Latest Article
Tinjauan Kritis terhadap Injil Yudas

Tinjauan Kritis terhadap Injil Yudas

Jenis dan Latar-belakang “Injil” Yudas

                Penemuan tulisan yang kemudian disebut dengan “Injil Yudas” di Mesir merupakan suatu penemuan yang memberi kesaksian yang berbeda dengan kitab Injil-Injil. Sebab tokoh Yudas Iskariot justru dipandang sebagai seorang pahlawan. Dari hasil penelitian teks, tulisan yang disebut dengan Injil Yudas tersebut ditulis antara tahun 220 M dan 340 M. Bila diteliti dari gaya penulisan kuno dan pemakaian bahasa Koptik atas Injil Yudas, Rodolphe Kasser berpendapat bahwa penulisan tulisan tersebut dapat lebih tua lagi. Dengan demikian, para ahli sepakat menyatakan keaslian tulisan Injil Yudas sebagai salah satu versi dari Injil Yudas dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan beberapa puluh tahun kemudian di dalam bahasa Koptik.  Irenaeus dalam bukunya yang berjudul “Adversus Haereses” (tahun 180 M) pernah menyatakan bahwa tulisan yang mengklaim nama “Yudas” termasuk kelompok para pemuja Kain. Bagi kelompok tersebut, para tokoh yang berlaku buruk seperti Kain yang membunuh Habel justru dianggap sebagai orang benar. Demikian pula Yudas Iskariot yang mengkhianati Yesus justru dianggap sebagai orang yang memiliki pengetahuan khusus yang tak terjangkau oleh manusia pada  umumnya. Sebenarnya inti tulisan “Injil” Yudas menyatakan bagaimana kepercayaan kaum Gnostik bahwa jalan menuju keselamatan bukan melalui kepercayaan kepada penyaliban dan kebangkitan Yesus.

Jalan keselamatan yang dihayati oleh kaum Gnostik adalah melalui pengetahuan rahasia (dalam bahasa Yunani, gnosis berarti pengetahuan) yang diberikan Yesus kepada orang-orang tertentu, bukan kepada semua orang. Pengetahuan rahasia itu mengungkapkan bagaimana orang dapat terbebas dari penjara tubuh jasmani dan kembali ke alam spiritual tempat asalnya. Di sini terlihat adanya pandangan dualisme Gnostik yang melihat tubuh ragawi sebagai sesuatu yang buruk, fana, dan tidak berharga, yang dilawankan dengan jiwa rohani manusia sebagai yang baik, yang berasal dari Allah, dan bersifat kekal. Karena itu di dalam Injil Yudas, Yudas Iskariot adalah murid yang dipercaya Yesus dan diberikan pengetahuan rahasia tersebut, serta mendapatkan perintah dari Yesus untuk menyerahkan Yesus supaya disalibkan. Murid-murid yang lain dipandang sebagai orang-orang yang salah memahami siapa Yesus, berbeda dengan Yudas yang mendapat pengetahuan rahasia dari Yesus tentang kefanaan raga dan kebakaan jiwa.  Melalui peristiwa penyaliban, Yesus dapat terbebas dari tubuh ragawi yang fana dan jiwanya dapat kembali ke alam spiritual yang kekal bersama Allah, dan hal itu dimungkinkan melalui peran Yudas, sang murid istimewa.

Dengan pemikiran teologis tersebut di atas, tidaklah mengherankan jikalau gereja secara resmi menolak tulisan yang disebut dengan “Injil” Yudas. Sebab “Injil” Yudas bukanlah Injil dalam arti yang sebenarnya. Yang dimaksudkan dengan arti “Injil” adalah kabar baik tentang karya keselamatan Allah yang terjadi dalam seluruh kehidupan dan karya Kristus, yang puncaknya dinyatakan melalui kematian dan kebangkitan Kristus. Sebab melalui kematian dan kebangkitan Kristus, Allah melakukan pendamaian dan penebusan bagi umat manusia. Karena itu tulisan “Injil Yudas” tersebut dimasukkan dalam kelompok “tulisan Apokrif”. Contoh tulisan-tulisan Apokrif adalah: Injil Petrus, Injil Tomas, Injil Filipus, Injil Magdalena, Injil Nikodemus, dan sebagainya. Ciri tulisan Apokrif adalah sering menggunakan nama dari seorang tokoh yang dianggap berpengaruh atau memiliki hubungan dekat dengan Yesus, padahal realitanya bukan tokoh tersebut yang membuat tulisan. Jadi sebutan “Injil” Yudas jelas bukan ditulis oleh Yudas Iskariot. Tetapi baiknya kita bertanya, mengapa tuisan Apokrif tersebut menggunakan nama Yudas Iskariot, murid Yesus. Untuk itu kita akan membahas lebih dahulu bagaimanakah peran Yudas dalam penyaliban Tuhan Yesus menurut kitab Injil-Injil.

Peran Yudas Dalam Penyaliban Yesus Menurut Injil-Injil 

Keempat kitab Injil mencatat dan menyaksikan bahwa eksekusi berupa penyaliban terhadap Tuhan Yesus dapat terjadi karena pengkhianatan salah seorang muridNya yang bernama Yudas Iskariot. DI Mark. 14:10-11 menyatakan: “Lalu pergilah Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid itu, kepada imam-imam kepala dengan maksud untuk menyerahkan Yesus kepada mereka. Mereka sangat gembira waktu mendengarnya dan mereka berjanji akan memberikan uang kepadanya. Kemudian ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus”. Dalam hal ini Yudas Iskariot secara sengaja mendatangi para imam kepala untuk menyerahkan Yesus.

Motif Yudas Iskariot dalam Injil Markus tampaknya dilatar-belakangi oleh keserakahan terhadap uang. Di Mat. 26:15-16 tokoh Yudas secara vulgar meminta uang kepada imam-imam kepala apabila dia dapat menyerahkan Yesus, yaitu: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu? Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus”. Sebaliknya menurut Injil Lukas, keterlibatan Yudas Iskariot merupakan alat di tangan Iblis. Setelah Iblis gagal mencobai Tuhan Yesus di padang gurun ketika Ia berpuasa, maka disebutkan: “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan menunggu waktu yang baik” (Luk. 4:13). Menjelang hari Paskah, Iblis menemukan saat yang baik itu. Itu sebabnya Iblis merasuki diri Yudas Iskariot (Luk. 22:3). Jadi motif utama peran Yudas untuk menyerahkan Yesus adalah karena dia menjadi alat di tangan Iblis. Menurut Injil Lukas, uang yang diterima oleh Yudas bukan motif satu-satunya untuk menyerahkan Yesus. Konsep Injil Lukas ini sejalan dengan pemikiran teologis Injil Yohanes. Di Yoh. 6:70-71, Tuhan Yesus berkata: “Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis.Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu.” Pada waktu perjamuan malam terakhir, Injil Yohanes memberi kesaksian: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera” (Yoh. 13:26-27). 

Dengan motif memperoleh banyak uang dan dipengaruhi oleh rencana Iblis, maka Yudas Iskariot kemudian secara sengaja mengatur strategi bersama Imam-Imam Kepala membawa para penjaga Bait Allah ke tempat Tuhan Yesus biasa berdoa di taman Getsemani. Mark. 14:43-46 menyaksikan: “Waktu Yesus masih berbicara, muncullah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua. Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: “Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia dan bawalah Dia dengan selamat. Dan ketika ia sampai di situ ia segera maju mendapatkan Yesus dan berkata: “Rabi,” lalu mencium Dia. Maka mereka memegang Yesus dan menangkap-Nya.”

Dari kisah penangkapan terhadap Tuhan Yesus, peran Yudas Iskariot sangat kentara sebab dia yang sepertinya memimpin rombongan para prajurit dari Imam-Imam Kepala, Ahli Taurat dan Tua-tua (bandingkan pula dengan Yoh. 18:3). Lebih dramatis lagi adalah caranya Yudas memberi tanda atau kode yaitu dengan cara mencium Tuhan Yesus. Di Injil Matius, Tuhan Yesus memberikan suatu respon terhadap Yudas yang telah menciumNya: “Hai teman, untuk itukah engkau datang?” (Mat. 26:50). Di Injil Lukas, respon Tuhan Yesus lebih jelas: “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?” (Luk. 22:48). Dari reaksi dan respon Tuhan Yesus tersebut, jelas bahwa Injil-Injil kanonik menunjukkan bahwa tokoh Yudas Iskariot yang melakukan pengkhianatan. Sehingga dia secara sengaja dan terencana membawa para pasukan dari Sanhedrin untuk menangkap Tuhan Yesus ketika dia berdoa bersama dengan para muridNya. Kitab Injil-Injil sepakat bahwa tindakan Yudas Iskariot selain didasari oleh sikap tamak untuk memperoleh uang, dia juga telah membiarkan dirinya diperalat oleh Iblis.

Tokoh Yudas Iskariot Dalam Injil Yudas

Injil Yudas memulai kesaksikannya dengan memberikan suatu kata pembuka, demikian: “Inilah kisah rahasia mengenai pewahyuan yang diucapkan oleh Yesus dalam pembicaraannya dengan Yudas Iskariot selama seminggu, tiga hari sebelum dia merayakan Paskah”. Dari pembukaan ini telah tampak perbedaan antara Injil Yudas dengan Injil-Injil kanonik yaitu soal rentang waktu percakapan Yesus dengan Yudas tentang penderitaan dan kematian yang akan dialamiNya. Injil Yudas hanya memberikan rentang waktu yang relatif sangat pendek, yaitu sekitar 7-8 hari sebelum Yesus mengalami penderitaan dan kematianNya.

Sebaliknya di Injil-Injil kanonik Tuhan Yesus telah menyatakan sejak lama. Misalnya di Injil Lukas, Tuhan Yesus telah menyatakan penderitaan dan kematianNya setelah pengakuan Petrus. Luk. 9:22 Tuhan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” Selain itu pembicaraan Tuhan Yesus tentang penderitaan, kematian dan kebangkitanNya di Injil-Injil disampaikan secara terbuka kepada para murid, tetapi di Injil Yudas hanya disampaikan secara pribadi dan tertutup kepada Yudas Iskariot. Mengapa hanya kepada Yudas Iskariot saja, Yesus menyampaikan hal rencana penderitaan dan kematianNya?

Menurut kesaksian Injil Yudas, para murid Yesus tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berdiri di depanNya. Di Injil Yudas menyatakan: “Tetapi roh mereka (para murid) tidak berani berdiri di hadapanNya, kecuali Yudas Iskariot. Yudas mampu berdiri di hadapanNya, tetapi tidak dapat menatap mataNya, dan dia memalingkan wajahNya”. Gambaran tersebut sebenarnya mau menyatakan bahwa hanya tokoh Yudas Iskariot memiliki kekuatan untuk berdiri di depan Yesus, tetapi tetap dengan rendah hati dan hormat sehingga dia tidak berani menatap mata Yesus tetapi dia selalu “memalingkan wajahnya”. Selain itu hanya Yudas Iskariot saja yang mengetahui tempat asal Tuhan Yesus, yaitu tempat di mana tidak ada kematian. Injil Yudas menyaksikan ucapan Yudas Iskariot demikian: “Aku tahu siapa engkau sesungguhnya dan dari mana asalmu. Engkau berasal dari alam yang tak mengenal kematian, tempat kediaman Barbelo. Dan aku tak pantas untuk mengucapkan nama Dia yang telah mengutusmu.”

Jadi hanya Yudas Iskariot saja yang mengetahui tempat asal Yesus yang sesungguhnya, yaitu alam Barbelo, yaitu suatu alam ilahi atau “aeon” yang tidak mengenal kematian selama-lamanya. Nama sebutan “Barbelo” sebenarnya merupakan bentuk dari tetragrammaton dari bahasa Ibrani, yaitu “El” (Allah), “b-“ (empat: “arb(a)”). Dari naskah gnostik aliran Set (Sethian), nama “Barbelo” menunjuk kepada Ibu Ilahi dari segala sesuatu yang tampaknya sejajar dengan “pikiran awal” (pronoia) dari Allah. Untuk itu Yudas Iskariot menyatakan bahwa dia tidak pantas untuk mengucapkan nama Allah yang telah mengutus Yesus.

Tokoh Yudas Iskariot dalam Injil Yudas juga dinyatakan sebagai pribadi yang memantulkan dalam dirinya sesuatu yang mulia. Injil Yudas menyatakan: “Karena tahu bahwa Yudas memantulkan dalam dirinya sesuatu yang mulia, Yesus berkata kepadanya: Jauhilah yang lain dan aku akan memberitahukan kepadamu misteri-misteri kerajaan. Ada kemungkinan bagimu untuk mencapainya, tetapi engkau akan cukup banyak berdukacita”. Dalam hal ini Yesus melihat pribadi Yudas Iskariot sebagai seseorang yang memiliki pancaran diri (roh ilahi) yang mulia sehingga dia berhak untuk mengetahui pemerintahan atau kerajaan yang ilahi, walau untuk itu dia akan banyak menderita. Lalu Yudas Iskariot mengajukan pertanyaan perihal waktu pewahyuan yang dijanjikan oleh Yesus kepadanya: “Kapan engkau akan memberitahukan hal-hal itu kepadaku, dan kapan hari besar penuh cahaya itu akan datang bagi generasi itu?”

Di Injil Yudas, tokoh Yudas Iskariot berbicara kepada Yesus tentang penglihatannya yang luar biasa, yaitu: “Guru, sebagaimana engkau telah mendengarkan mereka semua, kini sudilah mendengarkan aku juga, karena aku telah mendapat penglihatan yang luar biasa”. Dalam penglihatan itu, Yudas Iskariot melihat dirinya sendiri saat para murid Yesus merajam dengan batu dan menganiaya dengan kejam: “Dalam penglihatan itu, aku melihat diriku sendiri ketika kedua belas murid merajamku dengan batu dan menganiaya aku dengan kejam”. Jadi Injil Yudas memberikan kesaksian yang berbeda dengan kitab Injil-Injil tentang kematiannya. Menurut Injil-Injil, Yudas Iskariot mati secara mengenaskan karena dia bunuh diri: “Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri” (Mat. 27:5). Menurut Kis. 1:18, Yudas Iskariot mati dengan cara jatuh tertelungkup dan semua isi perutnya tertumpah keluar. Tetapi menurut Injil Yudas, dia mati karena disiksa dan dirajam dengan batu oleh para murid Yesus. Jadi menurut Injil Yudas, tokoh Yudas Iskariot mati karena para murid Yesus marah dengan membalas dendam. Karena itu akhirnya dia menjadi korban kemarahan para murid Yesus.

Sebutan Yesus terhadap Yudas Iskariot dalam Injil Yudas sebagai “yang ketiga belas.” Maksud sebutan “yang ketiga belas” sebenarnya mau menyatakan bahwa Yudas Iskariot kelak akan menjadi suatu mahluk ilahi yang ketiga belas. Namun untuk mencapai tingkat sebagai mahluk ilahi itu, Yudas Iskariot akan dikutuk: “dan kau akan dikutuk oleh generasi-generasi lain – dan kau akan datang untuk menguasai mereka. Pada akhir zaman mereka akan mengutuk kenaikanmu ke generasi yang kudus”. Tetapi kutukan itu justru merupakan jalan bagi Yudas untuk mencapai kenaikannya ke generasi yang lebih kudus di alam Barbelo, sehingga dia kelak akan menguasai para murid Yesus. Itu sebabnya Yesus mengajarkan kepada Yudas Iskariot suatu rahasia yang tak seorangpun telah melihatnya. 

“Karena ada alam yang agung dan tiada batas, yang keluasannya tak pernah dilihat 
oleh generasi malaikat manapun, di mana terdapat satu roh agung yang tak terlihat: 

Yang tiada mata malaikat telah melihatnya, 
tiada pikiran di hati dapat memahaminya, 
dan tak pernah disebut dengan nama apapun.”

Tokoh Yudas Iskariot selain diberi karunia untuk mengetahui rahasia alam yang tiada batas, dia dijanjikan oleh Yesus menjadi yang paling besar dari para semua muridNya. Alasan dari janji Yesus tersebut adalah karena hanya Yudas Iskariot sajalah yang mampu membebaskan diri Yesus dari raga atau tubuh jasmaniahNya. Yesus berkata kepada Yudas: “Tetapi engkau akan lebih besar dari pada mereka semua, karena engkau akan mengorbankan wujud manusia yang meragai diriku”. Artinya dengan tindakan Yudas Iskariot menyerahkan Yesus kepada Imam-Imam Kepala sehingga Yesus disalibkan dan mati, sebenarnya Yudas Iskariot telah melakukan perbuatan yang sangat luhur dan patut diteladani. Yudas Iskariot sesungguhnya telah membantu Yesus melepaskan diri dari tubuh jasmaniahNya. Dia sama sekali tidak mengkhianati Yesus, tetapi Yudas Iskariot melakukan yang diminta oleh Yesus sendiri. Yudas Iskariot menunjukkan sikap kesetiaan dan pengabdiannya yang besar kepada Yesus.

Jadi dalam konteks ini Injil Yudas mau menyatakan bahwa kematian Yesus di salib bukanlah tragedi, tetapi justru merupakan jalan yang membebaskan Yesus dari raga manusia (dunia materi) yang membelengguNya. Karena itu hanya kepada Yudas Iskariot, Yesus berjanji: 

Tandukmu telah ditinggikan, 
Murkamu telah disulut, 
Bintangmu telah tampak begitu cemerlang 
dan hatimu telah (…)” 


“Lihat, segala sesuatu telah diberitahukan kepadamu. 
Angkatlah pandanganmu, dan lihatlah awan itu, 
Serta cahaya yang ada di dalamnya, maupun bintang-bintang 
Yang mengelilinginya. 
Bintang yang mengarahkan jalan adalah bintangmu” 

Dengan janji Yesus tersebut Yudas Iskariot kemudian mengangkat matanya dan melihat awan bercahaya cemerlang, dan dia masuk ke dalamnya. Kisah Injil Yudas kemudian diakhiri dengan kesaksian demikian: 

“(…) Imam-imam kepala mereka bersungut-sungut 
karena dia telah pergi menuju ruang tamu untuk berdoa. 
Tetapi beberapa ahli kitab ada di sana, mengamati dengan seksama, 
agar dapat menangkapnya sewaktu dia berdoa, 
karena mereka takut akan orang banyak, 
sebab oleh orang-orang itu dia dianggap sebagai seorang nabi. 
Mereka mendekati Yudas dan berkata kepadanya, 
“Apa yang kau lakukan di sini? Kau kan murid Yesus”. 
Yudas menjawab mereka seturut apa yang mereka kehendaki. 
Dan dia menerima sejumlah uang, 
dan menyerahkan dia kepada mereka.”



Injil Yudas Dalam Konteks Aliran Gnostik

Menurut para ahli, salinan Injil Yudas (disebut pula: kodeks Tchacos) ditemukan pada tahun 1970 di Mesir tengah dan berbahasa Koptik yang ditulis sekitar tahun 280-300; tetapi naskah aslinya tidak diketahui kapan ditulis. Kemungkinan naskah aslinya ditulis sekitar pertengahan abad II yaitu antara tahun 140-160. Namun yang jelas, bapa gereja bernama Irenaeus dari Lyon (Perancis) dalam bukunya yang berjudul “Adversus Haereses” (Melawan Kaum Bidaah) yang ditulis pada tahun 180 menyebutkan nama Injil Yudas. Gereja selama ini menempatkan Injil Yudas dan juga injil-injil lain seperti Injil Tomas, Injil Petrus, Injil Filipus, Injil Nikodemus, dan Injil Magdalena dalam kelompok kitab-kitab apokrif. Arti dari kitab “apokrif” adalah “terahasiakan” (tidak dibuka untuk umum), tetapi hanya disampaikan kepada suatu kelompok yang khusus. Itu sebabnya dalam Injil Yudas, kita dapat melihat bahwa percakapan Yesus tertuju hanya kepada Yudas dan jarang kepada para muridNya apalagi kepada orang banyak. Sangat berbeda dengan kitab Injil-Injil yang secara terbuka menyaksikan pengajaran dan percakapan Yesus dengan berbagai kalangan atau terjadi di depan orang banyak.

Dengan penemuan beberapa salinan “Injil-Injil” apokrif berbahasa Koptik di Nag Hamadi, Mesir tahun 1945, kita dapat mengetahui bahwa kekristenan pada abad pertama terdiri dari beberapa golongan aliran teologis. Salah satu golongan Kristen yang ditolak oleh gereja resmi adalah golongan/aliran gnostik. Istilah gnostik atau alian “gnostisisme” berasal dari istilah Yunani yaitu “gnosis” yang berarti “pengetahuan”. Prinsip alian gnostik adalah manusia dapat memperoleh keselamatan apabila mereka memperoleh “pengetahuan” tentang kebenaran. Pengetahuan yang dimaksudkan adalah pengetahuan tentang hakikat diri (jati-diri) kita yang sebenarnya, yaitu bahwa sebenarnya hakikat diri manusia bersifat ilahi. Untuk itu manusia perlu mencapai kesadaran tentang keilahiannya yang selama ini telah terpenjara dalam tubuh ragawi atau dunia kebendaan. Manakala manusia dapat memperoleh pengetahuan (“gnostis”) tentang hakikat diri, maka mereka dapat membebaskan diri mereka dari perangkap tubuh jasmaniah ini. Di sinilah peran Kristus yang sesungguhnya. Dia datang untuk membawa pengetahuan rahasia tersebut, sehingga melalui Dia kita dapat memperoleh pengetahuan yang lengkap tentang diri kita, sehingga kita dapat secara efektif melepaskan diri dari perangkap kejasmanian atau dunia materi ini. Kristus datang untuk mewahyukan kebenaran tersebut kepada para pengikut yang dekat dan setia kepadaNya. Jadi keselamatan atau “hidup kekal” menurut kaum gnostik bukan diperoleh melalui iman kepada Kristus, tetapi melalui pengetahuan yang diperoleh dari Kristus.

Di sinilah letak perbedaan yang asasi antara iman Kristen dengan golongan gnostik. Sebab iman Kristen sebagaimana disaksikan melalui kitab Injil-Injil menegaskan bahwa iman kepada Kristus sebagai yang paling menentukan untuk memperoleh keselamatan. Sebab melalui iman kepada Kristus, Allah menganugerahkan keselamatan dan hidup yang kekal. 

Dalam ajaran gnostik, dunia ini diciptakan bukan oleh Allah yang benar, tetapi diciptakan oleh Allah yang bebal. Sebab Allah yang benar bersifat sungguh-sungguh ilahi, yang di dalamnya sama sekali tidak ada segi atau kualitas material. Dari dalam diriNya, mengalir (emanasi) “aeon” yang juga bersifat ilahi. Tetapi tiba-tiba terjadi suatu bencana kosmik. Sebab tanpa terduga, salah satu dari aeon tersebut terjatuh dari alam ilahi sehingga menyebabkan penciptaan mahluk ilahi lain. Dewata (“malaikat”) yang jatuh tersebut kemudian menciptakan dunia kebendaan kita. Dialah yang menciptakan manusia, yang mana percikan ilahi tersebut terperangkap dalam tubuh ragawi. Itu sebabnya jiwa-jiwa yang terperangkap itu perlu dibebaskan kembali agar dapat kembali ke alam ilahi, yaitu tempat asal-usul manusia yang sesungguhnya.

Jadi dalam pemikiran gnostik, yang menciptakan manusia sebenarnya bukan Allah yang sejati dan benar. Dalam hal ini Allah Perjanjian Lama bernama Yahweh sebenarnya “Allah yang lebih rendah”. Jadi Yesus diutus oleh Allah lain, bukan Allah yang bernama Yahweh. Karena itu tidak patut manusia menyembah dan beribadah kepada Yahweh. Manusia harus kembali mencari Allah yang sejati, yang lebih tinggi dan mulia. Untuk itu manusia harus mempelajari “pengetahuan” tentang hakikat dirinya. Namun disadari pula bahwa manusia membutuhkan pertolongan mahluk ilahi yang lebih tinggi untuk memperoleh “pengetahuan” tersebut. Dalam hal ini Kristus adalah mahluk ilahi yang berasal dari Allah yang lebih tinggi dan mulia, yaitu dari alam Barbelo sehingga Dia mampu memberi “pengetahuan” yang menyelamatkan, sehingga melalui pengetahuan yang dicurahkan, manusia dapat melepaskan diri dari belenggu tubuh ragawi ini. 

Dalam hal ini aliran-aliran gnostik memiliki beberapa pandangan pandangan tentang Kristus.

Beberapa golongan gnostik ini menganggap Kristus sebagai “aeon” (dewa) dari dunia ilahi, sehingga Kristus sama sekali bukan manusia dengan tubuh dan dagingNya. Dia diutus bukan oleh Yahweh karena Yahweh dianggap bukan Allah yang sebenarnya. Sebagian lain dari penganut gnostik mengajarkan bahwa Kristus benar-benar manusia, tetapi Dia memiliki percikan Ilahi yang sangat istimewa dan murni yang berbeda secara kualitatif dengan percikan ilahi yang dimiliki oleh manusia pada umumnya. Untuk sementara Yesus mengenakan tubuh jasmaniah sebagai manusia agar Dia dapat mewahyukan kebenaran ilahi bagi pengikut yang dekat dengan Dia. Roh Ilahi hadir dalam diri Yesus pada saat-saat yang khusus seperti ketika Dia dibaptis di sungai Yordan, atau ketika Dia mengalami transfigurasi di atas gunung, sehingga Dia dapat berjumpa dengan nabi Musa dan Elia. Setelah itu Roh Ilahi tersebut pergi meninggalkan Yesus. Itulah sebabnya di atas kayu salib, Yesus berseru: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Jadi Roh Ilahi telah meninggalkan diri Yesus sebelum penyaliban, sehingga Roh Ilahi tersebut tidak mengalami penderitaan dan kematian.

Dengan pola berpikir yang demikian, tidak mengherankan jikalau kemudian Irenaeus menganggap ajaran aliran gnostik sebagai ajaran bidat yang sangat berbahaya. Mereka dengan sangat jelas menolak Allah di Perjanjian Lama yaitu Yahweh dengan menganggap Yahweh hanya sebagai “Allah kedua” yang lebih rendah dari pada Allah yang sejati, benar dan mulia. Mereka juga menganggap Kristus bukan berasal dari diri Yahweh, tetapi Allah yang lain: Allah yang sejati, benar dan mulia. Dalam hal ini ketika Kristus hidup di atas muka bumi dianggap oleh aliran gnostik tidak mengenakan tubuh yang terdiri dari darah dan daging, tetapi Dia hanya mengenakan tubuh yang maya (semu). Sehingga Kristus ketika disalibkan, Dia tidak pernah menderita dan mengalami kematian. Manusia diselamatkan bukan karena iman yang percaya kepada pengorbanan dan kematian Yesus. Sebab kematian Yesus di atas kayu salib bagi orang gnostik sama sekali tidak membawa dampak apapun terhadap keselamatan manusia. Kematian Kristus justru menjadi media yang efektif untuk membebaskan roh Kristus dari perangkap tubuh materiNya. Jadi manusia diselamatkan bukan karena penebusan dalam kematian Kristus, tetapi melalui pengetahuan rahasia yang telah diwahyukan oleh Yesus.

Di Injil Yudas, menyebutkan Yesus dapat hadir sebagai seorang anak, yaitu: “Dia mulai bicara dengan mereka mengenai berbagai misteri yang melampaui dunia ini, dan yang akhirnya akan terjadi. Seringkali di hadapan para muridNya dia tidak menampakkan diri sebagaimana wujudnya, melainkan hadir di antara mereka sebagai seorang anak”. Ungkapan tersebut mau menyatakan bahwa sebenarnya pada saat Yesus di bumi, Dia mengenakan tubuh maya. Dalam pemikiran gnostik, Yesus dipandang memiliki diri pribadi yang “doketik” Maksud Yesus mengenakan tubuh secara doketis artinya adalah Yesus dari sudut pandang manusia kelihatan memiliki tubuh insani, tetapi sebagai pribadi ilahi sebenarnya Yesus dapat mengenakan wujud tubuh yang berbeda-beda sesuai yang Dia kehendaki. Dia dapat menampakkan diri sebagai orang yang sudah tua atau sebagai anak-anak secara bersamaan kepada orang yang berbeda!

Apabila di Injil Yudas, Yesus menampakkan diri sebagai seorang anak di hadapan para murid-Nya justru mau menyatakan bahwa Dia sama sekali tidak tercemar oleh realitas dunia materi yang kotor dan memiliki kebijaksanaan yang murni, sebagaimana anak digambarkan sebagai pribadi yang masih lugu. Itu sebabnya Yesus dapat pergi ke alam asalNya yaitu alam Barbelo setiap saat Dia kehendaki. Perhatikan kutipan dari Injil Yudas berikut: 

Pagi hari berikutnya, setelah hal itu terjadi, Yesus muncul lagi di antara 
para muridnya. Mereka bertanya kepadanya, 
“Guru ke mana saja engkau pergi, 
dan apa yang engkau lakukan ketika pergi meninggalkan kami?” 
Yesus bersabda kepada mereka, 
“Aku pergi ke generasi lain yang agung dan suci”. 
Para murid berkata kepadanya, 
“Tuan, generasi agung manakah yang lebih tinggi dari pada kami, 
dan lebih suci dari pada kami, yang bukan berasal di alam ini sekarang?” 
Ketika mendengar hal itu, Yesus tertawa 
dan bersabda kepada mereka, 
“Kenapa kalin berpikir di dalam hati kalian 
mengenai generasi yang kuat dan kudus itu? 
Sesungguhnya aku berkata kepadamu, 
tak seorangpun yang dilahirkan yang berasal 
dari aeon ini akan menyaksikan generasi itu…..” 


Dalam pemikiran gnostik menurut Injil Yudas, Yesus selama hidup di dunia dapat pergi ke alam asalNya yaitu Barbelo setiap saat. Di alam Barbelo, Yesus pergi menjumpai generasi yang lebih agung dan suci dari pada generasi manusia. Generasi begitu agung dan suci, sehingga tidak dapat dijumpai oleh siapapun juga termasuk kumpulan malaikat, apalagi generasi manusia yang fana dan kotor. Itu sebabnya para murid Yesus menjadi gundah gulana ketika Yesus menyatakan bahwa mereka tidak dapat masuk ke alam Barbelo tempat generasi yang agung dan suci itu. 

Karena kaum gnostik menolak Allah di Perjanjian Lama yaitu Yahweh, maka mereka juga menentang semua ajaran yang diperintahkan oleh Yahweh.

Apabila Yahweh memerintahkan umat Israel untuk mentaati Sepuluh Firman, maka kaum gnostik justru melanggar hukum tersebut. Itu sebabnya mereka menghormati tokoh Kain yang membunuh Habil. Karena Kain melakukan yang bertentangan dengan perintah Yahweh. Jadi kelompok gnostik justru menghormati Kain sebagai pahlawannya. Sehingga dapat dipahami jikalau mereka juga menghormati tokoh Yudas Iskariot. Sebab hanya tokoh Yudas Iskariot yang paling mampu memahami pesan Yesus yang sebenarnya. Yudas Iskariot telah memperoleh pengetahuan rahasia dan ilahi yang tidak dimiliki oleh siapapun juga termasuk para murid Yesus. Karena itu hanya kepada Yudas Iskariot saja Yesus menjanjikan untuk masuk ke alam Barbelo untuk bergabung dengan generasi yang agung dan suci itu, yaitu apabila Yudas Iskariot tetap setia melakukan yang diperintahkan oleh Yesus dengan menyerahkan Dia kepada Imam-Imam Kepala untuk disalibkan.

Bukti Terhadap Kematian Yesus

Walau Injil Yudas merupakan kitab apokrif yang ajarannya sangat berbeda dan bertentangan dengan iman Kristen, tetapi satu hal yang sangat penting dari penemuan salinan naskah Injil Yudas tersebut adalah kesaksiannya yang sama dengan kitab Injil-Injil bahwa Yesus sungguh-sungguh mati di atas kayu salib. Di dalam Quran menyatakan bahwa Yesus atau Isa Almasih tidak mati di atas kayu salib, tetapi Allah telah mengubah wajah muridNya yang bernama Yudas seperti wajah Yesus sehingga yang sebenarnya disalibkan adalah Yudas, bukan diri Yesus. S. 4:157-158 berkata: “dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih Isa putera Maryam, rasul Allah; padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang-orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepadaNya. Dan adalah Allah maha perkasa lagi bijaksana.”

Dalam pemikiran teologi Islam, Yesus tidak sampai mati dibunuh di atas kayu salib, tetapi Allah telah mengangkat Dia ke surga. Sehingga Yesus bebas dari penderitaan dan kematian. Sebab tidak layak seorang nabi Allah mengalami nasib yang sedemikian tragis. Itu sebabnya Surah 4:158 menyatakan: “Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Berita kematian Yesus sebagaimana yang disaksikan olehkitab Injil-Injil dalam pemikiran Islam dianggap sebagai suatu persangkaan belaka yang lahir dari sikap ragu-ragu tentang siapa yang sebenarnya dibunuh. Walau di ayat lain Quran menyatakan bahwa Yesus juga mengalami kematian, misalnya di Surah 19:33 menyatakan: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” Dengan demikian versi kematian Yesus di dalam Quran sebenarnya tidak seragam. Pada satu sisi kematian Yesus diingkari, tetapi pada sisi lain Quran memberikan dukungan.

Konflik Iman Kristen Dengan Neo-Platonisme

Walau kitab Injil-Injil dan Injil Yudas sepakat dalam peristiwa kematian Yesus, namun masing-masing memiliki esensi teologis yang sangat berbeda. Bagi kitab Injil-Injil jelas bahwa kematian Yesus pada hakikatnya telah ditentukan oleh Allah sebagai penebusan dosa bagi seluruh umat manusia. Sebab manusia tidak dapat berlaku benar di hadapan Allah dengan perbuatan atau amal ibadahnya. Itu sebabnya mereka membutuhkan Kristus yang ditetapkan oleh Allah sebagai korban (“asyam”) untuk menggantikan kedudukan manusia. Seharusnya manusia yang berdosa menerima hukuman dan murka Allah, tetapi Allah berkenan menyelamatkan manusia dengan korban Kristus di atas kayu salib. Tetapi menurut Injil Yudas, kematian Yesus berfungsi untuk menyelamatkan diri Yesus sendiri agar Dia dapat terlepas dan bebas dari perangkap tubuh ragawiNya, sehingga kematianNya sama sekali tidak ada hubungannya dengan keselamatan umat manusia.

Sebaliknya menurut Injil Yudas, tokoh Yudas Iskariot menjadi teladan utama karena dia mempunyai pengetahuan rahasia dengan menyerahkan Yesus untuk disalibkan. Sehingga melalui perbuatan Yudas Iskariot dapat tercapai 2 hal yang sangat penting, yaitu: Yudas Iskariot telah membantu untuk melepaskan roh Kristus dari tubuh ragawiNya, dan melalui kesetiaannya Yudas Iskariot dapat berhasil untuk memasuki “awan bercahaya cemerlang” yaitu alam Barbelo. 

Pemikiran Injil Yudas sangat jelas menunjuk pengaruh filsafat neo-platonisme yang dualistis yaitu menempatkan posisi roh sebagai yang sangat mulia dan ilahi, sedang materi atau tubuh lebih rendah dan mengandung dosa. Sehingga keselamatan akan diperoleh manusia apabila manusia mau melepaskan diri dari tubuh ragawi dan memasuki dunia roh. Jika demikian sangat jelas bahwa kitab Injil-Injil berhasil memposisikan dirinya secara kritis dari pengaruh filsafat neo-platonisme yang selama ini merajai dan mempengaruhi alam pemikiran dunia pada waktu itu. Sebaliknya kitab Yudas merupakan cermin dari pola pemikiran yang sangat kental dijiwai oleh filsafat neo-platonis dengan menggunakan pakaian “Injil” yang sebenarnya bukan Injil. Karena itu tidak pernah mungkin kita dapat mempertemukan konsep berpikir Injil Yudas dengan kitab Injil-Injil karena memiliki masing-masing memiliki premis sebagai landasan berpikir dan berteologia yang sejak awal merupakan suatu pertentangan.

Dalam pemikiran neo-platonis asal manusia bersifat ilahi dan tidak berdosa. Sebaliknya iman Kristen menghayati bahwa manusia telah jatuh di bawah kuasa dosa dan tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Manusia di dalam dirinya tidak bersifat ilahi walaupun manusia hidup karena dihembuskan nafas dari Allah (Kej. 2:7). Manusia hanyalah sekedar suatu ciptaan belaka dan bersifat fana. Selain itu, iman Kristen tidak pernah menganggap Kristus dengan tubuh jasmaniahNya sebagai suatu “perangkap.” Itu sebabnya umat manusia diperkenankan untuk melihat kemuliaanNya sebagai Anak Tunggal Bapa saat Firman Allah tersebut menjelma dan menjadi daging di dalam diri Kristus (Yoh. 1:14). Bahkan dengan kebangkitan tubuh Kristus, iman Kristen mau menegaskan bahwa tubuh manusia bukanlah sumber dari kuasa dosa. Sebaliknya tubuh kita adalah Bait Roh Kudus (I Kor. 6:19).

Sumber dari dosa justru adalah kedirian kita seutuhnya yaitu “roh” sebagai penggerak seluruh kesadaran, pemikiran, motivasi, dan pengambil keputusan etis. Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri-hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang” (Mark. 7:7:20-23).

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Leave a Reply