Latest Article
Paskah VII: Ulasan Tafsir Yohanes 17:20-26 dan Kisah Para Rasul 16:16-34

Paskah VII: Ulasan Tafsir Yohanes 17:20-26 dan Kisah Para Rasul 16:16-34

Pengantar

                Saat ini kita telah memasuki minggu Paskah VII, sehingga minggu depan selaku gereja Tuhan kita akan merayakan hari raya Pentakosta. Secara prinsipial teologis, selama minggu Paskah (Paskah I sampai VII) semua perikop bacaan dan khotbah berpusat kepada karya kebangkitan Kristus sebagaimana yang telah dialami oleh para murid. Tetapi perikop Injil di Minggu Paskah VII agak berbeda.

Sebab The Revised Common Lectionary sepertinya kurang “tepat” dalam menggunakan bacaan Injil. Tetapi The Revised Common Lectionary memilih perikop Yohanes 17:20-26. Padahal kita tahu bahwa perikop dari Yohanes 17:20-26 bukanlah suatu perikop yang menyaksikan karya Kristus yang bangkit. Justru perikop tersebut sepertinya mengajak kita mundur kembali ke masa sebelum Kristus wafat dan bangkit. Sebab dari latar-belakang perikop Yohanes 17, kita dapat melihat bagaimana pergumulan Tuhan Yesus di taman Getsemani.  Itu sebabnya di Yohanes 18 menyaksikan kisah Tuhan Yesus ditangkap dan kemudian diadili oleh Hanas, Kayafas dan Pilatus. Di tengah-tengah penderitaan dan kesedihanNya, Tuhan Yesus menaikkan doa kepada BapaNya di sorga.

Tetapi yang sangat menarik, doa Tuhan Yesus di Yohanes 17 justru mengungkapkan doa yang secara khusus ditujukan untuk kepentingan para murid dan gerejaNya. Sebaliknya di Yohanes 17 sama sekali tidak kita jumpai doa dari Tuhan Yesus yang berisi untuk kepentingan diriNya agar Dia selamat dari penderitaan dan hukuman salib. Walaupun saat itu Tuhan Yesus berada dalam kondisi yang sangat sedih untuk menghadapi saat-saat kematianNya. Di Yohanes 17:11, Tuhan Yesus berdoa: “Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu, ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.”  Teologia doa Getsemani di Injil Yohanes menekankan pemeliharaan Allah bagi umat percaya dan juga panggilan keesaan umat percaya dalam relasi keesaan Allah dengan Yesus Kristus.  Sebaliknya Injil-Injil sinopsis seperti Injil Matius, Markus dan Lukas menguraikan doa Tuhan Yesus yang relatif singkat dengan inti doa sikap penyerahan Kristus yang total kepada kehendak Allah. Walaupun Kristus Anak Allah, Dia tidak mohon untuk dilepaskan dari cawan kematian. Dia menyerahkan kepada ketentuan kehendak Allah agar karya keselamatan Allah terwujud. Sehingga di Matius 26:39, Tuhan Yesus berdoa: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini  lalu dari pada-Ku, tetapi  janganlah seperti yang  Kukehendaki,  melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat. 26:39). Tepatnya dalam doa di taman Getsemani menurut Injil Yohanes dan Injil Matius adalah Tuhan Yesus mengungkapkan relasiNya yang sangat khusus dan intim dengan Allah, sehingga Dia menyatakan penyerahan diriNya yang total kepada rencana BapaNya. Sehingga hasil yang menonjol dari penyerahan diri Kristus kepada kehendak BapaNya adalah doa Tuhan Yesus untuk kesatuan para murid dan umat percaya yang akan berjuang dan melayani di tengah-tengah dunia ini.

Bukan Teologi Pelarian Diri, Tetapi Pengutusan

Kecenderungan umat manusia pada umumnya ketika dia sedang mengalami kesedihan dan penderitaan yang sangat hebat adalah pertama-tama dia memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Sehingga manakala dia berdoa, maka isi doanya adalah agar Tuhan berkenan segera melepaskan dan memberi pertolongan kepada dirinya. Tetapi tidak demikian halnya dengan doa Tuhan Yesus. Di tengah-tengah penderitaan dan ketakutan menghadapi kematianNya, Tuhan Yesus mendoakan secara khusus para murid dan orang-orang yang percaya kepadaNya agar mereka dilindungi oleh Allah. Sebab itu di Yohanes 17:11, Tuhan Yesus memohon agar semua orang yang percaya kepadaNya dilindungi Allah dengan namaNya yang kudus. Di Yohanes 17:15 Tuhan Yesus berdoa, demikian: “Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat.” Perlindungan yang dimohonkan oleh Tuhan Yesus kepada BapaNya di sorga adalah agar para murid dan orang-orang percaya kepadaNya dilindungi dari kuasa yang jahat. Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak meminta kepada Allah agar semua orang yang percaya kepadaNya dilindungi oleh Allah dengan cara mengambil mereka dari dunia ini. Sama sekali tidak! Tuhan Yesus tidak pernah memberi pengajaran atau doa agar orang-orang yang percaya kepadaNya dilindungi oleh Allah dengan cara melarikan diri dari kenyataan kehidupan ini. Justru sebaliknya orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dipanggil untuk diutus masuk ke dalam dunia. Karena itu di Yohanes 17:18, Tuhan Yesus menaikkan doa, yaitu: “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” Esensi teologi hidup Kristus untuk umat percaya bukanlah teologi pelarian diri (escaping theology), tetapi teologi pengutusan (delegating theology). Di tengah-tengah dunia yang jahat, umat percaya bukan mencari perlindungan dengan mengabaikan realitas, tetapi sebaliknya umat percaya diutus untuk memberitakan keselamatan dan membangun kehidupan. Semua orang percaya tanpa terkecuali dipanggil dan diutus untuk melakukan karya keselamatan Allah di tengah-tengah dunia ini.

Apabila di Yohanes 17:9-19 Tuhan Yesus mendoakan setiap orang yang percaya kepadaNya agar mereka dilindungi dari yang jahat dan dikuduskan oleh firman kebenaran; maka di Yoh. 17:20 Tuhan Yesus juga mendoakan orang-orang yang belum percaya kepadaNya. Tuhan Yesus berkata: “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka.” Jadi sebenarnya isi doa Tuhan Yesus di Yoh. 17:20 merupakan doa yang menjadi dasar misiologi gereja. Karena umat percaya yang percaya kepadaNya adalah milik Allah (Yoh. 17:9-10), maka mereka diutus untuk memberitakan karya keselamatan Kristus kepada seluruh umat manusia. Jadi di Yohanes 17:20 Tuhan Yesus mendoakan secara khusus umat manusia yang sebelumnya tidak percaya, tetapi kemudian karena pemberitaan gereja mereka diberi karunia untuk percaya kepadaNya. Sebab hakikat iman kepada Kristus pada prinsipnya adalah karunia atau anugerah Allah belaka. Di Wahyu 22:17 Tuhan Yesus berkata: “Dan barangsiapa yang mendengarnya, hendaklah ia berkata: Marilah! Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma.” Jadi tujuan dari doa Tuhan Yesus tersebut adalah mereka yang sebelumnya belum percaya dan akhirnya percaya kepadaNya adalah agar mereka dapat memperoleh kemuliaan dalam persekutuan kasih dengan Allah dan Kristus (Yoh. 17:21-22). Dari isi doa Tuhan Yesus tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan Yesus menghendaki agar umat yang percaya kepadaNya dan mereka yang belum percaya pada akhirnya dapat bersatu untuk mewujudkan keselamatan dan kemuliaan dalam persekutuan kasih Allah. Sehingga sangatlah tepat, jikalau doa Tuhan Yesus di Yohanes 17 pada hakikatnya disebut: “Doa Imam Agung” (High Priestly Prayer). Tuhan Yesus menghendaki terwujudnya keesaan seluruh umat percaya agar mereka makin efektif melakukan tugas pengutusan ke dalam dunia, sehingga akhirnya dunia yaitu umat manusia mau percaya dan menerima Kristus selaku Juru-selamatnya.

Dilindungi Dari Yang Jahat

Dalam perjalanan sejarah gereja Tuhan, salah satu doa yang dinaikkan oleh Tuhan Yesus di Yohanes 17 terbukti dialami secara nyata oleh para murid dan orang-orang yang diutus untuk memberitakan Injil. Doa Tuhan Yesus tersebut adalah mereka senantiasa dilindungi oleh Allah dari yang jahat. Mungkin di antara mereka tidak senantiasa terlindung dari penganiayaan, siksaan fisik bahkan mati dibunuh; tetapi para utusan Tuhan tersebut tidak pernah dapat dikalahkan oleh kuasa gelap. Tepatnya para murid dan gereja Tuhan tidak kebal dari penderitaan dan siksaan, tetapi tidak pernah mereka dikalahkan oleh kuasa kegelapan seperti sihir atau mantera-mantera.  Di Kisah Para Rasul 16:16-18 menyatakan bagaimana kuasa gelap yang semula menguasai seorang wanita untuk menenung orang lain, pada akhirnya dapat dikalahkan dengan nama Kristus. Ketika rasul Paulus tidak tahan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh wanita penenung itu, dia berkata sebagai berikut: “Demi nama Yesus Kristus aku menyuruh engkau keluar dari perempuan itu.” Seketika itu juga keluarlah roh jahat dari wanita itu (Kis. 16:18). Kesaksian di Kisah Para Rasul 16:16-18 mau menyatakan bahwa kuasa Kristus yang bangkit dan telah naik ke sorga pada hakikatnya lebih tinggi dari segala kuasa apapun di dalam dunia ini. Di Wahyu 22:13, Kristus menyebut diriNya dengan: “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir”. Itu sebabnya Yohanes 17:3 menyatakan bahwa hidup kekal akan terwujud dalam kehidupan umat manusia, jikalau manusia mau mengenal Allah sebagai satu-satunya yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang Engkau utus itu. Dari prinsip teologis inilah kita dapat mengerti alasan mengapa Tuhan Yesus mendoakan orang-orang yang belum percaya kepadaNya, dan juga alasan teologis mengapa kita selaku gereja Tuhan harus memberitakan Injil kepada seluruh umat manusia. Alasan doa Tuhan Yesus tersebut  adalah agar umat manusia dapat dipersatukan di dalam nama Kristus dan memperoleh anugerah keselamatan untuk memancarkan kemuliaan Allah di setiap aspek kehidupannya.

Namun dalam kehidupan sehari-hari, kita mengartikan makna dilindungi dari yang jahat hanya dari pencobaan dari kemiskinan, kegagalan dalam karier dan memiliki investasi. Tentunya kita berharap selaku umat percaya dapat mengalami keberhasilan dalam pekerjaan dan kebutuhan ekonomis. Tetapi kuasa yang jahat yang perlu dicermati oleh setiap umat percaya adalah sikap hedonistis yang mencari kenikmatan hidup, memperoleh kekayaan dengan cara yang tidak wajar dengan meminta berkat kepada  roh orang-orang mati, sikap yang tidak tangguh atau ulet dalam bekerja.   Di Kisah Para Rasul 16:16-18 menyaksikan bagaimana rasul Paulus dan Silas dengan kuasa Kristus telah mengalahkan roh tenung yang menguasai seorang wanita. Tetapi para majikan dari perempuan tenung tersebut menjadi marah, sebab penghasilan mereka menjadi berkurang. Karena itu para majikan perempuan itu menyerahkan rasul Paulus dan Silas kepada pemerintah kota Filipi. Manifestasi dari kuasa yang jahat seringkali membutakan mata rohani kita untuk mengkritisi nilai etis pekerjaan kita. Seperti sikap majikan dari perempuan tenung tersebut, demikian pula sikap kita yang menjadi marah ketika penghasilan haram kita tersendat. Atau kita menjadi marah ketika kenikmatan yang haram dihalangi oleh orang-orang di sekitar kita. Sikap kita tersebut memperlihatkan bahwa di satu pihak kita berdoa agar dibebaskan dari yang jahat, tetapi pada pada pihak lain kita tidak ingin penghasilan atau kenikmatan kita yang haram terganggu. Dengan demikian, sumber yang jahat tersebut dalam kehidupan sehari-hari berasal dari diri kita sendiri. Namun sayangnya orientasi diri seringkali masih menganggap bahwa yang mengikat dan membelenggu diri kita berasal dari roh-roh jahat di luar diri kita. Kita sering menjadi orang-orang yang tidak obyektif dan kritis terhadap diri sendiri.

Membawa Sesama Untuk Berjumpa Dengan Kristus

Di Kisah Para Rasul 16:22-23 menyaksikan bagaimana rasul Paulus dan Silas berkali-kali dianiayai lalu dimasukkan ke dalam penjara dengan cara kaki mereka dipasung. Tetapi dalam peristiwa tersebut, ternyata Tuhan tidak membiarkan hambaNya terpasung. Tuhan menyelamatkan mereka dengan caraNya yang unik. Sebab setelah rasul Paulus dan Silas berdoa dan memuji Tuhan, terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga pintu dan belenggu yang mengikat mereka dapat terlepas. Kepala penjara yang bertanggungjawab dalam penahanan rasul Paulus dan Silas sangat ketakutan sebab dia menyangka para tahanannya telah melarikan diri. Karena itu kepala penjara tersebut menghunus pedangnya untuk membunuh diri. Tetapi rasul Paulus berseru kepadanya: “Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!” (Kis. 16:28). Kepala penjara itu sangat tersentuh hatinya melihat kebaikan hati rasul Paulus dan Silas, sehingga dia tersungkur di depan kaki mereka, sambil berkata: “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?” (Kis. 16:30). Rasul Paulus dan Silas menjawab dengan menyampaikan ajakan untuk percaya kepada Tuhan Yesus, yaitu: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kis. 16:31). Akhirnya kepala penjara dan seisi rumahnya menjadi percaya dan mereka semua kemudian dibaptiskan.

Kisah pertobatan kepala penjara dan seluruh anggota keluarganya di Kisah Para Rasul 16:29-34 tidak akan terjadi manakala rasul Paulus dan Silas waktu itu memilih melarikan diri pada waktu terjadi gempa bumi dan belenggu yang mengikat kaki mereka dapat terlepas. Sebenarnya rasul Paulus dan Silas saat terjadi gempa bumi yang mana pintu serta belenggu mereka terlepas, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk melarikan diri. Tetapi mereka sengaja tidak mau melarikan diri. Mereka tetap peka dengan permasalahan tanggungjawab yang diemban oleh kepala penjara kota Filipi. Sehingga sikap rasul Paulus dan Silas yang mencerminkan kemurahan hati Allah tersebut dapat menyentuh hati kepala penjara sehingga akhirnya dia bersama seluruh anggota keluarganya mau percaya kepada Kristus. Bukankah sikap rasul Paulus dan Silas tersebut juga mencerminkan sikap dari Tuhan Yesus sendiri? Sebagaimana diketahui bahwa Yohanes 17 berlatar-belakang penderitaan Kristus di taman Getsemani yang mengalami kesedihan dan ketakutan yang luar biasa. Justru pada saat yang genting itulah Tuhan Yesus berdoa secara khusus untuk kepentingan para murid dan orang-orang yang percaya ataupun orang-orang yang belum percaya kepadaNya. Tuhan Yesus sama sekali tidak menaikkan doa untuk keselamatan diriNya dari hukuman salib. Demikian pula yang dilakukan oleh rasul Paulus dan Silas pada saat yang genting di dalam penjara kota Filipi. Sebenarnya mereka mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri, tetapi kenyataannya mereka memilih untuk tetap tinggal dan lebih memikirkan keselamatan kepala penjara kota Fililpi.

Memberitakan Injil Dengan Keteladanan

Seringkali makna pemberitaan Injil dipahami secara verbal saja. Sehingga tugas pengutusan ke dalam dunia sering hanya ditekankan pada pola “penginjilan yang verbalistis” belaka. Dalam bentuk ini penginjilan menjadi sekedar penyebaran doktrin-doktrin tertentu. Padahal dalam praktek hidup, pola pemberitaan Injil yang paling menyentuh hati dan memotivasi banyak orang ke arah pertobatan ketika kehidupan Kristus kita nyatakan dalam perbuatan atau tindakan nyata. Seandainya rasul Paulus dan Silas menganut dan mempraktekkan teologi “pelarian diri” (escaping teology), pastilah tidak akan terjadi perjumpaan personal dengan kepala penjara yang kemudian mendorong dia untuk mau percaya kepada Tuhan Yesus bersama dengan seluruh anggota keluarganya. Kisah pertobatan St. Agustinus dari kehidupannya yang lama disebabkan karena doa-doa yang dipanjatkan oleh ibunya yaitu Monica. Tetapi juga peran St. Ambrosius sebagai seorang uskup yang hidupnya sangat saleh sangat mempengaruhi spiritualitas dan iman St. Agustinus, sehingga dia akhirnya dapat menjadi seorang teolog besar bahkan menjadi salah seorang bapak gereja. Itu sebabnya tujuan akhir dari doa Tuhan Yesus di Yohanes 17 adalah: “dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka” (Yoh. 17:26). Dalam hal ini tujuan dari doa Tuhan Yesus adalah agar para murid dan orang-orang percaya pada akhirnya ditandai oleh kasih yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Jadi pemberitaan Injil yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus di sini adalah pemberitaan yang mengkomunikasikan tindakan kasih Allah dalam kehidupan nyata, sehingga mereka dapat mengalami karya Allah yang menyelamatkan itu. Itu sebabnya di Wahyu 22:12 Tuhan Yesus berkata: “Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.” Iman Kristen pada prinsipnya tidak mempertentangkan antara iman dan perbuatan. Sebab iman yang hidup dan terus bertumbuh dalam persekutuan dengan kasih Kristus pastilah akan dinyatakan dalam perbuatan. Sebaliknya iman yang mati dan tidak sehat pastilah hanya mampu dinyatakan secara verbal belaka, tetapi mereka gagal dalam perbuatan nyata.

Pemberitaan Injil dengan perbuatan nyata atau keteladanan  memiliki pengaruh yang sangat kuat dibandingkan pemberitaan Injil yang verbalistis, karena keteladanan selalu terpancar melalui integritas diri. Sebagaimana dipahami bahwa keteladanan merupakan manifestasi dari spiritualitas diri yang solid sehingga apa  yang dipikirkan secara positif itulah pula yang dilakukan secara konkret dalam tindakan. Dalam sikap integritas diri tidak terbuka sedikitpun celah berupa konflik-konflik batin, sehingga kepribadian kita senantiasa selaras dan lebih cenderung mengalami perasaan damai-sejahtera. Sebaliknya sikap yang jauh dari sikap integritas atau kondisi “disintegritas” ditandai oleh konflik-konflik batin, perasaan gelisah, sikap bingung, mudah terombang-ambing, tidak memiliki pendirian yang tetap, antara perkataan dan tindakan tidak sinkron, dan sebagainya. Dengan kondisi mental yang demikian, seorang yang tidak memiliki integritas akan gagal menyatakan otoritas kasih Kristus yang membebaskan.  Integritas diri yang baik akan menghasilkan suatu kesiapan diri untuk menerima otoritas Kristus, sehingga apa yang dikatakan atau dilakukannya selaku hamba-hamba Kristus akan membawa dampak yang konstruktif bagi orang-orang di sekitarnya. Lebih jauh lagi, integritas diri yang dilandasi oleh otoritas kasih Kristus umumnya memampukan kita untuk menarik banyak orang untuk mengikuti keteladanan yang sudah dibangun. Sehingga sesama di sekitar kita juga bersedia mengikuti sikap iman kita kepada Kristus.

Panggilan

Jika demikian janji Kristus bahwa mereka yang percaya kepadaNya akan menerima kemuliaan perlu dipahami secara tepat. Kemuliaan yang dimaksudkan bukanlah untuk kemuliaan diri mereka sendiri, tetapi agar semua orang yang percaya kepada Kristus diangkat martabatnya dalam kemuliaan Allah. Esensi dari martabat manusia yang paling mulia dan berkenan kepada Allah manakala seluruh umat manusia memberlakukan kasih. Karena itu kehidupan setiap orang percaya harus ditandai oleh kasih yang mau peduli dengan keselamatan sesamanya yang menderita dan mereka yang berada dalam belenggu kuasa dosa. Sikap melarikan diri dari tanggungjawab dan cari selamat untuk diri sendiri bukan hanya dianggap sikap yang kurang etis, tetapi lebih dari pada itu dianggap oleh Allah sebagai suatu dosa. Setiap orang yang percaya kepada Kristus diutus untuk memaknai konteks hidupnya dengan kuasa kasih Allah yang telah dinyatakan di dalam pengorbanan Kristus. Sebab makna terdalam dari pemberitaan Injil adalah mengkomunikasikan kasih Allah secara nyata dan dilandasi oleh sikap yang bertanggungjawab sehingga orang-orang di sekitarnya dapat mengalami anugerah keselamatan dari Kristus.
Bagaimanakah sikap saudara setelah mendengar firman Tuhan ini? Apakah kita bersedia untuk memaknai konteks hidup dan lingkungan di sekitar kita dengan kuasa kasih Kristus? Di tengah-tengah sesama kita yang sekarang banyak menderita, marilah kita makin peduli dengan menjadi tangan-tangan Kristus yang terulur untuk menyalurkan air kehidupan secara cuma-cuma. Dan dengan doa dari Tuhan Yesus, maka pastilah kita selaku umatNya akan dilindungi dari kuasa yang jahat, sehingga pada akhirnya nama Allah di dalam Kristus makin dipermuliakan. Amin.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Leave a Reply