Latest Article
Minggu Prapaskah II

Minggu Prapaskah II

Minggu, 21 Februari 2016

Kasih Kristus yang Merangkul

(Kej. 15:1-18; Mzm. 27; Flp. 3:17-4:1; Luk. 13:31-35)

Beberapa orang Farisi memperingatkan Yesus, “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau” (Luk. 13:31). Orang-orang Farisi tersebut terkesan peduli untuk melindungi Yesus. Namun di Lukas 11:37-52 mengisahkan kecaman Yesus kepada orang-orang Farisi. Misal di Lukas 11:39 Yesus menyatakan: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.” Di sisi lain Injil Lukas juga memerlihatkan relasi yang cukup baik dengan Yesus. Di Lukas 7:36 mengisahkan seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Demikian pula Lukas 14:1 mengisahkan: “Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ.” Walau dalam kalimat berikut terdapat pernyataan: “Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama” mengesankan sikap curiga dan berhati-hati terhadap diri Yesus. Selain itu kesaksian Kisah Para Rasul 15:5 menyatakan bahwa beberapa orang Farisi percaya kepada Yesus. Karena itu kita tidak dapat memastikan dengan tepat motif beberapa orang Farisi yang memperingatkan Yesus agar pergi meninggalkan tempat itu sebab Herodes hendak membunuh Dia.

Apabila kita meneliti Lukas 9:7-9, maka di Lukas 9:7-9 mempersaksikan bahwa Herodes ingin bertemu dengan Yesus yang dianggap sebagai inkarnasi Yohanes Pembaptis yang telah dibunuhnya. Lalu di Lukas 23:8 mempersaksikan, yaitu: “Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat girang. Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, karena ia sering mendengar tentang Dia, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda.” Tetapi di Lukas 23:11 Herodes memperolok-olok dan menista Yesus, namun dia tidak berniat membunuh-Nya. Dengan demikian kita tidak tahu dengan pasti apakah memang benar ucapan beberapa orang Farisi yang memperingatkan Yesus bahwa Herodes berniat untuk membunuh Dia. Bisa terjadi justru orang-orang Farisi tersebut yang mengancam dan ingin membunuh Yesus dengan menggunakan nama Herodes untuk menutupi motifnya. Dalam hal ini kita berhadapan dengan karakter yang antagonis yaitu motif dan peran orang-orang Farisi yang buruk terhadap diri Yesus, namun ditampilkan secara positif.

Di tengah-tengah situasi dan karakter orang-orang Farisi yang antagonis, Yesus menggunakan informasi ancaman yang dikatakan oleh orang-orang Farisi tersebut sebagai kesempatan untuk menjelaskan maksud kedatangan-Nya di dunia ini. Misi kedatangan Yesus adalah Ia akan wafat sebagai puncak dari seluruh karya pelayanan-Nya. Kematian-Nya adalah bagian dari rencana Allah, dan tidak memiliki kaitan apapun dengan rencana Herodes untuk membunuh-Nya. Kuasa Herodes sebagai raja wilayah Galilea tidak menentukan misi pelayanan Yesus. Dalam pandangan Yesus, sosok Herodes dipandang sebagai “serigala.” Pelayanan Yesus sebelum Ia wafat dinyatakan, yaitu: “Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.” Makna kata “pada hari ini dan besok” menurut Scott Shauf dalam Commentary on Luke 13:31-35 menegaskan bahwa Herodes tidak memiliki kuasa apapun terhadap diri Yesus. Sebab Yesus sendiri yang menentukan “saat-Nya” kapan Ia memenuhi rencana Allah melalui kematian-Nya dan kapan Ia akan bangkit. Jadi Injil Lukas yang menegaskan dengan pernyataan Yesus yaitu: “pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai” merupakan waktu yang diagendakan Allah dalam hidup-Nya. Perhatikanlah perkataan Yesus, yaitu: “dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai” menunjuk pada kedaulatan Yesus dalam menentukan tugas dan misi hidup-Nya sampai selesai.

Tindakan Yesus mengusir setan mengandung dimensi misi Allah yang lebih luas daripada sekadar memulihkan orang dari belenggu setan. Di Lukas 11:20 Yesus berkata: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” Karya pengusiran setan yang dilakukan Yesus adalah dalam rangka menghadirkan pemerintahan Kerajaan Allah. Realitas Kerajaan Allah dinyatakan Yesus dengan mengalahkan kuasa Iblis dengan segala manifestasinya. Tanda atau simbol yang hendak dinyatakan oleh Yesus dengan pengusiran setan adalah kelak pada masa kedatangan Kerajaan Allah yang paripurna umat manusia sepenuhnya akan hidup dalam keselamatan dan damai-sejahtera (syaloom). Sedangkan karya Yesus yang menyembuhkan orang-orang yang sakit merupakan bukti peran Mesias yang membawa pemulihan sebagai tanda Tahun Rahmat Tuhan telah tiba (bdk. Luk. 4:18-29). Dengan demikian realitas Kerajaan Allah yang hadir dalam diri Yesus mencakup seluruh pelayanan-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya.

Di Lukas 13:33 Yesus menyatakan: “Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem.” Rencana perjalanan Yesus ke Yerusalem telah dinyatakan di Lukas 9:51, yaitu: “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem.” Lalu di Lukas 19:28 menyatakan: “Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.” Ini berarti kesaksian Lukas 13:33 merupakan salah satu rangkaian perjalanan Yesus ke Yerusalem. Di tengah-tengah perjalanan ke Yerusalem mulai dari Lukas 9:51 Yesus melakukan karya Mesianis yaitu menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah melalui karya mukjizat, pengusiran setan, membangkitkan orang mati, dan pengajaran-pengajaran-Nya. Namun makna Lukas 13:33 memiliki tempat yang khusus, sebab di Lukas 13:33 setelah pernyataan Yesus: “sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem” berkaitan erat dengan Lukas 13:34-35, yaitu: “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan.”

Lukas 13:34-35 mengandung pernyataan Yesus yang penting dan bermakna tentang realitas kehidupan dan bagaimanakah sikap Allah terhadap kehidupan umat-Nya, yaitu:

  1. Yesus menggambarkan kota Yerusalem secara paradoks. Yerusalem adalah kota kudus Allah sekaligus kota yang membunuh para nabi Allah. Di Ulangan 12:5 menyatakan: “Tetapi tempat yang akan dipilih Tuhan, Allahmu dari segala sukumu sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah kamu harus pergi.” Yerusalem adalah kota yang dipilih Allah dan di dalamnya Bait Allah yang kudus berada, sehingga menjadi kediaman Allah untuk menegakkan nama-Nya. Namun kota Yerusalem juga menjadi tempat para nabi dibunuh dan Yesus Sang Anak Allah dihukum mati. Realitas yang paradoks adalah kenyataan hidup yang menimbulkan kebingungan sebab kita hidup di area kudus tapi juga kejahatan diberlakukan. Bandingkan jika kita harus hidup di tengah-tengah umat percaya (gereja) tapi juga nilai-nilai duniawi diberlakukan. Lebih mudah kita menghadapi kelompok orang jahat apa adanya daripada kelompok orang jahat dengan memakai atribut-atribut “suci.” Dengan perkataan lain, kita mengalami kesulitan menghadapi orang-orang dengan atribut-atribut keagamaan yang fasih menggunakan nama Allah tetapi hatinya jahat dan licik. Kesulitan kita yang utama adalah kita harus bersikap bijaksana dan cerdik di tengah-tengah kemunafikan bilamana kita tidak ingin terjebak. Sebab kemunafikan dipraktikkan di bagian penampilan luar seakan-akan semuanya baik dan menyenangkan, tetapi di bagian batin yang terdalam tersimpan berbagai motif dan rencana yang jahat.
  2. Namun di tengah-tengah paradoks dan kemunafikan umat Allah tersebut, Kristus datang untuk menyelamatkan mereka seperti seekor induk ayam yang mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya: “Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya.” Allah di dalam Kristus digambarkan secara feminim yaitu induk ayam yang melindungi dan menjaga anak-anaknya. Pernyataan “berkali-kali” menunjukkan intensitas tindakan Allah untuk menyelamatkan umat-Nya yang hidup dalam kemunafikan agar mereka bertobat. Dengan demikian kedatangan Yesus ke kota Yerusalem dinyatakan sebagai seekor induk ayam. Dia datang bukan dengan kekuatan militer dan politis. Seperti seekor induk ayam, senjata utama Yesus adalah cinta-kasih Allah yang tak bersyarat dan tak terukur oleh kejahatan dan dosa manusia. Kasih Allah sering digambarkan sebagai seorang ibu yang dengan kasih-sayang mencintai buah rahimnya, yaitu anak-anaknya.
  3. Tetapi rangkulan kasih Allah kepada penduduk kota Yerusalem ditolak. Mereka memilih untuk menyalibkan Yesus Sang Penyelamat walau tanda-tanda Kerajaan Allah telah dinyatakan. Karya keselamatan yang telah dikerjakan Yesus yaitu mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan pengajaran-pengajaran-Nya diabaikan. Karena itu Allah akan menyerahkan mereka ke tangan bangsa asing. Yesus berkata: “Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.” Nubuat Yesus tersebut kelak akan terjadi pada saat Jendral Titus dari Kerajaan Roma menyerang kota Yerusalem dan membakar Bait Allah pada tahun 70 M. Hukuman Allah terjadi karena mereka memilih untuk menolak Mesias dan karya keselamatan Allah. Karena itu mereka memilih dan mengambil keputusan tindakan-tindakan politis tanpa melibatkan kehendak Allah.
  4. Penolakan umat Israel terhadap Yesus selaku Mesias membawa akibat mereka tercerai-berai. Mereka tidak akan melihat Yesus lagi sebagai manusia, tetapi pada akhir zaman Ia akan menyatakan diri-Nya dalam kemuliaan apabila mereka menyambut sambil berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan.” Allah membuka pintu rahmat bagi umat Israel untuk percaya dan mengasihi Kristus.

Tindakan Yesus yang memerankan diri sebagai seekor induk ayam yang mengumpulkan dan melindungi anak-anaknya di bawah sayapnya juga dinyatakan Allah kepada Abraham, yaitu: “Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar” (Kej. 15:1). Allah menyatakan diri-Nya sebagai perisai. Fungsi perisai (tameng) adalah pelindung di dada seorang prajurit pada zaman dahulu terhadap serangan pedang atau panah dari para musuh. Dengan menggunakan perisai, seorang prajurit terhindar dari kematian kecuali mengenai anggota tubuh lain yang tidak terlindung. Karena Allah adalah perisai, maka Abraham tidak perlu takut. Konteks Kejadian 15 adalah Abraham telah putus-asa karena di usia lanjut, Sara belum mengandung dan memiliki seorang anak. Karena itu Abraham merencanakan untuk mewariskan rumahnya kepada Eliezer, orang Damsyik itu (Kej. 15:2). Tetapi Allah berfirman: “Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu” (Kej. 15:4). Kelak keturunan Abraham bukan hanya sekelompok orang saja, tetapi jumlahnya akan bertaburan seperti bintang di langit. Bagaimanakah sikap Abraham terhadap janji Allah tersebut? Kejadian 15:6 menyatakan: “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Dengan demikian, makna Allah sebagai perisai adalah peran Allah sebagai pelindung bagi semua keturunan Abraham. Allah menempatkan semua anak-anak dan keturunan Abraham dalam naungan sayap kasih-Nya sejauh mereka bersikap seperti Abraham, yaitu hidup dalam sikap iman kepada Allah. Makna teologis ini sesuai dengan ucapan Yesus yaitu Dia seperti induk ayam yang mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, yaitu apabila mereka percaya kepada Dia. Tetapi apabila mereka menolak Yesus, maka mereka akan binasa: “Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.”

Allah mengasihi umat-Nya dengan kasih yang berkurban seperti seekor induk ayam yang menaungi anak-anaknya. Sikap kasih Allah tersebut harus direspons umat dengan sikap percaya sebagaimana sikap Abraham. Walau saat itu Abraham tidak memiliki seorang anakpun, tetapi dia percaya akan janji Allah. Makna sikap “percaya” dalam konteks ini adalah sebagaimana dikemukakan juga oleh Rasul Paulus, yaitu karena Kristus, dia telah melepaskan semua hal dan menganggapnya sebagai sampah (Flp. 3:8). Di Filipi 3:9 Rasul Paulus berkata: “dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.” Sikap iman yang dikehendaki Allah adalah sikap percaya yang dibangun bukan berdasarkan kebenaran diri sendiri dengan melakukan berbagai hukum-hukum keagamaan, tetapi berdasarkan pada kebenaran yang dianugerahkan Allah di dalam karya penebusan Kristus. Untuk itu umat bersedia melepaskan segala sesuatu yang membuat mereka terikat/terbelenggu secara rohaniah dan emosional. Kita tidak dapat beriman apabila kita masih melekat dan terikat kepada sesuatu hal. Melalui tindakan Yesus mengusir setan, Dia membebaskan manusia dari keterikatan dengan kuasa kegelapan. Karya Yesus yang menyembuhkan orang sakit adalah bertujuan menghadirkan Tahun Rahmat Allah yang memulihkan manusia seutuhnya. Karena itu percaya kepada Kristus berarti kita menyerahkan diri dalam sikap iman ke dalam naungan sayap kasih Allah sehingga kehidupan kita bebas dari kuasa dunia dan terlindung aman dalam pemeliharaan-Nya.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono