Pengantar
Hakikat keselamatan menurut iman Kristen adalah anugerah Allah melalui karya penebusan Kristus, dan bukan karena hasil kesalehan/jasa manusia. Karya penebusan Kristus memulihkan dan mendamaikan kehidupan umat manusia yang telah terbelenggu oleh kuasa dosa. Kematian Kristus telah membayar lunas dosa-dosa yang tidak dapat dibayar oleh amal-ibadah dan kebajikan manusia. Namun anugerah keselamatan Allah yang cuma-cuma tersebut sering direspons sebagai “anugerah yang murah” (cheap-grace). Karena itu umat sering memilih hidup dalam dosa dan mengabaikan tanggungjawab imannya kepada Allah dan sesamanya. Tulisan ini di beberapa bagian menguraikan pandangan Calvinisme tentang anugerah keselamtan dan penentuan/pemilihan Allah, yang kemudian ditanggapi penulis. Garis besar tulisan ini adalah: makna sola gratia, predestinasi dan Allah yang membebaskan, kerusakan total dan kerahiman Allah, serta hidup dalam anugerah Allah.
Sola Gratia
Keselamatan adalah anugerah, atau juga dapat disebut Sola Gratia. Dengan mendefinisikan keselamatan sebagai Sola Gratia, maka hakikat keselamatan semata-mata adalah anugerah Allah dan sama sekali tidak ada peran atau kontribusi manusia di dalamnya. Di Efesus 2:8-9, Rasul Paulus berkata: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Anugerah Allah dalam Efesus 2:8 disebut dengan kharis, yang artinya: a gift of grace (kemurahan, pemberian, dan belas-kasihan Allah). Karena itu keselamatan tidak dapat diupayakan oleh manusia dengan berbagai amal-ibadah, perbuatan baik, kebajikan, kesalehan, dan ketaatan kepada hukum-hukum agama.
Johannes Calvin dalam bukunya yang berjudul Institutio menyatakan bahwa manusia sering mengkhayalkan suatu kebenaran yang terdiri dari iman dan perbuatan-perbuatan. Menurut Calvin, kebenaran iman dan kebenaran akan perbuatan tidak dapat berdiri tegak bersama-sama. Apabila yang satu tegak, maka yang lain harus roboh. Jadi bilamana masih terdapat celah kebenaran atau keselamatan karena perbuatan baik manusia, maka tidak ada ruang sedikitpun untuk kebenaran iman. Manusia tidak dapat menambah, dan mencampur karya keselamatan Allah dalam penebusan Kristus dengan perbuatan baik (amal-ibadahnya). Jadi anugerah keselamatan adalah sepenuhnya karunia Allah yang bekerja melalui sikap iman kepada Kristus, sehingga tidak ada alasan sedikitpun bagi manusia untuk memegahkan diri. Keselamatan adalah anugerah Allah pada hakikatnya didasarkan pada pengakuan iman bahwa Allah adalah yang berdaulat penuh dalam kehidupan ini. Dengan kedaulatan-Nya Allah mengaruniakan keselamatan kepada yang Ia kehendaki dan pilih. Calvin menyebut kedaulatan Allah tersebut dengan istilah “predestinasi.” Allah memiliki kuasa untuk menentukan dan memilih sebagian umat yang diselamatkan, dan menolak dan tidak memilih sebagian umat untuk diselamatkan.
Predestinasi dan Allah yang Membebaskan
Calvin merumuskan predestinasi sebagai keputusan Allah yang kekal sebab Allah dengan kemahatahuan-Nya telah tahu segala hal dari sebelumnya (prescientia). Karena itu Allah telah menetapkan untuk diri-Nya sendiri, yaitu semua hal menurut kehendak-Nya terhadap kehidupan setiap orang. Sebab tidak semua orang diciptakan dalam keadaan sama, sebagian ditentukan untuk memeroleh kehidupan kekal, dan sebagian menerima hukuman abadi. Penentuan Allah tersebut sama sekali tidak memerhitungkan sebagian orang yang dipilih karena kelayakannya, namun didasarkan pada rahmat-Nya yang cuma-cuma. Calvin mendasarkan pandangan teologisnya pada Efesus 1:4, yaitu: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Saat Allah memilih dan menentukan pada waktu kekekalan tersebut, tidak berarti Allah mengetahui sebagian manusia layak di hadapan-Nya. Allah tidak menemukan seorangpun yang benar di hadapan-Nya. Karena itu dasar pemilihan dan penentuan Allah adalah “dalam Kristus.” Allah melihat dan membenarkan manusia berdasarkan diri Yesus Kristus. Karena itu Calvin menghubungkan makna “predestinasi” di Efesus 1:4 dengan Yohanes 6:44, yaitu: “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” Dalam Kristus, Allah menentukan siapa saja yang ditarik untuk datang kepada Kristus, dan siapa yang tidak ditarik Allah.
Dari uraian di atas, kita dapat melihat bahwa menurut Calvin, Allah pada hakikatnya bebas memilih dan menentukan segala hal yang terjadi. Dia memiliki kuasa penuh mengendalikan kehidupan umat manusia. Allah bebas melakukan yang Ia ingini, yaitu menyayangi atau tidak menyayangi, menghukum atau menyelamatkan, memilih atau tidak memilih. Calvin menempatkan Allah sebagai causa prima, yaitu penyebab utama segala peristiwa atau kejadian yang berlangsung menurut kehendak-Nya. Dengan pemahaman teologis yang demikian Calvin memahami Allah secara deterministis-fatalistis, yaitu penentuan yang mutlak. Pandangan Calvin tersebut dapat menjadi persoalan theodicy, yaitu bagaimana halnya dengan realitas kekerasan dan kekejaman seperti pembantaian etnis, pembunuhan massal atas nama agama, dan berbagai kejahatan lainnya. Apakah Allah yang bertanggungjawab terhadap semua kekejaman dan kejahatan tersebut? Pemikiran teologis Calvin kurang memberi ruang bagi manusia sebagai gambar dan rupa Allah untuk mengambil keputusan etis dan tanggungjawabnya. Karena itu Jacob Hermann, atau yang dikenal dengan nama Arminius (1560-1609) dalam pemikiran ajaran Arminianisme mengkritik pemikiran Calvin. Arminius berpandangan bahwa setiap manusia memiliki kehendak bebas, sehingga manusia mampu bebas bertindak.
Dalam konteks ini penulis berpendapat bahwa secara keseluruhan Alkitab mempersaksikan Allah sebagai Tuhan yang membebaskan dan memampukan, menyelamatkan dan memulihkan, menguduskan dan meneguhkan setiap umat percaya. Dengan demikian, makna keselamatan adalah anugerah Allah perlu dipahami dalam perspektif Allah yang memberdayakan, memulihkan, meneguhkan, dan membebaskan. Makna keselamatan Allah adalah anugerah tidak boleh dipahami sebagai tindakan Allah yang aktif dan direspons oleh manusia secara pasif. Kehidupan umat manusia bukan permainan dari nasib yang dikendalikan Allah. Sebaliknya anugerah keselamatan Allah senantiasa bersifat aktif, dinamis, personal, dan kontekstual. Manusia tidak bersifat pasif dalam menerima karunia keselamatan, namun proaktif dan bertanggungjawab penuh untuk memaknai anugerah tersebut. Namun apakah sikap manusia yang proaktif dan bertanggungjawab penuh untuk memaknai anugerah Allah tersebut bertentangan dengan pengajaran Calvin tentang kerusakan total (total depravity) manusia yang telah jatuh dalam dosa?
Kerusakan Total dan Kerahiman Allah
Calvin berpendapat manusia telah jatuh dalam dosa sehingga mengalami kerusakan total. Kata total memiliki arti bahwa keadaan mati yang dialami manusia itu lengkap, sepenuhnya mati secara rohani. Manusia rusak secara keseluruhan (total), sehingga pengertiannya menjadi gelap dan tidak mampu mengenal Allah. Karena itulah manusia tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Calvin mengutip Roma 3:10-12, yaitu: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” Dengan kondisi kodrat manusia yang telah rusak total, Calvin menyatakan bahwa semua orang tertindas oleh malapetaka yang tak terhindarkan, dan mereka hanya dapat dibebaskan dari malapetaka itu jika ditarik keluar oleh kasih-sayang Allah. Walau manusia mengalami kerusakan total, namun menurut Calvin masih ada suatu tempat bagi anugerah Allah. Peran anugerah Allah tersebut bukan untuk membersihkan kerusakan itu namun untuk mengendalikannya. Sebagaimana pemikiran Agustinus, Calvin menyatakan bahwa anugerah Allah itu mendahului setiap pekerjaan baik, dan bahwa kemauan mengikuti namun bukan memimpin, menuruti bukan mendahului. Jadi menurut Calvin akal budi insani manusia sama sekali terasing dari kebenaran Allah sehingga segala sesuatu yang dipikirkan, diinginkan dan dikejarnya tidak ada yang tidak fasik: semuanya palsu, kotor, cemar, dan hina. Di tengah kondisi keberadaan manusia yang telah rusak total, anugerah keselamatan bekerja karena kasih-sayang Allah. Allah adalah Sang Maharahim. Ini berarti anugerah Allah merupakan satu-satunya dasar pijakan keselamatan dan harapan umat manusia. Anugerah Allah tersebut dinyatakan dalam penebusan Kristus.
Memahami pemikiran Calvin tersebut di atas, maka kita dapat melihat bahwa anugerah keselamatan Allah di dalam penebusan Kristus merupakan anugerah yang begitu berharga. Kita diselamatkan Allah semata-mata karena pengurbanan Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kita tidak diselamatkan dengan sembarang darah, namun dengan darah Anak Allah. Namun sayangnya banyak orang Kristen memerlakukan anugerah keselamatan Allah sebagai anugerah yang murah (cheap grace). Melalui Kristus, Allah menyatakan kerahiman-Nya, yaitu kehidupan Anak Allah. Surat 1 Petrus 1:18 menyatakan: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas.” Keselamatan kita bukan ditebus dari barang yang fana. Di Surat1 Petrus 1:19, firman Tuhan berkata: “melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” Karena itu jika kita sengaja berbuat dosa, maka kita bukan hanya telah merendahkan keselamatan yang begitu mahal tetapi juga tidak akan tersedia lagi pengampunan dosa. Surat Ibrani 10:26 menyatakan: “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.” Dengan demikian, makna predestinasi dalam teologi Calvin tidak boleh dimaknai secara deterministis-fatalistis (penentuan/takdir Allah yang bersifat mutlak terhadap keselamatan manusia). Keselamatan adalah anugerah juga membutuhkan respons manusia untuk memilih percaya kepada Kristus atau menolak-Nya, hidup kudus atau cemar, taat kepada kehendak Allah atau mengikuti keinginan daging.
Hidup dalam Anugerah Keselamatan
Hidup dalam anugerah keselamatan berarti umat hidup dalam kelimpahan kemurahan, kasih, dan kerahiman Allah. Umat tidak lagi hidup dalam perspektif spiritualitas yang membawa daya kematian bagi sesama di sekitarnya. Sebaliknya hukum-hukum Allah dihayati sebagai “hukum yang menghidupkan.” Sebab iman kepada Kristus adalah iman yang memberdayakan, memberi ruang, dan menghadirkan keselamatan bagi sesama. Rasul Paulus berkata, “Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan” (2Kor. 3:6). Hidup dalam anugerah keselamatan Allah berarti umat menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru yang dikuasai oleh Roh yang menghidupkan. Dengan demikian, umat tidak lagi menghayati makna firman Tuhan secara legalistis, namun dengan spiritualitas kasih dan kesetiaan yang tulus. Spiritualitas kasih dan kesetiaan yang tulus memampukan umat untuk tidak menghakimi sesama yang berbeda atau tidak seajaran.
Anugerah keselamatan Allah seperti air yang menghidupi, sehingga anugerah keselamatan tidak berhenti hanya kepada si penerimanya namun juga bagi sesama di sekelilingnya. Di dalam anugerah keselamatan Kristus, Allah menjadikan setiap umat percaya sebagai mata-air yang terus memancar memberi kehidupan. Di Yohanes 4:14, Tuhan Yesus berkata: “tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata-air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” Karena itu pembaruan hidup perempuan Samaria tersebut mampu membawa dampak keselamatan yang lebih luas, yaitu: “Banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu” (Yoh. 4:39). Anugerah keselamatan Allah memampukan umat percaya untuk melaksanakan misi Allah, yaitu memberitakan dan memerlakukan Injil sehingga Kerajaan Allah menjadi realitas kehidupan umat manusia.
Anugerah keselamatan Allah memampukan dan memanggil setiap umat percaya untuk hidup kudus. Pola kehidupan yang cemar dalam dosa menandakan umat belum mengalami atau merespons anugerah keselamatan Allah secara bertanggungjawab. Mereka masih menjadi hamba dosa yang tunduk kepada keinginan daging. Hidup dalam anugerah keselamatan Allah berarti umat mempraktikkan hidup menurut keinginan Roh. Anugerah keselamatan dan keinginan Roh adalah hukum yang memerdekakan (bdk. Yak. 1:25), sehingga mampu menolak keinginan daging. Karena itu kekudusan adalah wujud nyata dari anugerah keselamatan Allah (Rm. 6:19). Tanpa kekudusan, manusia tidak dapat melihat Allah (Mat. 5:8). Jadi dengan anugerah keselamatan Allah, umat dimampukan untuk hidup kudus, yaitu taat kepada kehendak Allah dalam Kristus (1Petr. 1:2).
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono