Tema:
Menghayati Kefanaan dengan Pengharapan Iman
Pemahaman
Makna Perayaan Sabtu Sunyi adalah umat percaya merayakan kesendirian Yesus dalam makam-Nya dengan berpuasa dan berpantang. Menurut kesaksian surat 1 Petrus 3:19-20, setelah wafat Roh Kristus masuk ke neraka untuk membebaskan orang-orang pada zaman Nuh yang berada dalam tahanan. Dalam kematian-Nya, Kristus membebaskan umat yang berada dalam belenggu hukuman kekal.
Pada perayaan Sabtu Sunyi, umat percaya menghayati masa transisi dari peristiwa kematian Yesus dan kebangkitan-Nya. Dalam masa transisi tersebut mengandung dua aspek yang saling menyatu, yaitu kedukaan dan harapan. Dimensi kedukaan adalah karena Yesus telah wafat di atas kayu salib yang telah dirayakan pada Jumat Agung, dan dimensi harapan karena Yesus akan bangkit dari kematian-Nya pada hari Paskah. Dalam perayaan Sabtu Sunyi, dimensi kedukaan dan harapan dilabuhkan dalam sikap iman. Seraya merenungkan makna kefanaan manusia di depan jenasah Yesus yang berada di dalam makam, umat menghayati makna Sabtu Sunyi dengan keheningan dan sikap meditatif Tradisi gereja menghayati perayaan Sabtu Sunyi sebagai “induk semua ibadah malam.” Sabtu Sunyi merupakan masa transisi yang menghubungkan misteri kematian dan kebangkitan Kristus. Untuk itu setiap umat percaya dipanggil untuk berjaga-jaga dalam keheningan menantikan peristiwa kebangkitan Kristus dari kuasa maut. |
Saat Teduh
Umat secara pribadi dengan sikap khidmat memasuki ruang ibadah, dan fokus kepada kehadiran Tuhan dalam keheningan.
Meresapi Makna syair NKB 85
- Mengapa Yesus turun dari sorga, masuk dunia g’lap penuh cela;
berdoa dan bergumul dalam taman, cawan pahit pun dit’rimaNya?
Mengapa Yesus menderita, didera, dan mahkota duri pun dipakaiNya?
Mengapa Yesus mati bagi saya?
KasihNya, ya kar’na kasihNya.
- Mengapa Yesus mau pegang tanganku, bila ‘ku di jalan tersesat?
Mengapa Yesus b’ri ‘ku kekuatan, bila jiwaku mulai penat?
Mengapa Yesus mau menanggung dosaku, b’ri ‘ku damai serta sukacitaNya?
Mengapa Dia mau melindungiku?
KasihNya, ya kar’na kasihNya.
Berdoa
Bapa sorgawi, kami datang di hadirat-Mu pada perayaan Sabtu Sunyi ini. Jiwa kami penat dengan dosa-dosa dan kesalahan kami. Namun dengan rahmat-Mu Engkau berkenan datang di dalam penebusan Kristus. Ia wafat bagi kami, dan dalam perayaan Sabtu Sunyi, Ia berada di dalam makam, yaitu alam maut. Di dalam Dia, kami menerima pengampunan dosa. Di dalam Dia kami juga memiliki pengharapan akan kebangkitan dan kehidupan kekal. Amin.
Inti Makna Bacaan
Ayub 14:1-14 adalah menyadarkan kefanaan keberadaan manusia dengan membandingkan dengan kehidupan pohon yang tetap hidup walau ditebang.
Mazmur 31:1-4, 15-16 mempersaksikan harapan umat percaya akan pertolongan Allah sebab Tuhan adalah gunung batu dan perlindungan yang kokoh.
Surat 1 Petrus 4:1-8 mempersaksikan Kristus sebagai model pribadi yang taat kepada kehendak Allah dan menjadi Penyelamat pula bagi jiwa-jiwa yang dihukum dalam neraka.
Injil Matius 27:57-66 mempersaksikan jenasah Yesus dikuburkan di makam milik Yusuf dari Arimatea dan di depan makam Yesus tersebut duduk Maria, ibunya dan Maria Magdalena. Seperti dahulu Maria, ibu Yesus dan Maria Magdalena yang sedang duduk di depan makam Yesus, apakah yang akan kita renungkan dan maknai jika kita berada di depan makam Yesus? Apakah makna Sabtu Sunyi dalam kehidupan umat? Apakah perayaan Sabtu Sunyi yang termasuk dalam perayaan Triduum (Tri hari Suci), yaitu Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi, dan Paskah memiliki tempat yang khusus dalam karya keselamatan Allah? Jenasah Kristus sedang berada dalam makam, apakah kesaksian Alkitab tersebut memiliki arti dalam kehidupan umat pada masa kini? Bukankah makam merupakan realitas ketiadaan, yaitu akhir dari kehidupan seseorang. Yesus, Sang Mesias telah tiada.
Doa:
Datanglah ya Roh Kudus untuk Firman-Mu. Datanglah Roh Kudus agar di tengah-tengah perayaan Sabtu Sunyi. Teduhkanlah hati kami dalam iman dan pengharapan. Bersabdalah melalui renungan firman-Mu ini. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin.
Renungan 1
Maria, ibu Yesus, Maria Magdalena, dan para murid Yesus yang lain sebagai umat Israel menyadari bahwa saat itu tidak ada lagi harapan. Yesus telah wafat. Dia telah meninggalkan mereka. Semua telah berakhir sebagaimana dinyatakan oleh Ayub, yaitu: “Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan” (Ayb. 14:2). Ungkapan Ayub menggambarkan manusia seperti bunga yang berkembang lalu layu dan hilang lenyap. Keberadaan manusia begitu singkat dan fana. Bahkan dibandingkan dengan pohon, keberadaan manusia tidak dapat menandingi daya hidup sebuah pohon. Ayub 14:7 berkata: “Karena bagi pohon masih ada harapan: apabila ditebang, ia bertunas kembali, dan tunasnya tidak berhenti tumbuh.” Namun kalau manusia telah ditebang, ia tidak dapat hidup kembali. Karena itu saat para murid melihat Yesus wafat dan dimakamkan, di dalam hati mereka bertanya: “Tetapi bila manusia mati, maka tidak berdayalah ia, bila orang binasa, di manakah ia?” (Ayb. 14:10).
Umat Israel tidak memiliki gambaran kehidupan setelah kematian. Sebab roh dan tubuh merupakan suatu entitas kedirian yang utuh. Kisah kematian seseorang diungkapkan dengan pernyataan: “Kemudian Daud mendapat perhentian bersama-sama nenek-moyangnya” (1Raj. 2:10; bdk. 1Raj. 11:43). Bila manusia mati, maka tidak berdayalah ia, bila orang binasa, di manakah ia? Kehidupan setelah kematian merupakan masa depan yang tidak mungkin. Keberadaan roh setelah kematian tidak dapat dibayangkan tanpa tubuh.
Para murid waktu itu belum memahami makna janji Yesus yang akan bangkit. Waktu itu iman Paskah sama sekali tidak dimiliki oleh para murid Yesus yang sedang berdukacita dan trauma dengan kematian Yesus. Di tengah-tengah realitas “ketiadaan yang absolut” (kematian) dan “ketiadaan yang relatif” (keputusasaan, kepedihan, dan ketiadaan makna hidup) umat membutuhkan iman Paskah, yaitu kuasa kebangkitan Kristus. Namun bagaimana umat dapat memiliki iman Paskah ketika mereka sedang berada dalam situasi ketiadaan? Sebab dapatkah iman Paskah dapat lahir dari sesuatu yang tidak ada? Saat Yesus berkata: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan,” maka hati murid-murid-Nya itupun sedih sekali (Mat. 17:22-23). Berita dari Yesus bahwa Ia akan bangkit pada hari ketiga ternyata direspons dengan sikap tidak percaya, yaitu dengan sikap kesedihan. Janji Yesus bahwa Ia akan bangkit yang memberi harapan ternyata terkubur oleh kesedihan hati para murid. Peristiwa salib bagi para murid bukan hanya suatu kesedihan, namun juga suatu trauma yang menggoncangkan iman. Kesedihan dan trauma menutup mata iman, sehingga umat tidak mampu melihat harapan dan kuasa Allah di balik realitas ketiadaan itu. Sama seperti dua orang murid Yesus yang pergi ke Emaus, mereka tidak dapat mengenali Yesus yang telah bangkit dan berdiri di hadapan mereka (Luk. 24:16-17).
Orientasi iman yang seringkali dihidupi oleh umat sebagai tindakan iman yang terarah pada “trauma kisah Jumat Agung,” sehingga umat membiarkan kuasa kematian mencabik-cabik realitas kehidupan mereka. Karena itu tidaklah mengherankan jikalau beberapa umat dikuasai oleh pengalaman-pengalaman traumatis sepanjang hidupnya. Kita dapat menjumpai orang-orang yang kehilangan makna hidupnya secara tragis karena kehilangan seseorang yang mereka kasihi sehingga memilih mengakhiri hidupnya atau menghancurkan kehidupan orang lain. Berulangkali di kota Jakarta ini kita menjumpai berita orang-orang yang bunuh diri di tengah-tengah kesulitan dan persoalan kehidupan. Mereka telah kehilangan arti dan tujuan hidup serta harapan. Iman Paskah bukan hanya mampu menyikapi realitas ketiadaan dengan penuh makna, namun juga mengubah ketiadaan ke dalam hidup abadi bersama Kristus yang bangkit. Dengan iman Paskah, umat diperbarui dari situasi ketiadaan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus.
Umat Merenung
Umat merenung nyanyian KJ. 453:1, “Yesus Kawan Sejati”
Yesus kawan yang sejati
bagi kita yang lemah.
Tiap hal boleh dibawa
dalam doa padaNya.
O, betapa kita susah
dan percuma berlelah,
bila kurang pasrah diri
dalam doa padaNya.
Renungan 2
Di tengah realitas kematian Yesus di atas kayu salib yang semula dianggap oleh para murid dan musuh-musuh-Nya bahwa karya Kristus telah berakhir, justru Surat 1 Petrus 4:6 mempersaksikan karya Kristus yang semakin meluas dan menembus dunia orang mati. Surat 1 Petrus 4:6 mempersaksikan: “Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.” Kematian Kristus tidak meniadakan atau menghentikan karya keselamatan Allah dalam kehidupan umat manusia, bahkan mampu menjangkau manusia yang telah meninggal dan berada dalam hukuman abadi di neraka. Masa transisi antara peristiwa Jumat Agung dan peristiwa Paskah bukanlah masa transisi yang pasif. Di antara kedua momen kematian dan kebangkitan Kristus, sebab Roh Kristus masuk ke dalam penjara maut, yaitu neraka.
Surat 1 Petrus 4:6 merupakan bagian dari 1 Petrus 3:19 yang berkata: “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara.” Kesaksian 1 Petrus 3:19 tersebut menunjuk pada aktivitas Kristus dalam dunia Roh. Sebagaimana Kristus telah hidup dalam dunia Roh, dia juga akan melakukan sesuatu dalam dunia Roh. Saat Yesus wafat, Roh-Nya tidak berdiam diri tanpa karya keselamatan dan penebusan. Sebaliknya Roh Kristus menyatakan karya keselamatan Allah dengan membebaskan roh-roh yang pada zaman Nuh tidak taat kepada Allah (1Petr. 3:20). Karya keselamatan Kristus tidak hanya melingkupi dimensi waktu kini dan mendatang, namun juga dimensi masa lampau. Dalam keheningan Sabtu Sunyi, Kristus memberitakan kabar baik, yaitu Injil sehingga umat yang telah terpenjarakan oleh kuasa dosa dan hukuman Allah diselamatkan.
Karya keselamatan Allah di dalam Kristus merangkum seluruh sejarah dan kehidupan umat manusia. Dengan demikian dalam keheningan Sabtu Sunyi, umat merayakan karya keselamatan Allah di dalam Kristus yang menembus dimensi waktu dan sejarah kehidupan umat manusia. Keheningan Sabtu Sunyi mengandung keyakinan dan kepastian keselamatan Allah yang berkarya melampaui akal dan pengertian manusia, sehingga karya penebusan Kristus merangkum seluruh eksistensi umat manusia sepanjang abad tanpa terkecuali.
Umat Merenung
Umat merenung nyanyian KJ. 453:2, “Yesus Kawan Sejati”
Jika oleh pencobaan
kacau-balau hidupmu,
jangan kau berputus asa;
pada Tuhan berseru!
Yesus Kawan yang setia,
tidak ada taraNya.
Ia tahu kelemahanmu;
naikkan doa padaNya!
Renungan 3
Kesaksian surat 1 Petrus 3:19 ditempatkan konteks “kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan” (1Petr. 3:15). Demikian pula Surat 1 Petrus 4:6 ditempatkan dalam konteks “kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan.” Jadi kesaksian karya keselamatan atau penebusan Kristus di dalam neraka ditempatkan dalam panggilan agar umat dalam kehidupan di tengah dunia ini senantiasa kudus dan tidak melakukan ketidak-senonohan. Karya penebusan Kristus kepada jiwa-jiwa yang sedang dihukum dalam neraka bukan untuk memperlemah umat.
Karya penebusan Kristus kepada jiwa-jiwa di neraka bukan dimaksudkan menghibur umat, yaitu Kristus kelak pada akhir zaman akan menyelamatkan mereka dari hukuman Allah di neraka. Penghiburan yang dangkal seperti ini dapat mendorong umat untuk hidup dalam kubangan dosa dan mereka akan tetap merasa aman. Mereka akan merasa tetap aman sebab walau mereka kelak mengalami hukuman Allah di neraka atas perbuatan-perbuatan yang jahat, Kristus akan menyelamatkan. Akibatnya mereka tidak akan pernah bertobat dan hidup dalam pembaruan. Mereka akan hidup secara sembarang dan mengikuti keinginan dan hawa-nafsu duniawi, karena yakin pada akhirnya di dalam Kristus, Allah pasti akan menyelamatkan mereka dari hukuman kekal.
Pada hari Sabtu Sunyi ini kita masih berpuasa dengan bertarak. Karena itu marilah kita menghayati makna puasa tersebut untuk berlatih menguasai keinginan daging dan mengendalikan hawa-nafsu. Dengan demikian kita tidak lagi hidup menurut keinginan duniawi, dan beranggapan bahwa Kristus akan menyelamatkan mereka bila kelak dihukum Allah di neraka. Karya keselamatan Allah di tengah-tengah ketiadaan, yaitu kematian dan hukuman kekal justru memampukan umat untuk meniadakan keinginan hawa-nafsu dengan hidup kudus.
Umat Merenung
Umat merenung nyanyian KJ. 453:3, “Yesus Kawan Sejati”
Adakah hatimu sarat,
jiwa-ragamu lelah?
Yesuslah Penolong kita;
naikkan doa padaNya!
Biar kawan lain menghilang,
Yesus Kawan yang baka.
Ia mau menghibur kita
atas doa padaNya.
Umat Berdoa Penutup
Allah Bapa yang Maha-Baik, di dalam Kristus Engkau menyingkapkan kehadiran-Mu di tengah kesedihan dan kedukaan. Di tengah kehidupan yang gagal, derita karena sakit, derita karena kejahatan, dan kematian, Engkau hadir. Keberdiaman-Mu tidak meniadakan kuasa dan karya penyelamatan-Mu. Kuatkan hati kami menghadapi derita dan persoalan hidup ini. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.
Respons
Umat menyanyikan dalam hati nyanyian: “Bapa Terima-kasih”
Bapa trima-kasih
Bapa trima-kasih
Bapa di dalam surga
Puji trima-kasih.
Amin.
Yohanes Bambang Mulyono