Latest Article
Mengakhiri Tahun dengan Hati yang Paham untuk Menimbang (1Raja-raja 3:5-14;  Yohanes 8:12-19)

Mengakhiri Tahun dengan Hati yang Paham untuk Menimbang (1Raja-raja 3:5-14;  Yohanes 8:12-19)

Dasar Pemikiran

Kehidupan di dunia ini merupakan suatu ziarah. Setiap umat senantiasa berangkat dari suatu titik dan bergerak menuju suatu tujuan. Untuk itu setiap umat akan berhenti sejenak di setiap perhentian agar dapat melanjutkan ke perjalanan berikutnya. Di setiap perhentian itu umat akan mengevaluasi dan mencari hikmat dengan berbagai peristiwa perjalanan yang sudah dilaluinya agar dapat memperbaiki di perjalanan berikutnya. Akhir tahun merupakan momen yang tepat untuk mengevaluasi dan mencari hikmat dari perjalanan yang telah ditempuh selama satu tahun lamanya. Tujuannya agar di tahun yang baru, umat mengalami proses pembaruan dan pematangan rohani sehingga tidak perlu terjatuh dalam lubang yang sama kedua kalinya. Dalam hal ini hubungan aksi dan refleksi bersifat sinergis. Aksi akan bermakna bila dilandasi oleh refleksi, dan sebaliknya refleksi akan bermakna bila dinyatakan dalam aksi. Dalam konteks ini refleksi akan bermakna dan memiliki kekuatan spiritual bilamana dilandasi oleh persekutuan dengan Kristus.

Idealnya persekutuan dengan Kristus tidak boleh terputus dan berhenti sedikitpun seperti manusia yang selalu membutuhkan udara agar ia tetap hidup. Namun faktualnya tidak jarang kita berpaling meninggalkan Kristus, dan mencari “juru-selamat” yang lain. Kita mencari hikmat dunia, dan membiarkan diri dipimpin oleh hikmat tersebut. Penyebabnya karena nilai keutamaan kita adalah dunia ini. Saat kita memikirkan dunia, maka kita akan melupakan Allah. Sebaliknya saat kita memikirkan Allah, maka kita akan melupakan dunia ini. Pada awalnya Salomo mencari dan mengutamakan Allah, tetapi akhirnya ia mengutamakan dunia. Karena itu memahami hikmat Salomo yang disebut oleh 1Raja-raja 3:10 sebagai “baik di mata Tuhan” adalah baik pada awal dan separuh perjalanan pemerintahan Salomo. Tetapi setelah itu Salomo kehilangan hikmat karena ia membiarkan diri dipengaruhi oleh hikmat para istrinya yang tidak mengenal Allah. Karena itu teladan iman kita bukanlah Salomo, tetapi Kristus. Perkataan Kristus bahwa Dialah Terang Dunia dibuktikan dalam seluruh hidup-Nya. Kristus bukan sekedar bersaksi tentang hikmat dan terang, sebab Dialah Sang Hikmat dan Sang Terang itu. Karena itu seluruh evaluasi dan introspeksi kita harus dijangkarkan kepada Kristus agar kita dapat berlabuh sejenak, dan memperoleh kekuatan baru untuk melanjutkan ziarah iman kita di tahun yang baru.

Tafsiran

Tafsiran 1Raja-raja 3:5-14

Allah menyatakan diri-Nya melalui mimpi kepada Salomo di Gibeon. Kepada Salomo, Allah menawarkan permintaan yang hendak dipenuhi-Nya setelah Salomo mengadakan suatu persembahan korban yang begitu besar di suatu bukit pengorbanan. Permohonan Salomo didasarkan pada kasih-setia Allah yang berkenan mengaruniakan takhta kepadanya, yaitu jabatan raja. Pada satu sisi Salomo mengakui kebesaran kasih karunia Allah, dan pada sisi lain mengakui bahwa ia masih muda dan belum berpengalaman. Karena itu Salomo memohon kepada Allah agar memberikan hati yang paham menimbang perkara untuk menghakimi umat Israel dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat (1Raja. 3:9). Dari sudut pandang Allah, permohonan Salomo tersebut adalah “baik di mata-Nya” sebab ternyata Salomo tidak meminta umur panjang, kekayaan, atau nyawa musuhnya (1Raj. 3:11).

Permohonan Salomo dipandang “baik di mata Allah” sebab ia meminta pengertian untuk memutuskan hukum (1Raj. 3:11). Dalam hal ini kita menjumpai tiga kata yang saling berkaitan, yaitu “pengertian” (biyn), “memutuskan” (shama`), dan “hukum” (mishpat). Arti kata biyn adalah: membedakan, memahami, dan mempertimbangkan (digunakan di Mazm. 139:2, Dan. 9:2, Dan. 10:1). Dalam bentuk Niphal, kata biyn berarti: to be discerning, intelligent, discreet, have understanding (menjadi cerdas, cerdas, bijaksana, memiliki pemahaman). Salomo memohon agar Allah mengaruniakan kepada dia suatu kecerdasan untuk memahami suatu perkara. Lalu kata shama` berarti: mendengar (to hear), dan mendengar dengan perhatian atau sikap tertarik (to hear with attention or interest, listen to) yang juga digunakan di Kejadian 18:10, Yesaya 6:9, Kejadian 3:10, 24:52, dan Keluaran 2:15. Dengan demikian Allah mengaruniakan kepada Salomo suatu kemampuan untuk mendengar secara utuh dan mendalam untuk dioleh secara cerdas, sehingga mampu bertindak bijaksana dalam menegakkan mishpat (judgment, justice, ordinance), yaitu peradilan, keadilan, dan hukum.

Permohonan Salomo dalam mimpi mencerminkan suatu permohonan yang lahir dari hatinya yang terdalam. Dengan menyadari bahwa dalam mimpi merupakan suatu ekspresi ketidaksadaran seseorang, sehingga isi mimpi merupakan cermin dari keutamaan moral yang dimiliki oleh kepribadian seseorang. Keutamaan Salomo adalah hikmat sehingga ia mengutamakan kecerdasan dan keadilan. Karakter Salomo yang sesungguhnya bukan keinginan kepada kepentingan dan kemuliaan dirinya seperti umur panjang, kekayaan, da nyawa para musuhnya. Namun sayang keutamaan karakter Salomo tersebut lemah dari pengaruh para wanita cantik, sehingga ia mengikuti kehendak para wanita cantik dengan berpaling kepada para ilah mereka (1Raj. 11:1-8). Mengingat kelemahan Salomo ini seharusnya ia meminta kepada Allah agar diberi kemampuan untuk menghadapi pengaruh para wanita cantik, sehingga ia mampu berlaku setia kepada Allah sampai selama-lamanya. Hikmat untuk keadilan diperlukan Salomo dalam mengatur kehidupan negaranya, namun hikmat untuk mampu menghadapi godaan diperlukan Salomo untuk mempertahankan keutuhan kerajaannya. Karena tanpa hikmat untuk mampu menghadapi godaan, Salomo khususnya keturunannya kehilangan keutuhan kerajaan Israel. Kerajaan Salomo akhirnya terpecah menjadi dua kerajaan (1Raj. 12).

Tafsiran Yohanes 8:12-19

Dalam Yohanes 8:12, Tuhan Yesus berkata, Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Apabila kita teliti, ternyata konteks perktaan Tuhan Yesus yang menyatakan diri-Nya sebagai “terang dunia” ditempatkan dalam suatu perayaan liturgis. Menurut Yohanes 7:2, disebutkan kisah tersebut terjadi pada Hari Raya Pondok Daun telah dekat. Makna perayaan Hari Raya Pondok Daun adalah pengucapan syukur umat Israel atas hasil panen. Pada perayaan itu, umat tinggal di dalam pondok daun sebagai peringatan akan zaman pengembaraan di padang gurun dari Mesir menuju tanah Kanaan. Perayaan Hari Raya Pondok Daun dilakukan selama tujuh hari. Di Kitab Imamat, Allah berfirman, “Tujuh hari lamanya kamu harus mempersembahkan korban api-apian kepada TUHAN, dan pada hari yang kedelapan kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan mempersembahkan korban api-apian kepada TUHAN. Itulah hari raya perkumpulan, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat(Im. 23:36). Selama merayakan Hari Raya Pondok Daun, umat diperintahkan Allah untuk mempersembahkan korban api-apian, dan pada hari kedelapan umat diwajibkan mengadakan pertemuan kudus dan mempersembahkan korban api-apian kepada Tuhan. Lalu di dalam Bait Allah, setiap menjelang malam api di kandil dengan tujuh cabang dinyalakan sampai hari ke delapan. Kandil tersebut disebut dengan nama chanukah menorah. Di Bait Allah terdapat empat chanukah menorah yang cukup besar. Karena itu ketika semua api dinyalakan di chanukah menorah, ruang Bait Allah menjadi terang benderang. Di saat puncak perayaan itulah, itulah Tuhan Yesus berkata, Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup(http://bible.org/seriespage/jesus-jerusalem-feast-tabernacles-john-71-52). Dengan demikian, perkataan Tuhan Yesus ditempatkan dalam konteks liturgi hari raya Pondok Daun.

Karena perkataan Tuhan Yesus tersebut ditempatkan dalam konteks liturgi hari raya Pondok Daun, maka pernyataan “Akulah terang dunia” diikuti dengan panggilan untuk mengikut Dia. Kata “mengikut” (akoloutheō) menggambarkan situasi seperti saat umat Israel yang berjalan mengikuti terang atau tiang api yang membimbing mereka di waktu gelap saat berjalan di padang gurun. George R. Beasley-Murray dalam Word Biblical Commentary John menyatakan: “When the original setting of John 8:12 is seen in the Feast of Tabernacles, it is understood why the imagery of ‘following’ the Light is employed instead of receiving it, or walking in it, or the like: this is what Israel did in the wilderness” (Beasley-Murray 1987, 128). Bagi umat Israel, Terang itu adalah Allah sendiri dalam tindakan-Nya, sehingga Allah yang memimpin mereka keluar dari perbudakan Mesir menuju tanah Perjanjian. Dengan demikian, Terang merupakan penyataan diri Allah sendiri untuk membebaskan umat-Nya. Itu sebabnya Yesus menyatakan bahwa Dialah Terang dunia.

Terang Allah telah mengejawantahkan diri-Nya dalam diri Yesus, sehingga ungkapan Yesus tersebut merupakan bagian dari egoo eimi (Akulah Dia). Pernyataan Yesus tersebut valid karena didasarkan pada “his origin” (asal diri-Nya) dan “his destiny” (tujuan hidup-Nya) yang ditempatkan dalam keesaan dengan Allah. Prinsip teologis ini terlihat dari ucapan Yesus di Yohanes 8:16, yaitu: “dan jikalau Aku menghakimi, maka penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama dengan Dia yang mengutus Aku.” Asal diri Yesus berada dalam persekutuan dengan Allah dengan tujuan untuk melaksanakan karya keselamatan Allah, sehingga Ia menghakimi bersama dengan Allah. Beasley-Murray mendefinisikan validatas pernyataan Yesus, yaitu: “Here he makes a different use of that law, to affirm that his own testimony was not simply his own but was from God, in God, and with God, hence ἀληθής, valid!” (Beasley-Murray 1987, 129). Dengan demikian validitas pernyataan Yesus tersebut telah memenuhi ketentuan hukum Taurat di Ulangan 19:15 tentang keabsahan suatu kesaksian, yaitu: “Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan.” Sebab dalam kesaksian Yesus bersumber pada kebenaran bahwa Dia berasal dari Allah, di dalam Allah, dan bersama Allah.

Di Yohanes 8:19, orang-orang Farisi mengajukan pertanyaan, “Di manakah Bapa-Mu?” merupakan pertanyaan atas ketidakmengertian mereka tentang hubungan Yesus yang esa dengan Allah. Namun juga dapat berarti merupakan sindiran mereka karena Yesus tidak memiliki bapak biologis, sehingga pertanyaan tersebut bertujuan untuk mempermalukan diri Yesus. Sikap yang tidak mampu mengerti dan sindiran yang sinis terhadap diri Yesus mencerminkan sikap umat yang tidak bersedia berjalan mengikuti Terang Allah yang telah mengejawantahkan diri-Nya dalam kehidupan Yesus. Mereka terhalang oleh kekerasan hati mereka dan pandangan yang negatif terhadap diri Yesus.

Hubungan Teologis 1Raja-raja 3:5-14 dan Yohanes 8:12-19

Salomo mengawali pemerintahannya dengan mempermuliakan Allah melalui persembahan korban, sehingga ia memperoleh anugerah Allah dengan penyataan diri-Nya. Kepada Allah, Salomo menyampaikan permohonan agar ia dikaruniai hikmat dan kecerdasan untuk menegakkan keadilan. Dengan demikian hikmat dan kecerdasan merupakan suatu keutamaan rohani yang dibutuhkan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Dengan mampu bersikap adil dan benar, maka seseorang akan mampu membebaskan sesamanya dari segala bentuk penindasan, diskriminasi, dan ketidakadilan. Jadi hikmat dan kecerdasan merupakan kemampuan spiritualitas yang dibutuhkan oleh setiap orang agar dapat menyelamatkan sesamanya dari situasi yang membelenggu dan tidak manusiawi.

Di dalam inkarnasi Kristus, Sang Hikmat Allah tersebut hadir. Di Yohanes 8:12, Yesus menyebut diri-Nya sebagai Terang Dunia. Bila umat mau mengikut Dia, maka mereka tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan mereka akan mempunyai terang hidup. Dengan perkataan lain, Kristus Sang Hikmat Allah adalah Terang yang membebaskan dan menyelamatkan. Kristus bukan saja roh hikmat yang mampu membedakan apa yang baik dan jahat, yaitu berlaku adil; tetapi Ia sendiri adalah Sang Kebenaran dan Keadilan (dikaiosune). Di Yohanes 14:6, Yesus menyebut dirinya sebagai Sang Kebenaran (alētheia). Karena itu benarlah kesaksian Injil Matius bahwa hikmat Yesus lebih besar daripada hikmat Salomo (Mat. 12:42). Dengan demikian hikmat Salomo merupakan tipologi untuk menunjuk kepada hikmat Yesus yang sempurna. Umat dapat belajar bahwa hikmat Salomo tidak senantiasa menjamin keselamatan dan keutuhan kerajaannya. Sebaliknya hikmat Yesus memberi jaminan keselamatan dan terang bagi setiap umat asalan umat taat kepada-Nya. Untuk itu umat dipanggil untuk mengikuti Sang Hikmat Allah dan Sang Terang seperti umat Israel yang berjalan mengikuti Tiang Api di waktu malam.

Refleksi

Akhir tahun merupakan momen yang tepat bagi kita untuk berhenti sejenak dari seluruh kegiatan dan pekerjaan rutin. Kita berhenti bukan untuk melamun atau berfantasi, tetapi untuk merenung (membuat refleksi) terhadap seluruh aksi yang telah kita lakukan sepanjang tahun. Apakah seluruh aksi kita telah sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang kita rencanakan? Ataukah seluruh aksi kita tersebut mengalami pergeseran sehingga menyimpang dari jalur rel yang seharusnya? Refleksi yang kita lakukan di akhir tahun haruslah merupakan suatu evaluasi yang kritis dan obyektif terhadap diri kita sendiri. Karena tidak mudah bagi kita untuk bersikap kritis dan obyektif terhadap diri sendiri. Dari refleksi tersebut kita menemukan berbagai kelemahan, kekurangan, keterbatasan, dan kegagalan kita. Namun pada saat yang sama kita juga harus mampu menemukan kekuatan dan segi-segi positif yang kita miliki. Kedua aspek kepribadian kita tersebut perlu disikapi dalam terang hikmat Allah, yaitu Kristus. Aspek kelemahan dan segi-segi negatif diri kita perlu ditempatkan dalam terang Hikmat Allah. Demikian pula aspek kekuatan dan segi-segi-segi positif diri kita. Karena di balik semua aspek tersebut tidak terlepas dari kuasa dosa yang membelenggu kita.

Mengamini Kristus sebagai Sang Hikmat dan Sang Terang berarti kita bersedia berjalan untuk mengikut Dia seperti umat Israel yang berjalan mengikuti Tiang Api di waktu malam saat mereka berjalan di padang gurun. Ini berarti umat memiliki komitmen untuk taat karena ternyata Sang Terang atau Tiang Api tersebut tetap bergerak ke suatu tujuan, sementara kita ingin beristirahat dan menikmati kesenangan tertentu. Sebaliknya kita dipanggil taat untuk berhenti karena Sang Terang atau Tiang Api tersebut berhenti, sementara kita memiliki berbagai ambisi yang begitu besar melakukan berbagai perkara besar. Jadi sikap mengamani Kristus sebagai Sang Hikmat dan Sang Terang berarti kita secara tulus mau menyesuaikan kehendak diri kita kepada kehendak dan rencana-Nya. Jadi refleksi kita di akhir tahun harus dilandasi oleh ketegasan sikap untuk menyangkal diri, sehingga perjalanan kita di etape berikutnya merupakan suatu ziarah iman yang konsisten taat kepada kehendak Kristus. Tanpa konsistensi dan ketaatan yang menyeluruh, maka ziarah iman kita seperti Salomo yang memiliki awal perjalanan yang baik, namun kandas pada akhirnya. Konsistensi dan ketaatan yang menyeluruh juga kita butuhkan agar kita tidak hanya mampu bersikap adil dan bijaksana sebagaimana yang telah dilakukan oleh Salomo, tetapi juga agar kita mampu bersikap bijaksana dan kritis terhadap pengaruh orang-orang di sekeliling kita sehingga tidak jatuh seperti Salomo karena pengaruh para istrinya.

Sikap mengamini Kristus sebagai Sang Terang berarti kita bersedia diisi oleh terang dan hikmat-Nya. Karena itu semua hikmat dan pengertian yang telah kita peroleh bersedia kita tundukkan kepada kedaulatan dan kuasa-Nya. Tidaklah mudah bagi kita untuk menundukkan kepada kedaulatan dan kuasa-Nya manakala semua hikmat dan pengertian itu membuat kita bangga dengan diri kita sendiri. Sangat sulit bagi kita untuk rela melepaskan semua hikmat dan pengertian yang pernah membuat orang-orang di sekitar kita menyanjung dan mengelu-elukan kita. Salomo dapat jatuh terpuruk, karena ia terlena dengan cinta dan sanjungan para istrinya. Hikmat yang dikaruniakan Allah sama sekali tidak dapat menolong Salomo karena ia membiarkan sanjungan dan pujian dari para istri dan mungkin juga oleh orang-orang di sekitarnya merebut hatinya dibandingkan konsistensinya untuk taat kepada Allah. Setiap orang yang mengikut Kristus sebagai Sang Terang berarti ia sepi dengan kerinduan untuk memperoleh pujian dari dunia. Ia hanya mengharapkan pujian dari Kristus. Tidak lebih.

Akhir tahun juga merupakan momen pertanggungjawaban terhadap semua yang telah kita lakukan. Sebagai umat percaya, kita dipanggil untuk bersedia mempertanggungjawabkan semua yang telah kita perbuat. Makna mengikut Kristus sebagai Sang Terang berarti kita bersedia menempatkan terang kebenaran di atas segala-galanya. Mempertanggungjawabkan semua yang kita lakukan berarti kita menempatkan semua tindakan dan perbuatan kita secara terbuka dan bersedia untuk “diaudit.” Hasilnya adalah kehidupan yang transparan dan kredibel. Tranparansi diri dan kredibilitas merupakan wujud buah Roh karena mengikut Kristus secara konsisten dan taat.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Leave a Reply