Latest Article
Roh Kudus (dalam Perikhoresis dan Parakletos)

Roh Kudus (dalam Perikhoresis dan Parakletos)

Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah (1Kor. 2:10).

Abstrak:
Allah yang esa (ekhad) menyatakan diri-Nya secara perikhoresis dalam Bapa-Anak-Roh Kudus. Karena itu Roh Kudus (ruakh hakodesh) adalah diri Allah yang esa bersama YHWH dan Dabar Adonai (Firman Tuhan). YHWH adalah Sang Bapa, dan Dabar Adonai adalah Yesus Kristus. Sebagaimana Kristus keluar dari Bapa (Yoh. 8:42), demikian pula Roh Kudus keluar dari Bapa (Yoh. 15:26). Segala sesuatu yang keluar dari Allah adalah Allah. Karena itu Yesus Kristus dan Roh Kudus adalah Allah. Hakikat Allah adalah kekal. Karena itu Bapa-Anak-Roh Kudus adalah kekal: tidak berawal dan tidak berakhir. Dalam kekekalan Sang Bapa-Anak-Roh Kudus saling mengasihi sebagai Allah yang esa. Sedangkan dalam ekonomi karya-Nya (ad extra) dalam ciptaan Sang Bapa-Anak-Roh Kudus tidak terpisahkan (indivisa sunt).

Kata kunci: ruakh hakodesh, dabar Adonai, kekal, perikhoresis, opera trinitatis ad extra indivisa sunt.

Pengantar
“Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus….” merupakan kutipan dari Pengakuan Iman Rasuli tentang Roh Kudus yang tidak dapat dilepaskan dari keberadaan gereja. Tanpa karya dari Roh Kudus tidaklah mungkin gereja mampu berdiri dan bertahan sampai 2000 tahun lamanya. Sejak peristiwa Pentakosta dengan pencurahan Roh Kudus, para murid diberi karunia untuk memberitakan Injil Kristus mulai dari Yerusalem-Yudea-Samaria-ke ujung bumi (Kis. 1:8). Kita dapat melihat bagaimana peran Roh Kudus yang begitu dominan dalam kehidupan jemaat Kristen perdana sebagaimana yang dipersaksikan oleh Kisah Para Rasul. Karena itu sesungguhnya judul kitab “Kisah Para Rasul” dalam konteks ini kurang tepat. Seharusnya judulnya adalah Kisah karya Roh Kudus melalui para rasul Kristus. Dasarnya adalah karena seluruh isi kitab para rasul mengisahkan bagaimana Roh Kudus berkarya dan memiliki peran yang dominan dalam kehidupan umat percaya.

            Tetapi keberadaan Roh Kudus sesungguhnya bukanlah dimulai sejak peristiwa kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga. Keberadaan Roh Kudus telah dipersaksikan sejak awal penciptaan. Setelah pernyataan di Kejadian 1:1, yaitu: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” dilanjutkan dengan kesaksian: “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kej. 1:2). Dalam konteks ini dinyatakan bahwa “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Kata “melayang-layang” merupakan terjemahan dari marahepet yang artinya: bergerak, menggoyang-goyangkan (sayap), dan mengepak-epakkan (sayap).

Kata marahepet di Kejadian 1:2 memiliki akar kata “rahap” yang artinya: melayang-layang atau mengeram (to brood). Kita dapat dapat membandingkan dengan Ulangan 32:11 yang berkata: “Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang (yarahep) di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya.” Makna kata “yarahep” di Ulangan 32:11 menunjuk pada tindakan burung rajawali yang mengerami telur-telurnya sehingga menetas menjadi anak-anak burung rajawali. Sosok Roh Allah dalam penciptaan semesta sebagaimana digambarkan dalam Kejadian 1:2 juga seperti burung yang mengerami, sehingga melahirkan kehidupan. Dengan demikian sosok Roh Allah (ruakh Elohim) atau Roh Kudus telah ada sejak awal. Bahkan lebih awal lagi sebagai sosok ilahi dari Allah yang telah ada sejak kekal.

Kekekalan Ruakh Elohim
Dalam perdebatan teologis, Arius (250-336 M) menyatakan bahwa hanya Allah saja yang satu-satunya yang tak dilahirkan. Allah tidak diciptakan. Konsekuensinya Sang Logos (Anak) diciptakan. Ia tidak memiliki awal, walau pun Sang Anak telah hadir sebelum dunia diciptakan. Sang Anak dalam diri Yesus memiliki status ilahi tetapi Ia pernah tidak ada. Ia sama seperti para malaikat yang pernah tidak ada, sebab diciptakan Allah. Demikian pula halnya dengan Roh Kudus (ruakh Elohim). Roh Kudus diciptakan. Jadi Ia pernah tidak ada. Roh Kudus memiliki kodrat ilahi, tetapi tidak sehakikat dengan Allah.

Keilahian Roh Kudus seperti keilahian para malaikat. Dalam konteks ini Islam beranggapan bahwa Roh Kudus atau yang disebut: Ruhul Qudus (روح القدس‎) adalah malaikat Jibrail. Dalam teologi Islam, Roh Kudus (Ruhul Qudus) bukanlah bagian dari diri Allah. Ia hanyalah ciptaan (mahluk). Karena itu Ruhul Qudus hanya berperan sebagai hamba Allah yang melaksanakan perintah-Nya. Pertanyaan yang mendasar adalah apabila Ruhul Qudus adalah malaikat Jibril, mengapa tidak disebut saja dengan namanya “malaikat Jibril” sebagaimana disebut dalam surat Al Baqarah ayat 98, yaitu: “Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.” Mengapa dalam Al-Quran membuat 2 kategori “malaikat-malaikat” dan “Ruhul Qudus.”

            Dalam Perjanjian Lama, Roh Kudus umumnya disebut dengan Ruakh Elohim (Roh Allah). Kejadian 1:1-3 keberadaan Ruakh Elohim ditempatkan sejajar dengan Elohim (Allah) dan Dabar Adonai (Firman Tuhan), yaitu: “Pada mulanya Allah (Elohim) menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah (Ruakh Elohim) melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah (Dabar, amar Adonai): Jadilah terang. Lalu terang itu jadi.” Keberadaan diri Elohim sengaja ditulis dalam bentuk jamak yang dalam monoteistik sederhana seharusnya ditulis dalam bentuk tunggal, yaitu “El, Eloah.” Pertanyaannya adalah mengapa Allah ditulis dengan bentuk jamak, yaitu Elohim, bukan Eloah saja? Karena itu iman Kristen memahami Allah yang esa secara trinitaris, yaitu Elohim dalam diri YHWH-Dabar Adonai-Ruakh Elohim. Dalam iman kepada Kristus, YHWH adalah Sang Bapa, Dabar Adonai adalah Yesus Kristus, dan Ruakh Elohim adalah Roh Kudus. Karena itu Allah yang esa menyatakan diri-Nya dalam Bapa-Anak-Roh Kudus.

            Di Yohanes 15:25 Yesus berkata: “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.” Frasa “Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa” menunjukkan bahwa hakikat Roh Kudus keluar dari Bapa. Apa yang keluar dari Allah adalah Allah. Yang keluar dari Allah bersifat kekal, sehakikat dengan Allah. Makna kata “keluar dari” (para exporeuetai) menyatakan bahwa Roh Kudus bersumber atau berasal dari diri Allah. Hakikat dan keberadaan Roh Kudus adalah Allah itu sendiri.

            Konsekuensinya Ruakh Elohim (Roh Kudus) adalah kekal. Ia sehakikat dengan Bapa dan Sang Firman. Roh Kudus adalah bagian dari pribadi Allah sendiri. Ia adalah Allah yang pencipta bersama Bapa dan Anak. Roh Kudus bukan ciptaan yang pertama dan utama. Ia tidak lebih tinggi atau lebih rendah daripada Bapa dan Anak. Jadi Roh Kudus pada hakikatnya sehakikat dengan Bapa dan Anak dalam kemuliaan, keilahian, kekuasaan, dan kekekalan. Karena itu Roh Kudus tidak berawal dan tidak berakhir. Namun pada saat yang sama Roh Kudus tidak terpisahkan dengan Bapa dan Anak. Sebaliknya Allah yang esa dalam Bapa-Anak-Roh Kudus saling mendiami, saling mengisi, saling mengasihi dan berkelindan.

Roh Kudus dalam relasi Perikhoresis
Roh Kudus memiliki relasi yang personal, intim dan esa dengan Bapa dan Anak. Relasi yang  meng-esa dan saling mendiami serta saling mengasihi dalam kekekalan itu disebut sebagai relasi yang “perikhoresis.” Kata perikhoresis dari kata Yunani perichoreo yang artinya: melingkupi dan mencakup sehingga Allah yang esa dalam Bapa-Anak-Roh Kudus memiliki relasi yang esa, tidak terpisah dan juga tidak terbagi.

Di surat 1 Korintus 2:10 rasul Paulus berkata: “Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.” Frasa: “Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah” menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah diri Allah sendiri. Sebab apabila Roh Kudus bukan diri Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia mampu menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah? Hakikat Allah adalah transenden yang tidak dapat dijangkau oleh mahluk sekali pun ia ilahi. Mahluk yang paling ilahi sekali pun tidak bisa mengetahui batin Allah. Dalam konteks ini kata “menyelidiki” (erauna) menunjuk makna menginvestigasi atau mencari. Sedang kata “tersembunyi” (bathe) menunjuk pada makna “terdalam.” Jadi Roh Kudus saja yang paling mengetahui dan memahami isi hati Allah yang terdalam, sebab Ia adalah Allah.

             Dalam relasi perikhoresis, Roh Kudus diam di dalam diri Bapa dan Anak. Sebaliknya Bapa dan Anak tinggal di dalam Roh Kudus yang saling mengasihi, mengisi, menghidupi, dan melengkapi. Karena itu dalam relasi perikhoresis Allah yang esa dalam Bapa-Anak-Roh Kudus adalah Sang Kasih itu sendiri. Makna “Allah adalah kasih” (1Yoh. 4:8) hanya dapat dipahami apabila di dalam diri Allah itu sendiri mengandung “kejamakan” personal yang berelasi saling mendiami (perikhoresis). Secara figuratif Allah Trinitas dalam Bapa-Anak-Roh Kudus digambarkan dalam kekekalan-Nya melakukan tarian ilahi (opera interna Dei personalia). Tarian kasih ilahi Allah Trinitas dalam diri-Nya menghasilkan kasih, keintiman, dan gairah persekutuan yang meng-esa. Lalu pada gilirannya gerakan tarian kasih ilahi Allah Trinitas tersebut keluar dari keberadaan diri-Nya sehingga menghasilkan daya cipta, kehidupan, keindahan, dan kemurahan kepada seluruh ciptaan-Nya (opera externa Dei essentialia).

Indivisa Sunt
Karya Roh Kudus tidak pernah terpisahkan dengan karya Bapa dan Anak. Sebab apa yang menjadi karya Roh Kudus adalah karya Bapa, dan apa yang menjadi karya Bapa dan Roh Kudus adalah karya Anak. Karya penciptaan bukan hanya karya Bapa, tetapi juga karya Anak (Dabar Adonai) dan karya Roh Kudus (ruakh Elohim). Demikian pula karya penyelamatan atau penebusan dosa bukan hanya karya Anak (Firman), tetapi juga karya Bapa dan Roh Kudus. Sebaliknya karya pengudusan dan pembaruan juga bukan hanya karya Roh Kudus, tetapi juga karya Bapa dan Anak. Jadi pada hakikatnya Allah Trinitas yang mencipta, memelihara, menyelamatkan, dan menguduskan. Dalam melaksanakan karya-Nya yang keluar, Allah yang esa dalam Bapa-Anak-Roh Kudus tidak pernah terpisahkan (opera trinitatis ad extra indivisa sunt).

            Keberadaan Allah Trinitas dalam Bapa-Anak-Roh Kudus terlihat dalam Yesaya 59:21 berkata: “Adapun Aku, inilah perjanjian-Ku dengan mereka, firman TUHAN: Roh-Ku yang menghinggapi engkau dan firman-Ku yang Kutaruh dalam mulutmu tidak akan meninggalkan mulutmu dan mulut keturunanmu dan mulut keturunan mereka, dari sekarang sampai selama-lamanya, firman TUHAN.” Dalam konteks ini kita dapat melihat Allah (Elohim) yang menyatakan diri-Nya sebagai “YHWH dengan kata “Akulah.” Lalu Allah menyebut diri-Nya sebagai Firman Tuhan (amar Adonai), dan Roh (ruakh) sebagai yang tidak terpisahkan. Karena itu apabila umat Israel memberontak dan mendukakan Roh Kudus-Nya, sesungguhnya mereka sedang mendukakan diri Allah sendiri (bdk. Yes. 63:10). Perhatikan dengan cermat kesaksian di Yesaya 63:9 yang menyatakan: “Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala.”

Dalam konteks ini Allah yaitu YHWH menyatakan bahwa Ia sendiri yang menyelamatkan umat Israel. Lalu di Yesaya 63:10 YHWH menyebut diri-Nya dengan Roh (ruakh), yaitu: “Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh Kudus-Nya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka.” Jadi Allah sebagai YHWH pada saat yang sama adalah Roh Allah (ruakh Elohim). Penyelamatan yang dialami umat Israel yang dibawa keluar dari tanah Mesir adalah karya YHWH sendiri yang tak terlepas dari karya Roh Kudus. Apabila Roh Kudus (Ruhul Qudus) dalam teologi Islam adalah malaikat Jibril menjadi tidak konsisten dengan pernyataan Allah di Yesaya 63:9 bahwa “Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka.”

            Jikalau demikian pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari Pentakosta tidak terpisahkan dengan karya Kristus selaku Firman Tuhan dan YHWH selaku Bapa. Allah yang esa secara trinitaris yang menyatakan diri-Nya pada hari Pentakosta untuk membarui dan menguduskan umat percaya adalah Roh Kudus bersama dengan Bapa-Anak. Karena itu perbuatan Ananias dan Safira di Kisah Para Rasul 5:1-4 yang menjual tanahnya tetapi menahan sebagian hasil penjual dianggap telah mendustai Roh Kudus. Petrus berkata: “Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?” (Kis. 5:3). Sangat menarik bahwa tindakan Ananias dan Safira yang disebut mendustai Roh Kudus, di Kisah Para Rasul 5:4 disebut juga “mendustai Allah” yaitu: “……. Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.”

Parakletos
Di Yohanes 15:26, Yesus berkata: “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.” Roh Kudus disebut Yesus sebagai “Penghibur” (parakletos). Sebelum teks Yohanes 15:26, Yesus sebenarnya telah menyebut Roh Kudus sebagai “Penolong yang lain” (allon parakleton). Di Yohanes 14:16 Yesus berkata: “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan  kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” Karena itu makna parakletos memiliki arti: penghibur, penolong, atau pembela. Dengan ungkapan “penolong yang lain” menunjuk pada pribadi ilahi yang lain di luar diri Yesus selaku Anak atau Firman Allah. Kata “lain” (allon) menunjuk bahwa pribadi Roh Kudus tidak identik dengan pribadi Kristus atau pribadi Sang Bapa. Karena itu di dalam hakikat Allah memiliki 3 persona, yaitu: Bapa-Anak-Roh Kudus.

            Roh Kudus sebagai Penghibur, Penolong dan Pembela memiliki peran juga sebagai Roh Kebenaran (pneuma tes aletheias). Makna “kebenaran” (aletheia) menunjuk pada kebenaran yang secara objektif dan faktual tidak dapat dibantah, sehingga bermakna dan teruji secara moral. Sebagai Roh Kebenaran, maka Roh Kudus pada diri-Nya adalah Sang Kebenaran yang mutlak bersumber pada Allah sehingga apa yang diwahyukan atau disampaikan mengandung kebenaran yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran mutlak tersebut adalah kesaksian-Nya tentang diri Yesus selaku Anak Allah. Sepeninggal Yesus karena Ia akan naik ke sorga, Roh Kudus akan mengingatkan semua hal yang telah dikatakan dan diajarkan oleh Yesus. Di Yohanes 14:26, Yesus berkata: “Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” Karena itu pewahyuan Roh Kudus menjadi dasar penulisan dan kesaksian Alkitab tentang diri Yesus.

            Tugas utama Roh Kudus setelah Yesus naik ke sorga adalah menginsafkan para murid atau umat percaya akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yoh. 16:7-8). Roh Kudus akan menginsafkan dunia akan dosa yaitu sikap tidak percaya kepada Yesus (Yoh. 16:9). Roh Kudus juga akan menginsafkan dunia akan kebenaran, yaitu bahwa Yesus akan kembali kepada Bapa yang menunjuk bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia sehingga Ia kembali kepada hakikat ilahi-Nya (Yoh. 16:10). Roh Kudus akan menginsafkan dunia akan penghakiman sebab penguasa dunia yaitu Iblis dan semua malaikatnya telah dikalahkan dengan kematian dan kebangkitan-Nya (Yoh. 16:11). Dengan demikian peran Roh Kudus yang utama adalah menyampaikan kebenaran dari Allah bahwa Yesus sungguh-sungguh Sang Mesias dan Juruselamat dunia.

            Dalam pandangan/teologi Islam memaknai “parakletos” sebagai diri nabi Muhamad. Karena itu dalam teologi Islam berpandangan bahwa sebenarnya Yesus menubuatkan tentang kedatangan nabi Muhamad. Dialah yang akan menyampaikan kebenaran Allah yang mutlak itu. Dasar pemikiran teologi Islam adalah seharusnya istilah “parakletos” ditulis dengan kata “periklutos” yang artinya: termasyur, mulia atau terpuji (dalam bahasa Arab: Ahmad). Kata “Ahmad” disampaikan oleh Surah 61 ayat 6 yaitu: Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.” Namun tuduhan bahwa telah terjadi perubahan dari kata “parakletos” menjadi “periklutos” ternyata tidak didasarkan pada teks-teks yang paling kuno. Lebih tepat penggunaan kata “periklutos” merupakan interpolasi, yaitu upaya melakukan sisipan dalam suatu teks yang tidak ada dalam naskah aslinya. Seluruh teks Alkitab dari salinan-salinan tertua termasuk teks Sinaiticus dan Vaticanus tidak pernah menyebut istilah “periklutos.” Istilah “periklutos” tidak pernah dikenal sehingga tidak pernah juga disebutkan oleh para bapa gereja.

            Upaya mengaitkan “parakletos” yang disebut sebagai “periklutos”untuk menunjuk sosok nabi Muhamad dalam Injil lebih tepat untuk memperoleh legitimasi bahwa dia telah dinubuatkan oleh Yesus. Dengan legitimasi tersebut diharapkan umat Kristen bersedia untuk pindah agama (mualaf) sebab Yesus sendiri telah menubuatkan kedatangan nabi Muhamad. Sayangnya upaya dan tuduhan tersebut tidak memiliki dasar atau bukti secara tekstual. Makna kata “parakletos” tidak pernah disebut sebagai sosok manusia, tetapi Roh Kebenaran (pneuma tes aletheias).  

            Seandainya para penafsir Muslim konsisten dengan penggunaan kata “parakletos” di Yohanes 16 sebagai diri Muhamad, mereka akan mengalami kesulitan. Sebab sangat jelas seandainya “Muhamad” sebagai “parakletos” akan memiliki 3 tugas utama, yaitu menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman. Semua tugas untuk menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman menunjuk pada kondisi dunia yang menolak dan tidak percaya kepada Kristus. Karena itu apakah memang benar bahwa nabi Muhamad melaksanakan tugas sebagai “parakletos” untuk menginsafkan umatnya untuk percaya kepada diri Yesus? Lebih mendasar lagi karena ternyata “parakletos” sebagai Roh Kebenaran akan memuliakan Kristus. Yohanes 16:14, Yesus berkata:  “Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.” Padahal kata “memuliakan” diri Yesus tersebut berkaitan dengan keesaan-Nya dengan Bapa, yaitu: “Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku” (Yoh. 16:15).

            Roh Kudus adalah Allah, tetapi bagaimana keberadaan dan peran Roh Kudus secara spesifik? Sebagaimana Kristus merupakan manifestasi dari inkarnasi Sang Firman menjadi manusia untuk melakukan karya keselamatan dan penebusan dosa, maka Roh Kudus yang adalah Roh Allah memiliki peran yang berbeda.

Karunia-karunia Roh dan Buah Roh
Roh Kudus adalah manifestasi kuasa Allah. Makna “ruakh Elohim” dalam Kejadian 1:2 menunjuk pada Roh Allah yang berdaya cipta mengaruniakan hidup. Ayub 33:4 berkata: “Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup.” Daya kehidupan yaitu kesadaran etis dan rohani dikaruniakan oleh Roh Kudus. Makna “kehidupan” dalam konteks ini bukan sekadar mahluk yang memiliki nafas dan bergerak secara insting, tetapi kehidupan yang dikendalikan oleh kesadaran akan keberadaan diri dan makna secara rohani. Di Roma 8:2 Rasul Paulus juga mengingatkan akan karya Roh Kudus yang memberi kesadaran baru sehingga memerdekakan mereka dari kuasa dosa dan hukum maut, yaitu: “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”

            Dengan karya dan karunia Roh Kudus umat percaya diberi karunia untuk hidup dalam karakter Kristus dengan buah Roh, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal. 5:22-23). Apabila kita cermati karunia Roh untuk menghasilkan Buah Roh pada hakikatnya bersifat singular (tunggal) yang memiliki 9 dimensi karakter ilahi. Hakikat buah Roh bukan bersifat plural (jamak). Sebab apabila buah Roh tersebut bersifat plural, maka kita dapat memilih salah satu dari buah Roh tersebut. Tetapi karena buah Roh tersebut bersifat singular (tunggal), maka kita tidak bisa memilih salah satu dari buah Roh tersebut. Setiap umat percaya wajib memiliki dan menghasilkan 9 karakter dari Buah Roh tersebut. Dengan 9 karakter buah Roh tersebut umat percaya akan menghasilkan kehidupan benar sebagai anak-anak Allah. Hidup yang menyerupai Kristus apabila umat percaya menghasilkan dan mempraktikkan 9 karakter dari Buah Roh secara utuh.   

Karya spesifik Roh Kudus dalam kompetensi adalah memberi karunia-karunia Roh. Di surat 1 Korintus 12:7 Roh Kudus menyatakan diri-Nya untuk kepentingan bersama umat Tuhan, yaitu: “Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.” Karunia Roh terwujud karena Roh Kudus menyatakan diri-Nya. Kata “menyatakan diri” dipakai kata phanerosis yang berarti manifestasi, mengekspresikan, memperlihatkan dan menyingkapkan. Kata phanerosis berasal dari akar kata phaneroo yang berarti: to reveal (menyatakan), make known (memberitahu).

Roh Kudus menyatakan diri-Nya dengan memberi karunia-karunia roh. Di surat 1 Korintus 12:8-10 Rasul Paulus menguraikan 9 karunia Roh, yaitu: “Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.” Jadi 9 karunia Roh terdiri dari: 1). Berkata-kata dengan hikmat, 2). Berkata-kata dengan pengetahuan, 3). Iman, 4). Menyembuhkan, 5). Mengadakan mukjizat, 6). Bernubuat, 7). Membedakan bermacam-macam roh, 8). Berkata-kata dengan bahasa roh, 9). Menafsirkan bahasa roh.

Apabila kita cermati urutan dari 9 karunia roh tersebut, maka karunia roh yang utama adalah hikmat, pengetahuan dan iman. Selebihnya adalah karunia-karunia yang dibutuhkan untuk melengkapi umat percaya melaksanakan perannya agar dapat berkarya secara efektif sebagai saksi-saksi Kristus.

Perbedaan dengan dengan Buah Roh dengan Karunia Roh adalah bahwa hakikat Buah Roh bersifat singular (tunggal), sedangkan Karunia Roh bersifat plural (jamak). Karena itu 9 karunia Roh tidak harus dimiliki seluruhnya oleh setiap umat percaya. Tetapi umat percaya harus memiliki 3 inti karunia Roh, yaitu: hikmat, pengetahuan dan iman. Berbeda dengan 9 buah Roh yang bersifat singular (tunggal), sehingga setiap umat percaya diwajibkan memiliki dan menghasilkan 9 karakter ilahi di dalam kehidupannya.

Buah Roh (singular)Karunia Roh (plural)
KasihBerkata-kata dengan hikmat
SukacitaBerkata-kata dengan pengetahuan
Damai-sejahteraIman
KesabaranMenyembuhkan
KemurahanMengadakan mukjizat
KebaikanBernubuat
KesetiaanMembeda-bedakan bermacam-macam Roh
KelemahlembutanBerkata-kata dengan bahasa roh
Penguasaan diriMenafsirkan bahasa roh

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bahwa karunia roh yang utama dalam kehidupan umat percaya dan relevan dalam kebutuhan sehari-hari adalah berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan dan sikap iman. Jikalau demikian tidak ada dasar sedikit pun menempatkan karunia berkata-kata dengan bahasa roh sebagai karunia roh yang utama. Di surat 1 Korintus 14:22 rasul Paulus berkata: “Karena itu karunia bahasa roh adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman; sedangkan karunia untuk bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak beriman, tetapi untuk orang yang beriman.” Karunia bahasa roh ditujukan untuk orang yang tidak beriman.

Jikalau demikian, mengapa umat yang menganggap dirinya beriman lebih mengutamakan karunia bahasa roh, bahkan menjadikan karunia bahasa roh sebagai ukuran iman? Sebaliknya karunia bernubuat justru dibutuhkan oleh orang-orang yang beriman. Sebab melalui karunia bernubuat umat percaya dapat menyampaikan firman Tuhan dan kebenaran. Nubuat yang benar hanya terjadi apabila umat memiliki 3 karunia inti, yaitu berkata-kata dengan hikmat, pengetahuan dan iman.

Implementasi
Melalui karya penebusan Kristus, Allah mengaruniakan Roh Kudus di dalam hati setiap umat percaya. Dengan kehadiran Roh Kudus, umat percaya dimampukan untuk mengenal dan menghidupi seluruh perkataan dan ajaran Kristus. Bahkan umat dapat menjadi percaya kepada Kristus sebagai karunia dari Roh Kudus. Tanpa penerangan dan anugerah Roh Kudus, mustahil seseorang dapat percaya dan mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan (1Kor. 12:3).

            Roh Kudus adalah pribadi ilahi dari Allah yang menyatakan kuasa-Nya yang memberi daya hidup dan pengenalan akan kebenaran. Dengan pertolongan Roh Kudus, umat percaya dimampukan untuk hidup dalam 9 Buah Roh sebagai karakternya, dan karunia-karunia roh sebagai dasar kompetensinya.

            Sebagai penghibur, penolong dan pembela (parakletos), Roh Kudus memampukan umat dalam menghadapi berbagai godaan dan ancaman yang menjauhkan mereka dari kasih Kristus. Sebaliknya Roh Kudus akan meneguhkan, menguatkan dan menghibur umat untuk setia sampai pada akhirnya. Dalam konteks ini Roh Kudus juga memampukan umat untuk membedakan manakah kebenaran yang asali atau yang menyesatkan. Roh Kudus memberi karunia kepada umat untuk membeda-bedakan dan menguji setiap roh, apakah roh itu berasal dari Allah ataukah Iblis. Firman Tuhan di surat 1 Yohanes 4:1 berkata: “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.” Sifat penyesat atau nabi palsu adalah memanipulasi kebenaran agar umat berpaling meninggalkan Kristus.

            Roh Kudus pada hakikatnya tidak terpisahkan dengan Kristus selaku Sang Firman Tuhan dan Bapa. Ketiga-Nya adalah Allah yang esa. Karena itu Bapa-Anak-Roh Kudus wajib dimuliakan dan disembah dalam seluruh aspek kehidupan umat percaya. Dengan sikap iman yang demikian umat percaya akan menjadi pembaru, pemulih dan pendamai bagi dunia di sekitarnya.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono