Latest Article
Ulasan Antara Dosa dan Kasih Karunia (Roma 6:1-14)

Ulasan Antara Dosa dan Kasih Karunia (Roma 6:1-14)

Pengantar

Kata “dosa” dalam Roma 6 menggunakan istilah hamartia. Apa yang dimaksud dengan hamartia? Arti hamartia secara harafiah adalah kegagalan untuk mencapai sasaran walaupun seseorang telah mengerahkan seluruh usahanya yang terbaik. Keadaan dosa hamartia tersebut tercermin dalam Roma 7:19, yaitu: “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.” Manusia berusaha untuk melakukan kehendak Allah dengan usahanya yang terbaik, namun ia selalu gagal mewujudkannya. Jikalau usaha manusia yang terbaik untuk melakukan kehendak Allah ternyata gagal, apakah yang harus dilakukan? Rasul Paulus memberi jawaban, yaitu pada hakikatnya manusia membutuhkan kasih-karunia Allah. Di Roma 5:21 Rasul Paulus berkata: “supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Di tengah-tengah realitas dosa yang membelenggu dan melumpuhkan kehidupan manusia, Allah menyediakan kasih-karunia-Nya sehingga umat memperoleh kebenaran untuk hidup kekal. Gagasan teologis yang senada terlihat di Efesus 2:8-9, Rasul Paulus berkata: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Jadi tanpa kasih-karunia Allah, manusia dengan segala kebajikan, amal, kesalehan, dan agamanya tidak dapat menyelamatkan diri. Dia juga tidak dapat benar di hadapan Allah.

Makna “kasih-karunia” (kharis) Allah menunjuk pada anugerah yang dicurahkan Allah kepada manusia bukan berdasarkan perbuatan baik atau jasa-jasa kesalehannya, tetapi karena kasih-Nya di dalam karya penebusan Kristus. Dengan kasih-karunia-Nya Allah berkenan mendamaikan dan mengampuni, sehingga di dalam Kristus terciptalah manusia baru. Namun pada saat yang sama juga disadari bahwa iman kepada Kristus tidak secara otomatis membuat umat mengalami pembaruan hidup. Setiap umat harus berjuang dengan kekuatan kasih-karunia Allah untuk menaklukkan keinginan daging atau manusia lamanya. Kadang-kadang kita tidak bersandar pada kasih-karunia Allah, tetapi pada kekuatan manusiawi kita sehingga kita tunduk pada pola hidup dosa. Karena itu dalam kehidupan umat percaya mengalami ketegangan dan perjuangan yang tidak pernah selesai antara kasih-karunia Allah dengan mengandalkan pada kekuatan manusiawi, dan antara anugerah pengampunan Allah dengan keinginan melakukan dosa. Jika demikian terdapat hubungan teologis antara dosa dan kasih-karunia Allah. Realitas dosa manusia membangkitkan kasih-karunia Allah. Apakah ini berarti semakin kita berbuat dosa, kasih-karunia Allah akan semakin bertambah?

Tafsiran

Ulasan teologis dari Roma 6:1-11 didasarkan pada masalah yang telah dikemukakan Rasul Paulus di Roma 5:20. Di Roma 5:20 Rasul Paulus menyatakan: “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah.” Problem teologisnya adalah: “di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah.” Dasar pemikiran Rasul Paulus di Roma 5:20 adalah melalui karya penebusan Kristus, Allah berkenan menyatakan kasih-karunia-Nya yang berlimpah-limpah kepada umat manusia yang hidup dalam dosa. Di dalam karya penebusan Kristus, kasih-karunia Allah tersebut mendamaikan manusia dengan Allah, yaitu Allah berkenan mengampuni dosa-dosa umat manusia. Kasih-karunia Allah sebagaimana dinyatakan dalam karya penebusan Kristus pada hakikatnya lebih besar daripada dosa-dosa umat manusia. Karena itu di mana umat manusia hidup dalam kuasa dosa, di situ pula Allah menyatakan anugerah keselamatan-Nya. Itu sebabnya di Roma 5:20 Rasul Paulus menyatakan: “di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah.” Di hadapan Allah yang maha-rahim, dosa tidak dapat menguasai dan mengalahkan anugerah keselamatan-Nya. Masalah timbul saat umat menafsirkan dengan pemahaman yang berbeda, yaitu jika kasih-karunia Allah lebih besar daripada dosa umat manusia, berarti semakin manusia berdosa, maka anugerah keselamatan Allah semakin dicurahkan. Dengan pemikiran ini, berarti berbuat dosa adalah baik sebab dosa menyebabkan kasih-karunia Allah akan semakin berlimpah-limpah dianugerahkan.

Di Roma 6:1 Rasul Paulus mengajukan suatu pertanyaan retoris, yaitu: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?” Pertanyaan retoris Rasul Paulus tersebut sebenarnya untuk menyanggah suatu pandangan yang mengatakan bahwa sebaiknya kita semakin banyak berbuat dosa agar kasih-karunia Allah semakin bertambah. Di ayat 2 Rasul Paulus memberi jawaban dan sanggahan sebagai berikut: “Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” Di dalam kehidupan dan karya penebusan Kristus, Allah telah menyatakan kasih-karunia-Nya yang berlimpah-limpah sehingga setiap dosa dan pelanggaran umat manusia diampuni. Namun tidak berarti setelah diampuni Allah, manusia memiliki alasan pembenaran diri untuk melakukan berbagai macam dosa dengan landasan teologis bahwa kasih-karunia Allah semakin bertambah. Karena tujuan utama kasih-karunia Allah yang dinyatakan dalam karya penebusan Kristus adalah agar setiap umat mati terhadap dosa dan mengenakan manusia baru. Kasih-karunia Allah bukan bertujuan untuk membuka ruang yang selebar-lebarnya bagi dosa, sebaliknya untuk mengalahkan kuasa dosa yang menguasai kehidupan manusia sehingga di dalam Kristus, setiap orang dapat hidup baru sebagai anak-anak Allah. James D.G. Dunn dalam Word Biblical Commentary Romans 1-8 menyatakan: “Christ’s death marked the end of the reign of sin and death” (kematian Kristus menandai berakhirnya pemerintahan dosa dan kematian). (Dunn 1988, 327). Hidup di dalam Kristus, berarti umat hidup dalam anugerah pengampunan Allah sehingga mereka tidak lagi dikuasai oleh dosa dan kematian.

Untuk menjelaskan maksudnya Rasul Paulus menggunakan ibadah baptisan sebagai contoh. Di Roma 6:3 Rasul Paulus berkata: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?” Ungkapan “tidak tahukah kamu bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus” menunjuk bahwa ibadah baptisan merupakan ibadah yang begitu dikenal oleh jemaat sebagai inisiasi umat untuk menjadi anggota Tubuh Kristus. Sakramen baptisan yang dikenal jemaat sebagai ritual inisiasi digunakan oleh Rasul Paulus sebagai suatu metafor, yaitu saat mereka dibaptiskan, sesungguhnya mereka dibaptis dalam kematian Kristus. Hubungan baptisan dengan kematian bukan sesuatu yang baru. Sebab Tuhan Yesus sendiri secara bersengaja menghubungkan baptisan dengan kematian-Nya. Di Lukas 12:49-50 Tuhan Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!” Arti “baptisan” di sini menunjuk pada kematian Kristus. Karena itu umat yang dibaptis dalam Kristus, juga dibaptis dalam kematian-Nya. Mereka juga dikubur sebagaimana Kristus juga dikuburkan setelah Ia wafat (Rm. 6:4a). Namun pada saat Kristus dibangkitkan, umat yang dikubur bersama dengan Kristus juga dibangkitkan (Rm. 6:4b). Sebab melalui iman, umat dipersatukan dengan Kristus yang wafat dan bangkit, sehingga umat mengidentifikasi hidup mereka secara menyeluruh kepada Kristus. Dengan “dikubur” bersama Kristus, mereka telah mengubur dosa-dosa dan kesalahan dalam karya penebusan Kristus, sehingga dengan kasih-karunia Allah, mereka dibangkitkan bersama Kristus dalam kehidupan yang baru. Karena itu Roma 6:5 merupakan suatu konklusi dari argumentasi teologis Rasul Paulus, yaitu: “Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.”

Inti teologi Rasul Paulus adalah karya penebusan Kristus melalui wafat dan kebangkitan-Nya. Melalui karya penebusan Kristus, kasih-karunia Allah yang mengampuni dan mendamaikan dinyatakan dalam kehidupan dan sejarah umat manusia. Karena itu di dalam Kristus, kasih-karunia Allah menjadi kekuatan transformatif yang memampukan umat untuk meninggalkan kehidupan manusia lamanya, yaitu dosa. Di Roma 6:6 menyatakan: “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.” Dengan demikian makna kasih-karunia Allah dalam karya penebusan Kristus berarti:

  1. Anugerah keselamatan Allah dicurahkan kepada setiap umat yang hidup di tengah-tengah realitas belenggu dosa.
  2. Keselamatan Allah tersebut bukan ditentukan oleh usaha dan perbuatan baik manusia, namun didasarkan pada kasih Allah yang tidak bersyarat.
  3. Media pendamaian dan pengampunan, sehingga seharusnya umat tidak lagi hidup menurut kehendak daging.
  4. Kekuatan transformatif sehingga umat dimampukan untuk hidup benar menurut kekayaan kasih-karunia Allah.
  5. Umat menjadi hamba kebenaran yang berpusat pada Kristus.

Dengan demikian pandangan yang menyatakan bahwa sebaiknya kita semakin banyak berbuat dosa agar kasih-karunia Allah semakin bertambah merupakan sikap yang mencobai Allah. Mereka tidak merespons kasih-karunia Allah yang dinyatakan dalam karya penebusan Kristus dengan hidup kudus, namun dengan mengembangkan dosa. Pemikiran yang sempit tentang kasih-karunia Allah tersebut melahirkan suatu teologi “anugerah yang murah” (cheap grace) sebagaimana dikemukakan oleh Dietrich Bonhoeffer dalam The Cost of Discipleship, yaitu: “Cheap grace is the grace we bestow on ourselves. Cheap grace is the preaching of forgiveness without requiring repentance, baptism without church discipline, Communion without confession…. Cheap grace is grace without discipleship, grace without the cross, grace without Jesus Christ, living and incarnate” (Kasih karunia yang murah adalah kasih karunia kita berikan pada diri kita sendiri. Kasih karunia yang murah adalah pemberitaan pengampunan tanpa memerlukan pertobatan, baptisan tanpa disiplin gereja, Persekutuan tanpa pengakuan iman …. Kasih karunia yang murah adalah kasih karunia tanpa mengikut Yesus, kasih karunia tanpa salib, kasih karunia tanpa Yesus Kristus yang hidup dan menjelma). Padahal kasih-karunia Allah di dalam Kristus adalah anugerah keselamatan yang mahal (bdk. 1Petr. 1:18-19). Roma 6:10 menyatakan: “Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah.” Anugerah keselamatan Allah dinyatakan dalam kematian Kristus satu kali untuk selama-lamanya. Kristus tidak mati berulangkali! Kematian-Nya satu kali adalah kematian yang merangkum seluruh karya keselamatan Allah untuk seluruh kehidupan umat manusia, sehingga harus direspons dengan pembaruan hidup.

Di Roma 6:12-14 Rasul Paulus mengulas dampak etis-moral yang seharusnya dialami umat setelah mereka menerima kasih-karunia Allah, yaitu: menggunakan anggota-anggota tubuh menjadi senjata kebenaran, dan bukan untuk menjadi senjata kelaliman. Kasih-karunia Allah yang mendamaikan dan mengampuni dalam karya penebusan Kristus bukan hanya bersifat rohaniah belaka, melainkan juga bersifat jasmaniah. Penebusan dan pengudusan Kristus bukan hanya untuk kehidupan roh, melainkan juga tubuh. Karena itu umat yang telah menerima kasih-karunia Allah akan menggunakan tubuh mereka menjadi senjata-senjata yang melawan kelaliman, ketidakadilan, keserakahan, kesombongan, nafsu percabulan, iri-hati, dan kemalasan. Dengan demikian kasih-karunia Allah menuntun umat kepada pengudusan, dan membebaskan diri dari belenggu dosa.

Pertanyaan  Diskusi

  1. Apa yang dimaksud dengan dosa hamartia?
  2. Mengapa manusia gagal mentaati kehendak Allah dan hidup benar di hadapan Allah walau ia telah mengerahkan seluruh usahanya yang terbaik?
  3. Bagaimana dengan beberapa orang yang berpandangan bahwa kasih Allah lebih besar daripada dosa, sehingga Allah akan mengampuni setiap dosa dan kesalahan umat?
  4. Jelaskan arti dari pandangan “anugerah Allah yang murah” dengan memberi contoh.
  5. Apa tujuan kasih-karunia Allah dalam karya penebusan Kristus?
  6. Mengapa sakramen baptisan dipakai oleh Rasul Paulus sebagai metafor untuk menjelaskan pandangan teologisnya tentang dosa dan kasih-karunia Allah yang menyelamatkan manusia?
  7. Apa dampak etis-moral karya penebusan Kristus dalam hidup umat percaya?

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Leave a Reply