan yang bisa membantah bahwa Yesus bukan sekadar nabi. Ia adalah Sang Firman yang sehakikat dengan Allah. Yesus Kristus membuktikan bahwa diri-Nya memiliki kodrat manusia dan ilahi. Kristus adalah Tuhan (kyrios). Karena itu Yesus tidak sekadar mengubah kehidupan umat manusia dengan ajaran dan keteladanan-Nya yang luar biasa sebagaimana yang dilakukan oleh para tokoh sejarah, filsuf dan para nabi. Tetapi utamanya Yesus mampu mengubah seluruh aspek kehidupan, sejarah, dan peradaban manusia dengan kematian dan kebangkitan-Nya yang supernatural. 

Para tokoh besar seperti filsuf dan para nabi hanya bisa memberi pengaruh dari pemikiran, pandangan, dan jalan hidup mereka. Tetapi para tokoh besar tersebut tidak dapat memberi jaminan keselamatan, pengampunan dosa, dan pendamaian yang total dengan Allah. Pengaruh kehidupan para tokoh bersifat terbatas, dan temporal. Sebaliknya pengaruh wafat dan kebangkitan Kristus bersifat esensial, total, menentukan, definitif, dan kekal. Roma 6:8-9 menyatakan: “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia.” Para filsuf dan nabi tidak berkuasa membawa anggota atau umatnya kepada kehidupan kekal atau keselamatan baik dalam kehidupan saat ini, maupun kehidupan setelah kematian. Sebaliknya di dalam Kristus, setiap orang percaya akan dipersekutukan dengan kebangkitan-Nya. Umat percaya akan mengalami keselamatan saat di dunia, tetapi juga setelah kematian. Mereka memiliki pengharapan, sekaligus jaminan keselamatan. 

Di abad 21 khususnya pasca Covid 19 umat manusia menghadapi perubahan yang begitu luar biasa. Nilai-nilai kebenaran menjadi serba relatif. Kita menghadapi situasi ketidakpastian dalam berbagai aspek kehidupan. Itu sebabnya kini semakin tumbuh sikap atheistis dan agnostis. Banyak orang yang kehilangan iman kepada Tuhan. Mereka menjadi atheistis. Lalu sebagian lagi percaya kepada Allah, namun Allah yang tidak dikenal. Mereka adalah orang-orang yang agnostik. Orang-orang agnostik percaya bahwa Allah adalah Pencipta, tetapi Ia tidak lagi berperan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia. Secara umum manusia di masa kini merasa ditinggalkan oleh Allah bagaikan yatim-piatu. Karena itu cukup banyak orang yang mengalami kesepian, kesendirian, dan perasaan kosong.

Di tengah-tengah situasi ketidakpastian dan kesendirian itu, kini banyak orang mencari pegangan atau jawaban yang diharapkan dapat menenangkan batinnya. Muncul orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai nabi, mesias, dan penyelamat. Muncul berbagai sekte dan bidat. Tetapi sayang sekali para tokoh bidat dan mesias palsu tersebut tidak bisa membuktikan konsistensi, ketaatan, kesetiaan dan pengaruhnya dalam kematian. Mereka juga tidak bisa membuktikan bahwa mereka mampu mengalahkan kuasa maut, yaitu bangkit dari kematian. Mereka mengalami kematian seperti manusia pada umumnya. Apabila kita mengikuti mereka, kita bukan hanya akan disesatkan tetapi juga akan mengalami kebinasaan. Karena itu kita membutuhkan sosok pribadi ilahi yang tanpa dosa, benar, kudus, sehakikat dengan Allah dan telah membuktikan kuasa-Nya mengalahkan kematian serta maut. Umat manusia membutuhkan pertolongan, penebusan, dan keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus. Yesus Kristus yang wafat dan bangkit adalah sungguh-sungguh Juruselamat dunia.

 Sejauh spiritualitas umat percaya yaitu seluruh orang Kristen di dunia didasarkan pada iman kepada Kristus yang bangkit, mereka akan sanggup menghadapi berbagai perubahan dan ketidakpastian yang sedang terjadi. Pertanyaan utama yang perlu kita renungkan dan jawab secara jujur di hadapan Tuhan pada hari Paskah ini adalah apakah saat ini setiap umat bersedia membuka hati untuk dipenuhi oleh damai-sejahtera Kristus? Apakah kita saat ini bersedia menerima Roh Kudus yang akan meneguhkan kita untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah bangkit dan berkuasa atas maut? Firman Tuhan berkata: “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Rm. 10:9). Iman kepada Kristus yang bangkit akan menghasilkan kekuatan supranatural, yaitu kuasa ilahi sehingga memampukan setiap umat menghadapi berbagai goncangan perubahan, ketidakpastian, kegelisahan, kekuatiran, dan kondisi fisik yang lemah. 

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono