Rahel memiliki keistimewaan, yaitu: “elok sikapnya dan cantik parasnya” (Kej. 29:17). Mungkin salah satu alasan Yakub jatuh cinta kepada Rahel. Untuk itu Yakub bersedia bekerja selama 7 tahun mendapatkan Rahel. Namun setelah 7 tahun bekerja ternyata Laban mengawinkan Yakub dengan Lea, kakak Rahel. Protes Yakub ditanggapi oleh Laban dengan mengajukan syarat bahwa Yakub dapat menikah dengan Rahel asal dia mau bekerja 7 tahun lagi. Jadi untuk mendapatkan Rahel sebagai istrinya, Yakub telah bekerja selama 14 tahun. Di tengah-tengah perjuangan Yakub tersebut, kesaksian Kejadian 29:20 berkata: “Jadi bekerjalah Yakub tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel itu, tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel.” Cinta merelatifkan waktu, sehingga rentang waktu tujuh tahun hanya dianggap beberapa hari saja.
Cinta adalah landasan yang paling utama dalam menghayati kehidupan ini. Di dalam cinta, yaitu kasih terdapat suatu kekuatan yang melampaui batas-batas kemampuan fisik, batas ruang dan waktu. Kasih merupakan anugerah ilahi yang di dalamnya kuasa Allah yang mencipta, memelihara dan menguduskan bekerja dalam setiap dimensi kehidupan umat manusia. Karena itu kekuatan cinta/kasih dibutuhkan dalam setiap bidang, yaitu pekerjaan dan karier, membangun keluarga, mengasuh anak, mendidik siswa-siswi, menjalin komunikasi dengan setiap orang, menekuni suatu keahlian, dan melayani pekerjaan Tuhan. Tanpa kekuatan kasih maka semua bidang yang kita kerjakan tersebut akan menjadi beban. Tanpa kasih maka setiap hal yang kita kerjakan akan menjemukan, membosankan, dan menjadi tekanan psikis. Karena itu mengapa ada orang yang bersungut-sungut dalam bekerja walau di tengah fasilitas dan gaji yang cukup tinggi. Sebaliknya mengapa ada orang yang wajahnya berseri-seri dan bahagia walau ia bekerja dalam kondisi yang serba minim.
Di Surat Kabar memberitakan bahwa warga Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Mojokerto pada tanggal 22 Juli 2014 mengembalikan 3.038 parcel ke PT Ajinomoto. Mereka kemudian membuang bahan-bahan pokok seperti sampah karena dianggap kurang banyak. Orang-orang seperti ini tidak mampu menghargai berkat Allah karena itu mereka tetap miskin. Sebab mental mereka miskin sehingga sulit bersyukur. Sikap warga tersebut dapat terjadi dalam kehidupan jemaat. Kita marah dan membuang rezeki dari Tuhan karena dianggap “kurang.” Anggota jemaat yang memandang remeh pelayanan gerejawi sebab dianggap tidak menguntungkan secara materi karena itu mereka melakukan dengan setengah hati dan bersungut-sungut. Bagaimana dengan Saudara?
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono