Yerusalem, kota seribu suci
tempat takhta Allah di Bait-Nya,
seribu penduduk berpaling arah,
bukan ke arah ke Bait Allah, tetapi kepada sang Raja semesta
yang tampil dalam sesosok insan sederhana,
menunggang seekor keledai,
berjalan lambat menyusuri jalan-jalan Yerusalem.
Setiap orang melambai-lambai dengan daun palma,
menyambut Yesus sang Raja,
Ia memasuki kota Yerusalem dengan tegar,
menyambut penderitaan dan kematian-Nya,
di tengah-tengah umat yang berseru,
“Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja,
diberkatilah Dia sang Raja dalam nama Tuhan”
Seruan yang menyatakan misi keselamatan-Nya,
karena Hosana berarti: “selamatkanlah kami”.
Namun teriakan “Hosana” tak lama lagi berubah,
menjadi teriakan kemarahan: “salibkanlah Dia!”
Seperti itulah sikap umat sepanjang masa,
sebentar kami memuji, sebentar lagi menusuk,
sebentar kami menjadi teman, sebentar lagi menjadi musuh.
sebentar kami percaya, sebentar lagi menjadi bimbang.
Namun semua sikap tersebut tidak menggoyahkan langkah Yesus.
Dia terus maju dalam ketaatan kepada Allah.
Ya Allah, jangan Kaubiarkan diri kami seperti penduduk Yerusalem,
yang berseru-seru dalam nada gembira penuh pujian,
namun berubah menjadi umat yang hidup dalam kemarahan dan kebencian.
Ajarlah kami seperti keledai yang ditunggangi Yesus,
Walau keledai tampak bodoh, tetapi ia menyelesaikan tugas sampai tuntas.
Keledai yang tidak mencari pujian, kecuali menghantar Kristus ke tujuan-Nya.
Keledai yang tak pernah mutung, walau tak mendapat pujian.
Keledai yang bangga karena diizinkan menjadi tunggangan Yesus.
Ampuni kami, jikalau Yesus sering kami jadikan tunggangan kami,
Yesus sang Anak Allah, kami jadikan tunggangan untuk ambisi-ambisi kami,
untuk membenarkan kepentingan-kepentingan diri sendiri,
untuk menguatkan ego kami yang duniawi,
untuk menyembunyikan kemunafikan dan kepalsuan kami,
sehingga hidup kami menjadi batu sandungan bagi karya-Mu.
Selamatkanlah kami dari kebencian dan pembenaran diri.
agar kami dapat berjalan bersama Yesus sampai akhirnya.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono