Pada masa Prapaskah terdapat pertanyaan fundamental yang perlu direnungkan dan disikapi sebagai keputusan etis. Pertanyaan tersebut adalah: “Ke manakah aku berada di tengah-tengah tarikan kuasa dunia yang sedang bekerja?” Apakah di tengah-tengah tarikan yang ada, kita tetap memilih setia dan taat kepada kehendak Allah? Tarikan-tarikan tersebut sering begitu kuat dan menggoda. Tetapi apakah kita berkomitmen menjaga integritas diri? Surat Yakobus berkata: “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya” (Yak. 1:14). Tarikan-tarikan yang kuat itu adalah keinginan/nafsu, sebab diseret dan dipikir olehnya. Kata “diseret” berasal dari kata exelkomenos, yang kata dasarnya adalah elkuoo yang artinya: membujuk, menggoda, dan menarik maju.
Sangat menarik kata elkuoo tersebut ternyata dipakai oleh Yesus dalam Yohanes 12:32. Frasa: “menarik semua orang datang kepada-Ku” (pantas elkyso pros emauton). Maksudnya saat Yesus ditinggikan di atas salib, Ia akan menarik semua orang kepada Dia. Manusia perlu merenungkan secara eksistensial tentang makna hidupnya, yaitu kepada siapa ia mau ditarik? Apakah kepada penguasa dunia yang dimanifestasikan dengan keinginan-keinginan yang dilarang (epithumias)? Ataukah ia ditarik oleh anugerah Allah di dalam penebusan Kristus di atas kayu salib? Di hadapan daya tarikan-tarikan tersebut manusia harus mengambil keputusan etis, baik ketika ia ditarik oleh keinginan/nafsu dunia, ataukah oleh anugerah keselamatan dari Allah.
Namun ada satu hal yang bersifat khusus saat manusia membuka diri untuk ditarik oleh anugerah keselamatan Allah di dalam Kristus. Anugerah Allah tersebut akan melimpahi hidup seseorang dengan antuasiasme yang mendorong dia ingin berjumpa dan mengenal Kristus secara personal. Kata antuasiasme berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu: en-theos (God within: Allah berada di dalam). Jika Allah berada di dalam diri kita, maka kita akan penuh semangat yang berkobar-kobar dengan inspirasi yang kreatif. Pengalaman yang berkobar-kobar dan menginspirasi inilah yang mendorong orang-orang Yunani ingin berjumpa dengan Yesus. Orang-orang Yunani adalah orang asing (goyim). Bangsa yang tidak bersunat. Tetapi sangat menarik menjelang Yesus menderita sengsara dan wafat, mereka hadir sebagai orang-orang yang mencari Yesus dan ingin mengenal Dia.
Sejauh mana kualitas dari enthusiasme kita ditentukan saat manusia berhadapan dengan salib Kristus. Apakah salib itu menjadi batu sandungan, kebodohan ataukah kekuatan Allah yang menyelamatkan?
Perikop Yohanes 12:20 diawali dengan pernyataan: “Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani.” Dalam teks ini terdapat 2 hal penting yang perlu dicermati, yaitu: Pertama, narasi peristiwa ditempatkan dalam hari raya umat Israel, sehingga timbul pertanyaan, “hari raya apakah itu?” Kedua, mengapa disebut juga beberapa orang Yunani? Apabila kita lihat di awal perikop di Yohanes 12:1, yaitu: “Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati.”
Kita mengetahui bahwa hari raya Paskah diperingati setiap tanggal 14 bulan Nisan (Maret-April). Hukum Taurat di kitab Imamat 23:5 menyatakan: “Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja, ada Paskah bagi Tuhan.” Jadi Yesus datang ke Betania tempat tinggal Lazarus pada tanggal 8 bulan Nisan. Lalu pada tanggal 9 bulan Nisan Yesus masuk ke kota Yerusalem. Dia menguduskan Bait Allah dengan mengusir para pedagang semua pada tanggal 10 bulan Nisan. Jelaslah bahwa konteks peristiwa di Yohanes 12:20-33 terjadi pada masa Prapaskah Yudaisme antara tanggal 10-11 bulan Nisan.
Pada masa menjelang Paskah Yudaisme, hampir orang-orang Yahudi dari perantauan (diaspora) datang ke Yerusalem untuk merayakan hari raya Paskah. Di samping itu datang pula orang-orang proselit. Arti orang-orang proselit adalah golongan orang-orang yang bukan Yahudi tetapi kemudian mereka memeluk agama Yudaisme. Untuk itu mereka menyunatkan diri (bila laki-laki) dan hidup menurut ketetapan dan peraturan agama Yudaisme. Dalam bahasa Ibrani, orang-orang proselit disebut dengan Lehitgayer atau Mitgayer dengan akar kata gur untuk menunjuk orang asing yang tinggal bersama dengan orang Israel.
Apabila hanya Injil Yohanes yang mencatat perjumpaan Yesus dengan orang-orang Yunani, maka dapat disimpulkan bahwa kisah tersebut memiliki arti yang penting dalam pewartaan dan teologia Injil Yohanes. Orang-orang Yunani tersebut datang untuk menemui Yesus bukanlah keinginan yang tiba-tiba. Dari konteks narasi kisah terdapat kemungkinan bahwa orang-orang Yunani tersebut telah mengetahui diri Yesus khususnya saat Ia masuk ke kota Yerusalem dan dielu-elukan dengan daun palem.
Orientasi dan motif orang-orang Yunani yang semula ingin ikut dalam perayaan masa menjelang Paskah Yahudi berubah menjadi sikap antusiasme untuk berjumpa dengan Yesus. Perubahan orientasi dan tujuan orang-orang Yunani tersebut penting untuk dicermati. Sebab mereka datang ke Yerusalem dari tempat asal mereka di Yunani tentu bukan hal yang biasa.
Spiritualitas yang antusiasme tampaknya mewarnai narasi Injil Yohanes 12. Dalam stuktrur narasi Injil Yohanes 12 terlihat:
- Seorang wanita bernama Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni untuk meminyaki kaki Yesus (Yoh. 12:3).
- Orang banyak yang menyambut Yesus dengan meriah dan gegap-gempita saat Ia masuk ke kota Yerusalem (Yoh. 12:13).
- Orang banyak datang berbondong-bondong kepada Yesus karena mereka mendengar bahwa Ia yang membuat banyak mukjizat (Yoh. 12:18).
- Orang-orang Yunani datang ingin berjumpa dengan Yesus (Yoh. 12:21).
Dalam sejarah gereja kita dapat melihat bagaimana penyebaran umat percaya melalui Pekabaran Injil, misalnya: Petrus membawa Injil ke Roma, Paulus ke Asia Kecil dan Eropa (Kis. 10-28), Apolos ke Mesir (Kis. 18), Filipus ke Etiopia (Kis. 8). Sebelum tahun 100 M, Injil sudah tersebar ke Siria, Persia, Afrika (Kis. 9). Berita Injil dengan cepat mencapai wilayah-wilayah yang lebih luas seperti Siria, Persia, Gaul, Afrika Utara, Asia dan Eropa. Dengan demikian narasi datangnya orang-orang Yunani kepada Yesus merupakan langkah awal orang-orang asing (goyim) menerima keselamatan dalam iman kepada Kristus. Premis (dasar pemikiran) ini terlihat dalam respons Yesus saat Ia diberitahu oleh Andreas dan Filipus bahwa ada orang-orang Yunani yang ingin berjumpa dengan Dia. Di Yohanes 12:23 Yesus berkata: “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.” Pemuliaan diri Yesus melalui peninggian di atas kayu salib hampir tiba. Kematian Kristus yang menjadi peristiwa peninggian-Nya selaku kurban Paskah akan menarik banyak orang kepada Dia. Untuk itu sebelum Ia menarik banyak orang, Kristus akan menjadi seperti biji gandum yang harus mati dahulu. Yohanes 12:24 Tuhan Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.”
Makna teks Yohanes 12:24 sangat jelas untuk menunjuk bahwa kematian Yesus justru bertujuan untuk menghadirkan karya keselamatan yang universal bagi seluruh umat manusia. Kematian Kristus justru merupakan benih yang menghasilkan buah keselamatan dan anugerah Allah yang melimpah. Di Yohanes 12:32 Yesus berkata: “Dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” Peristiwa peninggian diri Yesus melalui salib akan menarik semua orang datang kepada-Nya. Sebagai peristiwa peninggian, kematian Yesus di atas kayu salib sesungguhnya diubah Allah menjadi pemuliaan diri-Nya. Hukuman salib yang terkutuk itu justru menjadi penyingkapan cinta-kasih Allah yang sangat agung. Umat yang percaya ditarik oleh cinta-kasih Allah yang begitu besar melalui peristiwa salib.
Orang banyak termasuk orang-orang Yunani yang datang kepada Yesus sesungguhnya mereka ditarik oleh kuasa kasih Allah. Tetapi di antara mereka yang antusiasme datang kepada Yesus akan teruji kemurniannya melalui peristiwa salib.
Dari uraian di atas kita dapat melihat bahwa makna “biji gandum jatuh dan mati” yang menunjuk kepada karya keselamatan Allah yang dikerjakan dalam kematian Kristus di atas kayu salib berfungsi:
- Kematian Kristus selaku kurban Paskah akan menarik banyak orang kepada Dia.
- Melalui kematian Yesus di atas kayu salib sesungguhnya Allah menjadikan sebagai media pemuliaan diri-Nya.
- Umat yang percaya ditarik oleh cinta-kasih Allah yang begitu besar melalui peristiwa salib.
- Salib menjadi daya penarik semua orang untuk datang kepada Yesus sekaligus sebagai penguji dan penyeleksi.
- Salib Kristus menjadi media penyembuhan dan pemulihan dari kuasa dosa.
Makna kebajikan dan kesalehan manusia barulah bermakna apabila ditempatkan dalam respons iman yang dengan hati yang remuk dan jiwa yang hancur luluh untuk menerima penebusan Kristus di atas kayu salib. Batin kita diperbarui, dan firman-Nya yang menguduskan akan menguasai seluruh aspek kepribadian kita. Firman Tuhan yang disampaikan oleh Nabi Yeremia: “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer. 31:33).
Firman Tuhan di Kitab Yeremia 31:33 menegaskan esensi perjanjian Allah yang baru dengan umat-Nya dimeteraikan di dalam hati. Firman Tuhan dipahami hanya sebatas pengetahuan, pengertian dan ritualitas tetapi tidak termeterai di dalam batin umat Israel. Akibatnya firman Tuhan tidak dihayati secara eksistensial. Hidup mereka tetap ditandai oleh pemberontakan dan perlawanan kepada Allah. Karena itu Tuhan menyatakan di Yeremia 33:32 yaitu: “Bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.” Karena itu di dalam karya penebusan Kristus yang dibutuhkan pertama-tama bukan pengetahuan yang lengkap tentang Allah dan karya keselamatan-Nya agar manusia selamat. Tetapi yang dibutuhkan adalah respons batin manusia yang menyadari seluruh keberdosaan dan ketidaklayakannya seraya percaya akan anugerah Allah yang melimpah.
Sesuai nubuat para nabi Allah telah merencanakan dan menetapkan Yesus sebagai biji yang harus mati agar menghasilan banyak buah. Di Yohanes 12:27 Yesus mengungkapkan perasaan hati-Nya yang terdalam, yaitu: “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.” Terhadap kehendak dan ketetapan Allah, Yesus tidak menolak. Ia tidak meminta untuk diselamatkan dari peristiwa salib. Pernyataan yang lahir dari hati Yesus itu diungkapkan dengan kata “jiwa-Ku terharu.” Kata “jiwa-Ku terharu” sebenarnya berasal dari ungkapan (he psyche mou tetaraktai). Kata tetaraktai sebenarnya berarti kondisi affinitas, yaitu perasaan yang begitu dekat sehingga mampu memahami situasi orang lain. Di Yohanes 12:28 Yesus berkata kepada Bapa-Nya: “Bapa, muliakanlah nama-Mu! Maka terdengarlah suara dari sorga: Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!” Penentuan dan ketetapan Allah telah direspons oleh Yesus dengan kerelaan dan kesediaan untuk melakukan-Nya.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono