Latest Article
Mishkan: Kemah Suci (Keluaran 40:1-38)

Mishkan: Kemah Suci (Keluaran 40:1-38)

“Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Pada hari yang pertama dari bulan yang pertama haruslah engkau mendirikan Kemah Suci, yakni Kemah Pertemuan itu. Kautempatkanlah di dalamnya tabut hukum dan kaupasanglah tabir sebagai penudung di depan tabut itu” (Kel. 40:1-3).

Abstrak:

Mishkan: משכן adalah sebutan kemah suci dalam bahasa Ibrani. Makna mishkan menunjuk pada tempat tinggal yang disediakan bagi YHWH selama umat Israel mengembara di padang gurun. Karena itu mishkan merupakan kemah Allah yang selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan kehendak Allah yang memimpin perjalanan umat Israel. Fungi mishkan sebagai tempat kehadiran Allah di tengah-tengah umat Israel sekaligus sebagai pemandu ke arah mana umat Israel berjalan. Dengan demikian YHWH adalah yang menyatakan diri dalam sejarah dan peristiwa kehidupan umat-Nya. Mishkan bukan sekadar simbol kehadiran YHWH tetapi juga manifestasi dari kehadiran-Nya (shekinah). Karena itu perabot-perabot mishkan dibuat secara khusus dan dikuduskan.

Kata kunci: mishkan, shekinah, kabod Adonai, Imam, perabot kemah suci.

Latar-belakang
Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa di gunung Sinai. Di Keluaran 24:12 menyatakan: “Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggallah di sana, maka Aku akan memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah Kutuliskan untuk diajarkan kepada mereka.” Selain YHWH memberikan loh batu yang berisi Sepuluh Firman, Ia juga memberi petunjuk untuk mendirikan Kemah Suci (mishkan). Tujuannya dari pendirian Kemah Suci adalah: “Supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka” (Kel. 25:8). YHWH adalah Allah yang melampaui segala langit berkenan diam di tengah-tengah persekutuan umat Israel. Namun kehadiran YHWH bukanlah kehadiran yang pasif, tetapi aktif. Di Keluaran 25:22 menjelaskan fungsi dari Kemah Suci (mishkan), yaitu: “Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel.” Kemah Suci menjadi tempat perjumpaan Allah dengan umat Israel, dan percakapan antara Allah dengan umat-Nya, serta bagaimana Allah menyatakan firman dan memberi perintah atau hukum kepada mereka.

            Apabila peristiwa umat Israel keluar dari tanah Mesir sekadar suatu pembebasan budak tentunya Allah tidak akan pernah memerintahkan Musa mendirikan Kemah Suci. Mungkin peristiwa pembebasan perbudakan di Mesir cukup diselesaikan secara politis. Namun tidaklah demikian yang terjadi dalam peristiwa keluaran (exodus) umat Israel. Pembebasan dari perbudakan bangsa Mesir tersebut dimaknai secara imaniah dan spiritual. Mereka dijadikan sebagai umat yang merdeka dari perbudakan bangsa Mesir sekaligus dari perbudakan dosa. Mereka dijadikan umat yang dipilih Allah. Pemilihan Allah kepada umat Israel didasarkan pada kedaulatan dan anugerah YHWH. Di Ulangan 9:4 berkata: “Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila TUHAN, Allahmu, telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena jasa-jasakulah TUHAN membawa aku masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah TUHAN menghalau mereka dari hadapanmu.” Kitab Ulangan mengingatkan bahwa perubahan status dari budak bangsa Mesir menjadi umat pilihan Allah sama sekali bukan didasarkan pada kebaikan, kesalehan dan jasa-jasa umat Israel di hadapan YHWH.

Tabut Perjanjian
Perabot yang paling penting dari Kemah Suci adalah Tabut Perjanjian (Aron Habrit). Tabut Perjanjian (Aron Habrit) tersebut dibuat dari kayu penaga (acacia) yang panjangnya dua setengah hasta, lebar satu setengah hasta, dan tingginya satu setengah hasta. Seluruh tabut Perjanjian tersebut baik bagian dalam dan luar disalut dengan emas murni. Kayu pengusung Tabut Perjanjian tersebut juga dibuat dari kayu penaga (acacia) dan seluruhnya disalut dengan emas. Kayu pengusungnya harus tetap terpasang di Tabut Perjanjian tersebut. Lalu di atas Tabut Perjanjian tersebut diletakkan “tutup pendamaian” (hak-kapporet) dari emas murni yang ukuran panjangnya dua setelah hasta dan lebar satu setengah hasta. Setelah itu di atas tutup pendamaian itu diletakkan dua Kerub (kerubim) yang saling mengembangkan sayapnya ke atas, sedangkan sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian itu (hak-kapporet) (Kel. 25:10-20). Semula di dalam Tabut Perjanjian hanya terdiri Dua Loh Batu berisi Sepuluh Firman (ha-edut) (Kel. 25:21). Namun kemudian isi Tabut Perjanjian (Aron Habrit) terdiri 4 benda, yaitu: a). Dua Loh Batu Sepuluh Firman, b). Gulungan Kitab Taurat dari Kejadian-Ulangan, c). Satu buli-buli emas berisi manna, d). Tongkat Harun yang pernah bertunas.

            YHWH selaku Tuhan semesta alam berkenan hadir di atas tutup pendamaian (hak-kapporet) dan di antara dua kerubim. Keluaran 25:22 berkata: “Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel.” Tabut Perjanjian (Aron Habrit) tersebut ditempatkan di Ruang Maha Kudus (Kodesh HaKhodasim) atau HaDevir yang bersebelahan dengan Ruang Kudus (hekhal). Antara ruang Maha Kudus dengan Ruang Kudus dipisahkan oleh sebuah tirai (parochet).

            Melalui Tabut Perjanjian (Aron Habrit) Allah menyatakan diri dan kehendak-Nya kepada umat Israel melalui perantaraan Musa dan Harun. Umat Israel selaku umat Allah (kahal YHWH) dipimpin oleh YHWH secara langsung, sehingga permasalahan atau persoalan di antara umat Israel dapat diselesaikan. Karena itu melalui Tabut Perjanjian yang ditempatkan dalam Kemah Suci, YHWH hadir di tengah-tengah umat-Nya. Di masa mendatang saat Akhir Zaman dalam kedatangan Kristus kehadiran Kemah Allah sorgawi akan berada di tengah-tengah manusia. Kitab Wahyu 21:3 berkata: “Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.” Jadi secara eskatologis iman kepada YHWH di dalam Yesus Kristus kelak umat manusia akan mengalami kehadiran “Kemah Allah sorgawi” dalam realitas kehidupan manusia.

Khabod Adonai
YHWH hadir di atas “tutup pendamaian” (hak-kapporet) dan kedua “kerub” (kerubim) pada tabut perjanjian (Kel. 25:22). Namun pada saat yang sama kehadiran YHWH juga meliputi seluruh kemah suci (mishkan). Di Keluaran 40:34 menyatakan: “Lalu awan itu menutupi Kemah Pertemuan, dan kemuliaan TUHAN memenuhi Kemah Suci.” Kemuliaan Tuhan (kabod YHWH) dalam bentuk awan menaungi seluruh kemah suci (ha-mishkan). Dalam tulisan Talmud (tulisan para rabbi tentang hukum, etika, kebiasaan dan sejarah Yahudi) kemuliaan Allah yang hadir itu disebut dengan shekinah. Kata “shekinah” berasal dari akar kata שכן (sh-k-n) artinya: menghuni, menetap, tinggal atau berdiam. Karena itu Keluaran 40:34 menyatakan bagaimana shekinah Allah menyelimuti (waykas) Kemah Suci umat Israel. Apabila dicermati maka kata shekinah ditulis dalam bentuk feminim. Karena itu makna shekinah merupakan manifestasi dari hadirat diri Allah dalam Roh-Nya. Nabi Yesaya mengalami kehadiran ilahi (shekinah YHWH) yang dinarasikan dalam Yesaya 6:1, yaitu: “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.”

Kehadiran Allah dalam kemuliaan-Nya (shekinah) atas Kemah Suci (mishkan) dengan bentuk awan. Pada malam hari awan kemuliaan Allah tersebut tampak seperti api yang menaungi Kemah-Suci tersebut. Bilangan 9:15 menyatakan: “Pada hari didirikan Kemah Suci, maka awan itu menutupi Kemah Suci, kemah hukum Allah; dan pada waktu malam sampai pagi awan itu ada di atas Kemah Suci, kelihatan seperti api.” Kemuliaan Allah (shekinah YHWH) kadang hanya menaungi pintu Kemah Suci (mishkan). Keluaran 33:9 menyatakan: “Apabila Musa masuk ke dalam kemah itu, turunlah tiang awan dan berhenti di pintu kemah dan berbicaralah TUHAN dengan Musa di sana.” Dengan awan menutupi pintu Kemah Suci (mishkan) tersebut berarti YHWH telah hadir di tengah-tengah umat Israel. YHWH akan menyampaikan firman dan kehendak-Nya.

            Kita dapat melihat hubungan yang erat antara kemuliaan Allah (kabod YHWH) dengan shekinah yang menaungi Kemah Suci (mishkan) dan Tabut Perjanjian (Aron Habrit). Justru karena umat Israel mengalami kehadiran YHWH dan kemuliaan-Nya, maka mereka harus mendirikan Kemah Suci tersebut sesuai dengan petunjuk Allah yang disampaikan kepada Musa. Seluruh tata letak, perabot dan semua fungsinya di Kemah Suci (mishkan) menggambarkan Kemah Suci sorgawi. Realitas yang dimaksud dengan Kemah Suci sorgawi adalah hadirat Allah yang menyatakan diri-Nya dalam Roh.

Manifestasi shekinah dalam Roh Allah sering dikaitkan pula dalam peristiwa Saul yang mengalami kepenuhan Roh. Di kitab 1 Samuel 10:5-6 menyatakan: “Sesudah itu engkau akan sampai ke Gibea Allah, tempat kedudukan pasukan orang Filistin. Dan apabila engkau masuk kota, engkau akan berjumpa di sana dengan serombongan nabi, yang turun dari bukit pengorbanan dengan gambus, rebana, suling dan kecapi di depan mereka; mereka sendiri akan kepenuhan seperti nabi. Maka Roh TUHAN akan berkuasa atasmu; engkau akan kepenuhan bersama-sama dengan mereka dan berubah menjadi manusia lain.” Kehadiran shekinah Allah menyebabkan seseorang mengalami kepenuhan dalam Roh, sehingga menciptakan daya pembaruan dalam kehidupan seseorang. Bukankah kehadiran Allah di Kemah Suci (mishkan) dan Tabut Perjanjian (Aron Habrit) bertujuan memenuhi umat Israel agar mereka mengalami pembaruan sehingga mereka benar-benar dapat menjadi bangsa yang kudus?

Keimaman Harun
Penetapan dan pengaturan YHWH untuk mendirikan Kemah Suci (mishkan) dikaitkan dengan tugas keimaman. Kemah Suci hanyalah media yang dipilih Allah untuk menyatakan  kehadiran-Nya di tengah-tengah umat Israel. Namun Kemah Suci perlu ditangani oleh seorang yang dipilih dan diurapi oleh Allah. Penyelenggaraan ibadah di Kemah Suci perlu dilakukan oleh seorang Imam Allah. Dalam konteks ini jabatan imam Allah di Kemah Suci tersebut dipercayakan kepada Harun dan anak-anaknya. Di Keluaran 40:12-13 menyatakan: “Kemudian kausuruhlah Harun dan anak-anaknya datang ke pintu Kemah Pertemuan dan kaubasuhlah mereka dengan air. Kaukenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kauurapi dan kaukuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku.”

            Sebagai Imam Allah, Harun dan anak-anaknya diberikan wewenang mengenakan Urim dan Tumim. Melalui Urim dan Tumim tersebut seorang Imam Allah mengetahui kehendak Allah dinyatakan. Di Keluaran 28:30 menyatakan: “Dan di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu haruslah kautaruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung Harun, apabila ia masuk menghadap TUHAN, dan Harun harus tetap membawa keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di hadapan TUHAN.” Dengan demikian Harun dan anak-anaknya diberi mandat dan wewenang oleh Allah untuk menyampaikan keputusan ilahi saat umat Israel menghadapi masalah yang pelik, sehingga membutuhkan keputusan YHWH. Para Imam Allah berperan sebagai pengantara Allah dengan umat-Nya.

            Sebagai imam Allah yang menjadi pengantara, Harun dan anak-anaknya di Kemah Suci bertanggungjawab untuk penyelenggaraan pendamaian dan penebusan dosa dan kesalahan umat di hadapan Tuhan. Untuk itu Harun dan anak-anaknya selaku Imam Allah bertugas untuk mengatur pelaksanaan kurban di Kemah Suci. Di Keluaran 40:29 menyatakan: “Mezbah korban bakaran ditempatkannyalah di depan pintu Kemah Suci, yakni Kemah Pertemuan itu, dan dipersembahkannyalah di atasnya korban bakaran dan korban sajian seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.” Kata “mezbah korban bakaran” (mizbah ha-olah) merupakan tugas Imam sehingga diharapkan melalui “korban bakaran” di atas mezbah menjadi persembahan yang harum dan berkenan mendamaikan manusia dengan Allah.

            Jabatan Imam bagi Harun tidak hanya sampai kepada anak-anaknya, tetapi juga pada garis keturunan mereka. Di Lukas 1:5 menyatakan: “Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet.” Zakharia dan Elisabet yang adalah orang tua Yohanes Pembaptis ternyata berasal dari keturunan Harun. Padahal Elisabet dan Maria bersaudara kandung. Jikalau Elisabet dan Maria, ibu Yesus bersaudara kandung dan mereka berasal dari keturunan Imam Harun, maka dapat disimpulkan bahwa Yesus juga adalah keturunan Harun. Dari silsilah-Nya Yesus juga keturunan raja Daud. Namun secara spiritual keimamam Yesus pada hakikatnya tidak didasarkan pada keturunan imam Harun, tetapi keimamam Melkisedek. Sebagaimana keberadaan Melkisedek adalah seorang yang kekal dan ilahi, demikian pula Yesus selaku Firman Tuhan (dabar Adonai) telah ada sejak kekal (Ibr. 7:3).

YHWH: Allah yang Mengembara
Pendirian kemah suci (mishkan) dalam perjalanan umat Israel ke tanah Kanaan tidak pernah menetap di suatu tempat. Kemah suci (mishkan) tersebut selalu berpindah-pindah selama 40 tahun. Durasi waktu pendirian kemah suci (mishkan) di suatu tempat tidak dapat ditentukan. Sebab tergantung kehendak YHWH yang memimpin perjalanan umat Israel. Bilangan 9:17-18 berkata: “Dan setiap kali awan itu naik dari atas Kemah, maka orang Israelpun berangkatlah, dan di tempat awan itu diam, di sanalah orang Israel berkemah. Atas titah TUHAN orang Israel berangkat dan atas titah TUHAN juga mereka berkemah; selama awan itu diam di atas Kemah Suci, mereka tetap berkemah.” Dalam konteks ini kita dapat melihat bahwa YHWH sendiri yang memimpin arah dan proses perjalanan umat Israel menuju tanah Kanaan. Jadi bukan Musa yang menentukan kapan mereka berjalan dan kapan mereka harus berkemah. YHWH adalah Allah yang Mahakuasa dan Pencipta alam semesta tetapi berkenan berjalan bersama dengan umat Israel di padang gurun.

            YHWH yang berjalan bersama umat Israel di padang gurun adalah Allah yang juga mengembara. Ketika Daud merencanakan untuk membangun Bait Suci di Yerusalem, Allah menyatakan: “Aku tidak pernah diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel keluar sampai hari ini, tetapi Aku mengembara dari kemah ke kemah, dan dari kediaman ke kediaman” (1Taw. 17:5). Dalam konteks ini Allah menyatakan bahwa Ia mengembara dari kemah ke kemah. Kata “mengembara” di 1 Tawarikh 17:5 menggunakan kata ehyeh yang memiliki “menyelesaikan, menjadi.” Namun di Tawarikh 17:6 kata “mengembara” dipergunakan kata hithallakti yang artinya berjalan secara terus-menerus. Firman Tuhan di kitab 1 Tawarikh 17:6 berkata: “Selama Aku mengembara bersama-sama seluruh orang Israel, pernahkah Aku mengucapkan firman kepada salah seorang hakim orang Israel, yang Kuperintahkan menggembalakan umat-Ku, demikian: Mengapa kamu tidak mendirikan bagi-Ku rumah dari kayu aras?” Jadi penggunaan kata ehyeh dan hithallaki menunjuk suatu langkah kaki, gerakan maju ke depan dan menyelesaikan seluruh perjalanan sampai berhasil. Allah memimpin pengembaraan atau perjalanan umat Israel bergerak ke depan, yaitu Tanah Terjanji dengan setia. YHWH adalah Allah yang eskatologis. Dari depan, YHWH menarik umat Israel kepada rencana dan kehendak-Nya. Jadi YHWH hadir di tengah-tengah umat Israel dengan kemuliaan-Nya (shekinah), tetapi Ia juga berada di depan menarik mereka ke arah diri-Nya.

Yesus: Firman yang Berkemah
Dalam Alkitab dan iman Kristen sejak awal menegaskan bahwa Yesus adalah Sang Firman Allah (dabar Adonai) (Yoh. 1:1) yang berinkarnasi menjadi manusia. Yohanes 1:14 menyatakan: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Frasa “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” dalam teks Yunani adalah: ho logos sarx egeneto kai eskenosen en hemin. Kristus selaku Sang logos menjadi daging dan berkemah di antara kita. Kata “diam” berasal dari kata ekenosen yang artinya berkemah. Kata ekenosen berasal dari akar kata skenoo yang artinya: berdiam atau berkemah. Kata skenoo juga dapat kita jumpai di Wahyu 7:15, yaitu: “Karena itu mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia siang malam di Bait Suci-Nya. Dan Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya (skenosei) di atas mereka.” Jadi keilahian Yesus yang menjelma menjadi manusia sesungguhnya berdiam atau “berkemah” di tengah-tengah kehidupan umat manusia.

            Kristus adalah Sang Firman Allah yang berkemah di tengah-tengah umat-Nya adalah Kemah Allah sorgawi yang sesungguhnya. Walau keilahian Yesus tersembunyi dalam kemanusiaan-Nya, namun kemuliaan-Nya (doxan) tetap terlihat nyata. Karena itu Yohanes 1:14b menyatakan: “… dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Kemuliaan (doxan) dalam bahasa Yunani tersebut identik dengan kata shekinah dalam bahasa Ibrani. Kemuliaan (doxan, shekinah) yang dimaksud adalah kemuliaan Kristus selaku Anak Tunggal Bapa.

            Selaku Sang Firman Allah yang berkemah dalam inkarnasi-Nya Yesus bertindak menyatakan kuasa Allah yang menyelamatkan. Kemuliaan (doxan, shekinah) Allah tidak lagi berbentuk awan, tetapi dalam sosok seorang manusia yang melakukan pemulihan dan pembaruan dalam kehidupan umat manusia. Sebagaimana YHWH berjalan bersama umat Israel dari satu tempat ke tempat lain, demikian pula Yesus senantiasa berjalan dari satu kota ke kota lain, dari satu daerah ke daerah lain untuk memberitakan Kerajaan Allah sudah dekat. Matius 9:35 menyatakan: “Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.” YHWH dan Yesus selaku Dabar Adonai berkarya dalam pengembaraan umat-Nya agar mereka dapat tiba dengan selamat di Tanah Terjanji, Sorga. Sebagai manifestasi Kemah Allah sorgawi, Yesus mengundang setiap orang datang kepada-Nya untuk tinggal di dalam Dia. Di Yohanes 15:4 Yesus berkata: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” Dalam konteks ini Yesus menganalogikan diri-Nya sebagai suatu “tempat” (kemah) sehingga setiap orang percaya dapat tinggal di dalam Dia. Efek dari setiap umat yang mau diam di dalam Kristus adalah mereka akan menghasilkan buah yang lebat.

            Jikalau Kemah Suci membutuhkan Imam Allah yang bertindak untuk mengatur ibadah dan kurban pendamaian dosa, maka di dalam inkarnasi-Nya Kristus adalah Sang Imam Allah yang Mahatinggi. Ibrani 9:11 berkata: “Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, artinya yang tidak termasuk ciptaan ini.” Bedanya dengan para Imam keturunan Harun yang harus membawa kurban dan darah anak domba ke ruang Mahakudus adalah Yesus selaku Imam Allah membawa kurban dan darah-Nya sendiri ke hadapan Allah (Ibr. 9:12). Karena itu karya penebusan dan pendamaian Kristus menjadi jaminan dan kepastian keselamatan. Kristus Sang Imam Besar Allah yang kekal menurut peraturan Melkisedek telah melakukan karya pendamaian yang sempurna untuk menghadirkan Kemah Allah di tengah-tengah kehidupan umat manusia.

Umat Pengembara
Melalui penyertaan dan naungan shekinah Allah yang dinyatakan dalam kehadiran Roh Kudus, setiap umat percaya bersama Kristus mengembara di padang gurun dunia. Esensi utama dari makna “mengembara” dalam konteks ini adalah kita berjalan menurut kehendak Allah seperti YHWH yang menentukan kapan mereka harus berjalan, dan kapan mereka harus berhenti dan berkemah. Dengan demikian di dalam iman kepada Kristus, kita adalah umat yang bergerak secara eskatologis sebab ditarik oleh Allah yang telah mendahului kita di masa mendatang. Melalui pengembaraan itu kita diajak berani menghadapi berbagai hal yang tidak terduga, ketidakpastian, hal-hal yang penuh risiko dan tidak dapat diprediksi dengan tepat. Namun pada saat yang sama kita percaya bahwa kita aman berjalan bersama dengan Kristus. Karena itu kita tidak gentar, kuatir dan gelisah sebab kita berjalan di dalam Allah yang esa: Bapa-Anak-Roh Kudus. Dengan demikian makna pengembaraan iman di dalam Kristus senantiasa dinamis, progresif dan efektif. Mata rohani kita tidak berpaling ke masa lalu, sehingga tergoda melekat dengan apa yang pernah kita miliki atau sedang dipegang. Sebaliknya mata rohani kita hanya tertuju kepada Allah dengan saksama memperhatikan tanda-tanda yang dinyatakan-Nya seraya kita menghadirkan tanda cinta-kasih Allah, yaitu hidup kudus dan kehidupan yang penuh dengan keadilan serta kepedulian kepada sesama di sekitar kita.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono