Ajaran Allah yang Trinitaris telah dirumuskan dalam konsili gerejawi di Nicea (325 M) dan Konstantinopel (381 M). Keputusan gerejawi tersebut tercermin dalam Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Athanasius. Gema dan pengaruh konsili Nicea-Chalcedon tersebut menguat kembali pada permulaan abad XX.
Pada permulaan abad XX muncul kembali kebangunan doktrin Trinitas, dan antusiasme penyelidikan teologi khususnya dalam relasi di antara agama-agama (Karkkainen 2013, 1). Kebangunan doktrin Trinitas pada awal abad XX dipelopori oleh Karl Barth (1886-1968), seorang teolog dari gereja Reformatoris di Swiss. Doktrin Allah yang Trinitaris tersebut ditempatkan dalam isu-isu kontemporer (masa kini), yaitu: keselamatan, komunitas, ciptaan dan eskatologi, khususnya tantangan pluralisme agama. Pembahasan Allah yang Trinitaris merupakan pokok iman Kristen yang aktual/relevan dengan kehidupan umat secara internal maupun dalam relasinya dengan sesama di sekitarnya.
Silakan download materi ini:Download
Pada permulaan abad XX muncul kembali kebangunan doktrin Trinitas, dan antusiasme penyelidikan teologi khususnya dalam relasi di antara agama-agama (Karkkainen 2013, 1). Kebangunan doktrin Trinitas pada awal abad XX dipelopori oleh Karl Barth (1886-1968), seorang teolog dari gereja Reformatoris di Swiss. Doktrin Allah yang Trinitaris tersebut ditempatkan dalam isu-isu kontemporer (masa kini), yaitu: keselamatan, komunitas, ciptaan dan eskatologi, khususnya tantangan pluralisme agama. Pembahasan Allah yang Trinitaris merupakan pokok iman Kristen yang aktual/relevan dengan kehidupan umat secara internal maupun dalam relasinya dengan sesama di sekitarnya.
Silakan download materi ini:Download