Latest Article
Transformation in Theosis (Embracing the Divine Nature)

Transformation in Theosis (Embracing the Divine Nature)

Publikasi Internasional

Yohanes Bambang Mulyono, Transformation in Theosis: Embracing the Divine Nature (Eugene, OR: Wipf & Stock, 2025). 264 hlm.

Di tengah derasnya arus zaman—ketika teknologi kian mendominasi hidup, media sosial menyedot perhatian, dan materialisme menjadi ukuran keberhasilan—Yohanes Bambang Mulyono menghadirkan sebuah karya yang terasa seperti oase rohani: Transformation in Theosis: Embracing the Divine Nature. Buku ini tidak lahir sekadar sebagai wacana akademik, melainkan sebagai undangan mendalam bagi setiap orang untuk kembali menengok panggilan terdalam iman Kristen: theosis—perjalanan manusia untuk mengambil bagian dalam kodrat ilahi.

Mulyono menggarap tema klasik ini dengan sentuhan yang segar. Ia memulai dari dasar biblis tentang imago Dei—bahwa manusia diciptakan menurut citra Allah, sebuah citra yang retak oleh dosa namun tetap menyimpan kerinduan untuk dipulihkan. Theosis, dalam pemaparan Mulyono, bukanlah konsep asing yang hanya milik tradisi Timur, melainkan sebuah jalan transformatif yang relevan bagi siapa saja yang ingin mengalami keserupaan dengan Allah. Lebih dari sekadar perbaikan moral, theosis adalah proses penyatuan, sebuah ziarah batin menuju hidup yang memantulkan keindahan Sang Pencipta.

Keistimewaan buku ini terletak pada keberanian penulis untuk menempatkan theosis dalam konteks kekinian. Bagaimana berbicara tentang penyatuan dengan Allah di tengah kecerdasan buatan, hiruk pikuk digital, dan budaya instan? Mulyono justru menunjukkan bahwa theosis hadir sebagai jawaban radikal atas kegersangan rohani dunia modern. Di saat manusia modern merasa hampa di balik layar gawai dan kesibukan tanpa henti, theosis tampil sebagai undangan untuk mengalami transformasi yang sejati: hidup dalam kasih, kebijaksanaan, dan kesatuan dengan Sang Ilahi.

Buku ini bukan hanya untuk teolog atau akademikus. Dengan gaya reflektif, penuh kedalaman, namun tetap hangat, Mulyono menyapa siapa saja yang haus akan makna. Ia merajut benang merah dari ajaran para bapa gereja, refleksi teolog masa kini, hingga praktik spiritual lintas tradisi, sehingga pembaca merasa tidak sedang diberi kuliah, melainkan diajak berjalan bersama.

Membaca Transformation in Theosis terasa seperti mendengar bisikan lembut sekaligus seruan kuat: iman tidak berhenti pada pengakuan, melainkan mengundang kita melangkah masuk ke dalam misteri penyatuan dengan Allah. Di sana, manusia menemukan kembali dirinya yang sejati—karena di sanalah manusia hidup dalam keutuhan citra ilahi.

Buku ini bukan hanya layak dibaca, tetapi direnungkan, didoakan, bahkan dihidupi. Ia menyalakan kerinduan, menggugah kesadaran, dan memberi arah bagi perjalanan iman di tengah dunia yang haus akan transformasi sejati.