Latest Article
Peran Penatua dalam Kebaktian Minggu

Peran Penatua dalam Kebaktian Minggu

Hakikat Kebaktian

Kebaktian Minggu dan/atau hari raya gerejawi merupakan media yang dikuduskan oleh anugerah kasih Allah, sehingga melalui kebaktian tersebut Allah berkenan menyatakan diri-Nya kepada jemaat. Dengan demikian makna kebaktian Minggu dan hari raya gerejawi di GKI pada prinsipnya bukan sekedar suatu perbuatan ritual, tetapi lebih tepat dalam kebaktian tersebut terbuka pengalaman iman yaitu perjumpaan Allah dan manusia. Itu sebabnya kebaktian di jemaat GKI diawali dengan Votum, yang menyatakan: “Pertolongan kita dalam kebaktian ini terjadi karena pertolongan Allah yang telah menjadikan langit dan bumi.”

Karena suatu kebaktian atau ibadah Minggu dan hari raya gerejawi merupakan perjumpaan manusia dengan Allah, maka seharusnya dalam melaksanakan kebaktian tersebut setiap umat dapat ambil bagian secara aktif. Selaku umat Allah, kita bukanlah sekadar para penyembah yang pasif dan konsumtif untuk menerima berkat-berkat Allah. Tetapi sesungguhnya kita adalah umat yang diperkenankan Tuhan untuk menjadi kawan sekerja-Nya yang siap berpartisipasi dalam karya penyelamatan Allah di atas muka bumi ini. Dalam konteks tersebut kini para Penatua memiliki peran dalam kebaktian Minggu dan hari raya gerejawi. Demikian pula para anggota jemaat seharusnya berperan secara nyata dalam setiap kebaktian yang berlangsung.

Walaupun demikian setiap pelaksanaan atau pelayanan kebaktian perlu didasari pada sikap dan spiritualitas yang tertib, yaitu: “Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.” Dengan makna yang serupa Rasul Paulus juga menyampaikan suatu nasihat agar kita mengutamakan ketertiban yang dilandasi oleh kasih. Rasul Paulus berkata: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2Tim. 1:7).

Tugas atau peran seorang Penatua dalam menyelenggarakan suatu kebaktian Minggu dan hari raya gerejawi, yaitu:
1. Doa Konsistorium
2. Makna Penyerahan Alkitab
3. Pembacaan Leksionari (lektor)
4. Pengakuan Iman Rasuli
5. Pelayanan Persembahan

Doa Konsistori

Makna pengertian konsistorium berasal dari kata “consistorium” yang berarti: meeting place, meeting; one designates imperial cabinet. Dalam struktur design ruangan gereja-gereja di dunia pada umumnya di samping mimbar atau altar terdapat suatu ruang khusus di mana Imam atau Pastor dan Pendeta mempersiapkan diri bersama Penatua sebelum ibadah dimulai. Ruangan khusus tersebut dalam pengertian tertentu menggambarkan suatu “wibawa” pejabat gerejawi yang dipercayakan oleh Kristus untuk menyelenggarakan suatu kebaktian. Karena itu di ruang konsistorium tersebut para pejabat gerejawi bukan hanya melakukan persiapan diri secara teknis tetapi juga persiapan diri secara spiritual, sehingga dengan penuh kemantapan iman mereka dapat melayani suatu kebaktian yang berkenan di hadapan Tuhan.

Fungsi Konsistorium dalam kehidupan jemaat

  1. Pertemuan di antara pejabat gerejawi untuk mempersiapkan diri melaksanakan tugas pelayanan di kebaktian.
  2. Koordinasi dengan semua pelayan litugi, sehingga setiap elemen liturgi dan ibadah dapat berjalan sesuai dengan fungsinya.
  3. Pemeriksaan (checking) final atas semua unsur dan pelayan liturgi yang akan memimpin atau melayani kebaktian.

Fungsi Doa Konsistorium: 

  1. Kesiapan diri secara imaniah untuk melayani pekerjaan Tuhan, sehingga fungsi persiapan diri tersebut menyangkut kesungguhan dan kualitas hati agar dikuduskan oleh Tuhan.
  2. Kesehatian untuk bersama-sama saling mendukung dan menopang seluruh pelaksanaan kebaktian yang akan berlangsung.
  3. Penyerahan diri untuk dipakai dan dikuduskan oleh Tuhan sebagai alat atau berperan sebagai para hambaNya yang mempermuliakan nama Tuhan bersama dengan anggota jemaat.

 Persiapan Konsistorium: 

  1. Persiapan konsistorium merupakan bagian yang sangat penting karena berkaitan dengan pelaksanaan kebaktian yang akan berlangsung.
  2. Perlu disediakan waktu yang khusus, sekitar 20-30 menit sebelum kebaktian dimulai.
  3. Saat untuk berdamai (reconciliation moment), sehingga terwujudlah kesatuan tubuh Kristus yang siap melayani Tubuh Kristus, yaitu jemaat-Nya.

Posisi Tempat Duduk dalam Sistem presbiterial-sinodal: 

  1. Fungsi jabatan Penatua ditampakkan dalam posisi duduk di depan pada samping mimbar.
  2. Dahulu gambaran struktur itu dipakai untuk menggambarkan “pemerintahan” gerejawi. Kini paradigma tersebut tidak dipakai, karena fungsi Penatua pada prinsipnya bukan untuk memerintah tetapi untuk melayani jemaat.
  3. Manakala Penatua duduk di depan bertujuan untuk memudahkan pelayanan karena dapat melihat seluruh anggota jemaat secara lebih luas dan menyeluruh.

Referensi Ayat untuk Doa Konsistorium 

  1. Keluaran 17:10-12: dukungan Harun dan Hur dalam menopang tangan Musa untuk menyatakan berkat Allah, sehingga Tuhan menyertai dan memberi kemenangan kepada umat Israel dalam berperang melawan bangsa Amalek. Dalam kesaksian firman Tuhan tersebut, diyakini berkat dan pertolongan Allah yang menentukan kemenangan umat Israel. Tetapi juga tanpa ada kerja-sama, dukungan, saling pengertian dan kasih di antara Musa, Harun dan Hur; tidaklah mungkin berkat dan pertolongan Allah disalurkan. Seandainya tidak ada kerja sama yang baik, pastilah umat Israel akan kalah menghadapi tentara bangsa Amalek.
  2. Efesus 6:10-13: Ajakan agar kita kuat di dalam Tuhan, dan di dalam kekuatan kuasa-Nya. Itu sebabnya kita perlu mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah untuk melawan tipu-muslihat Iblis. Karena musuh kita tidak dalam bentuk darah dan daging, tetapi berupa kuasa kegelapan, penghulu-penghulu dunia ini dan roh-roh jahat di udara. Ini berarti kita tidak dapat melayani Tuhan tanpa menghadirkan perlindungan dan pertolongan dari Tuhan. Pada saat yang sama kita juga dipanggil untuk memperlengkapi diri dengan perlengkapan senjata Allah agar kita dapat melawan segala tipu-muslihat Iblis.

    Makna Penyerahan Alkitab

Selama ini kebaktian di jemaat-jemaat GKI, Alkitab si pengkhotbah atau pendeta dibawa oleh seorang Penatua, kemudian ketika sampai di depan mimbar Alkitab tersebut diserahkan kepada pengkhotbah atau pendeta. Demikian pula ketika kebaktian selesai, pengkhotbah atau pendeta kembali menyerahkan Alkitabnya kepada Penatua. Sebaiknya kini dalam setiap kebaktian Minggu dan hari raya gerejawi, Alkitab yang dibawa oleh Penatua adalah Alkitab besar (Alkitab Mimbar) yang dicetak khusus. Ini berarti dalam tradisi kebaktian di jemaat GKI, awal kebaktian ditandai dengan penyerahan Alkitab dan pada akhir kebaktian juga ditandai oleh penyerahan Alkitab.

Ketika terjadi perubahan Liturgi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Persidangan Majelis Sinode GKI ke-14 pada bulan Nopember 2005 di Denpasar, Bali dinyatakan: “Dalam kebaktian Minggu urutan prosesi adalah sebagai berikut: penatua/pendeta (mewakili Majelis Jemaat) yang membawa Alkitab untuk diserahkan kepada pelayan Firman” (lihat Liturgi GKI hal. 156).

Gereja-gereja reformatoris menempatkan fungsi Alkitab sebagai:

  1. Firman Tuhan yang menjadi dasar seluruh kebenaran dan keselamatan (sola scriptura).
  2. Pemberitaan firman sebagai bagian yang sentral dalam seluruh ibadah.
  3. Fungsi pemberitaan firman sebagai pengajaran gereja, penggembalaan dan pembinaan umat (pastoral).

Simbolisasi kewibawaan Alkitab: 

  1. Dibawa dengan cara diangkat setinggi dada oleh Penatua yang bertugas pada waktu prosesi masuk dan keluar (awal dan akhir kebaktian).
  2. Alkitab di tempatkan di atas meja khusus di depan mimbar dalam posisi sedang terbuka.

Makna Penyerahan Alkitab Dari Penatua kepada Pendeta (awal kebaktian) adalah secara resmi Alkitab diserahkan oleh Penatua kepada Pendeta atau pengkhotbah agar dia sungguh-sungguh memberitakan firman Tuhan sesuai dengan prinsip kesaksian Alkitab dan pengajaran gereja. Dalam hal ini Penatua yang bertugas menyerahkan Alkitab bertindak sebagai representasi jemaat untuk mengingatkan seorang pengkhotbah atau pendeta agar memberitakan firman secara bertanggungjawab.

Makna Penyerahan Alkitab dari Pendeta kepada Penatua setelah kebaktian adalah secara resmi sang Pendeta atau pengkhotbah menyatakan bahwa dia telah melaksanakan tugas pemberitaan firman, dan dia secara pribadi dapat mempertanggungjawabkan isi pemberitaannya menurut firman Tuhan dan pengajaran gereja.

Tindak-lanjut Pertanggungjawaban Isi Pemberitaan Firman: 

  1. Penyerahan Alkitab setelah kebaktian merupakan simbolisasi pertanggungjawaban seorang Pendeta atau pengkhotbah.
  2. Perlunya pertanggungjawaban isi pemberitaan firman secara terbuka dalam suasana kasih, penghargaan dan sikap yang konstruktif.
  3. Evaluasi secara tertulis dan objektif agar terjadi progresivitas pelayanan seorang pendeta dalam berkhotbah dan berteologi.

Pembacaan Alkitab secara Leksionaris

Pola liturgi GKI pada prinsipnya terdiri dari empat ordo, yaitu:
1. Ordo Umat Berhimpun
2. Ordo Pelayanan Firman
3. Ordo Pelayanan Persembahan
4. Ordo Pengutusan
Untuk ordo Pelayanan Firman, semula GKI hanya memiliki satu pembacaan Alkitab saja sebagai dasar pemberitaan firman. Tetapi kini dalam seluruh kebaktian GKI, pembacaan Alkitab terdiri empat bacaan, yaitu:

  • Bacaan I : Perjanjian Lama (kecuali masa Minggu Paskah)
  • Antar Bacaan : Kitab Mazmur
  • Bacaan II : Surat-surat Rasul
  • Bacaan III : Injil

Fungsi Pembacaan Alkitab 

  1. Alkitab adalah firman Tuhan yang diwahyukan Allah untuk keselamatan umat manusia.
  2. Sebagai pengajaran agar jemaat dapat memahami karya keselamatan Allah di dalam sejarah umat manusia.
  3. Untuk pembentukan rohani agar jemaat dapat hidup sesuai dengan kehendak dan rencana Allah.

Pentingnya Persiapan Memimpin Dalam Membaca Alkitab 

  1. Dengan membaca Alkitab secara berulang-ulang, maka pembacaan Alkitab menjadi sumber perenungan meditatif dan menjadi makanan rohani.
  2. Bacaan Alkitab tersebut melekat erat dalam gambar diri, sehingga muncul “visualisasi kisah” dalam pemikiran dan perasaan kita.
  3. Saat membaca di tengah-tengah jemaat, alur pembacaan Alkitab menjadi lebih mudah, lancar dan terstruktur.

Makna Doa Penerangan Roh Kudus 

  1. Pembacaan Alkitab bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu atau pengetahuan secara kognitif belaka.
  2. Pembacaan Alkitab merupakan media perjumpaan manusia dengan Allah melalui penyataan firmanNya dalam sejarah.
  3. Keterbatasan dan keberdosaan manusia, sehingga kita membutuhkan kuasa Roh Kudus untuk menguduskan kita sehingga kita dapat mengerti dan memahami serta melaksanakan firman Allah tersebut.

Jenis Pemberitaan Firman

  1. Pemberitaan firman yang dibacakan
  2. Pemberitaan firman yang dikhotbahkan
  3. Pemberitaan firman yang divisualisasikan dalam pelayanan Sakramen Baptis dan Sakramen Perjamuan Kudus

Peran Umat 

  1. Dengan pembacaan leksionari makin terbuka kesempatan bagi para Penatua dan umat untuk ambil bagian dalam pelaksanaan ibadah.
  2. Tersedia “gambaran awal” calon-calon atau kader sebagai Penatua melalui orang-orang yang tampil membaca Alkitab saat ibadah.
  3. Terbentuk “grup” pembaca Alkitab yang dapat dikader dan dilatih sehingga mereka dapat memiliki wawasan teologis yang lebih luas.

    Makna Pengakuan Iman Rasuli

Pokok-pokok ajaran sebagaimana kita kenal dalam Pengakuan Iman Rasuli telah dikenal oleh jemaat Kristen pada abad II. Salah satu dokumen yang memuat prinsip-prinsip Pengakuan Iman Rasuli dapat dijumpai dalam Symbolum Romanum Pengakuan Jemaat Roma) sekitar tahun 150. Rumusan dalam Symbolum Romanum memuat 3×3 unsur, yaitu: Aku percaya kepada Allah Bapa – yang mahakuasa; dan kepada Kristus Yesus – AnakNya yang tunggal – Tuhan kita; dan kepada Roh Kudus – Gereja Kudus – kebangkitan daging. Latar-belakang perumusan prinsip-prinsip ajaran iman yang dituangkan dalam Symbolum Romanum tersebut sebenarnya merupakan upaya gereja untuk melawan ajaran Gnostik dan Doketisme. Itu sebabnya pasal mengenai Yesus Kristus diperluas oleh gereja sampai pada akhir abad II. Rumusan Symbolum Romanum yang diperluas itu dapat kita temukan dalam suatu surat dari uskup Mercellus dri Ankyra pada tahun 340, yang ditulis dalam bahasa Yunani. Sedang Symbolum Romanum dalam bahasa Latin berasal dari buku karangan Rufinus yang wafat pada tahun 410. Di sinilah Rufinus menamakan Symbolum Romanum dengan sebutan “Symbolum Apostolorum” yang artinya: Pengakuan Rasul-Rasul. Bentuk susunan dan isi dari pengakuan iman sebagaimana yang kita miliki pada masa kini telah terdapat sekitar tahun 540, yaitu terdapat dalam tulisan dari Caesarius dari Arles.

Symbolum Apostalicum  (forma occidentalis recentior)

1a. Credo in Deum Patrem omnipotentem
b. creatorem coeli et terrae
2. et in Iesum Christum, Filium eius unicum, Dominum nostrum
3. qui conceptus est de Spiritu Sancto, natus ex Maria Virgine
4a. passus sub Pontio Pilato, crucifixus, mortuus et sepultus
b. Descendit ad inferna (inferos)
5. Tertia die resurrexit a mortuis
6a. Ascendit ad coelos
b. sedet ad dexteram Dei Patris omnipotentis
7. Inde venturus est iudicare vivos et mortuos
8. Credo in Spiritum Sanctum
9a. Sanctam Ecclesiam catholicam
b. sanctorum communionem
10. Remissionem peccatorum
11. Carnis resurrectionem
12. et vitam aeternam

 Pada era gerakan reformasi gereja, pengakuan iman yang dinyatakan dalam Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel diberi tempat yang sangat sentral. Para bapa reformasi gereja yaitu Zwingli, Bucer dan Calvin memberi tempat yang penting dalam pengajaran gereja. Kemudian pada abad XIX, Pengakuan Iman Rasuli memperoleh kedudukan yang lebih penting di Jerman, begitu juga dalam Gereja Anglikan. Kini dalam gerakan ekumenis, yaitu untuk mewujudkan gereja Tuhan yang esa, Pengakuan Iman Rasuli makin menempati kedudukan yang sangat tinggi. Karena dengan Pengakuan Iman Rasuli tersebut, seluruh gereja Tuhan dalam berbagai denominasi di atas kolong langit ini dapat menyatakan pengakuan imannya yang paling fundamental dan senafas kepada dunia.

Makna pengucapan Pengakuan Iman Rasuli Setiap Kebaktian

  1. Mengulang kembali janji baptis dan pengakuan percaya/sidi, sehingga setiap kebaktian kita sesungguhnya sedang melaksanakan pembaruan janji baptis dan pengakuan percaya/sidi.
  2. Mewujudkan keesaan sebagai gereja yang kudus dan am (universal), sehingga dalam setiap kebaktian kita menempatkan diri sebagai persekutuan umat percaya di segala abad dan tempat. Calvin mengembangkan teologi “gereja yang tidak kelihatan” karena itu persekutuan kita bukan hanya dengan jemaat yang kelihatan dalam sejarah dan kehidupan manusia, tetapi juga dengan umat Allah yang telah wafat sepanjang abad.

Sikap yang benar pada saat kita mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli 

  1. Ikrar yang dinyatakan dalam pengakuan iman rasuli pada prinsinya menunjuk sikap seperti pada saat kita mengaku percaya dan dibaptis di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya.
  2. Sikap berdiri tegak lebih dipahami sebagai sikap khidmat imaniah saat manusia menyadari kehadiran Allah.

Hal-hal yang perlu dihindari pada saat mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli 

  1. Sikap tegak yang berlebihan dan terlalu formal seakan-akan anggota jemaat sedang mengikuti upacara kenegaraan sehingga sangat formal seperti berhadapan dengan komandan upacara.
  2. Sikap berdoa, karena tujuan ikrar Pengakuan Iman Rasuli adalah bersaksi.
  3. Pandangan mata yang tidak terfokus: karena Pengakuan Iman Rasuli bertujuan agar setiap jemaat dapat menghayati dan meresapi makna dari setiap ikrar yang diucapkan.

Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel umumnya diucapkan dalam kebaktian hari raya gerejawi seperti: Natal, hari raya Paska, Kenaikan Tuhan dan dan Pentakosta. Pengakuan Iman Athanasius berbentuk artikel panjang sehingga tidak diucapkan dalam kebaktian tetapi umumnya dipakai sebagai dasar atau risalah prinsip-prinsip ajaran iman Kristen.

Pelayanan Meja (Persembahan)

Pelayanan Persembahan merupakan elemen liturgi yang sangat tua telah terjadi dalam kehidupan umat beragama. Di Kejadian 4 kita dapat menjumpai persembahan yang dilakukan oleh anak-anak Adam, yaitu Kain dan Habil (Kej. 4:1-16). Ketika air bah yang menimpa bumi telah surut, maka disebutkan Nuh keluar dari bahtera. Ia lalu mendirikan sebuah mezbah bagi Tuhan dan mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu (Kej. 8:18-20). Dalam liturgi GKI, pelayanan persembahan pada prinsipnya merupakan suatu ordo yang memiliki kedudukan khusus sebagai ungkapan syukur atas seluruh kemurahan, anugerah dan pemeliharaan Tuhan dalam kehidupan umat-Nya. Itu sebabnya dalam setiap kebaktian senantiasa terdapat pelayanan persembahan yang dilakukan oleh seluruh umat yang mengekspresikan iman dan kasihnya kepada Tuhan. Ini berarti pelayanan persembahan pada hakikatnya merupakan persembahan diri yang lahir dari hati yang penuh percaya dan mengasihi Allah.

Ordo pelayanan persembahan pada prinsipnya merupakan Pelayanan Meja

Dalam ordo pelayanan persembahan, GKI juga menghayati sebagai Pelayanan Meja yang ditampakkan dalam sakramen Perjamuan Kudus. Itu sebabnya bersama kantong kolekte, air anggur dan roti tersebut dibawa oleh Penatua atau anggota jemaat dari arah pintu masuk untuk diserahkan kepada Pendeta. Penyerahan roti dan air anggur itu merupakan simbolisasi penyerahan roti yang berasal dari gandum, dan air anggur yang berasal dari buah anggur yang semuanya tumbuh dari bumi. Namun Allah berkenan memakai hasil dari bumi itu untuk menyimbolkan karya penebusanNya yang telah dilakukan dalam pengorbanan Kristus di atas kayu salib.

Fungsi Pembacaan Nas Persembahan 

  1. Persembahan merupakan tindakan iman dan ekspresi kasih dari umat yang mengucap syukur atas kasih dan pemeliharaan Tuhan.
  2. Pembacaan nas dimaksudkan sebagai pengajaran agar anggota jemaat mampu memahami secara tepat makna penyerahan persembahan kepada Tuhan.

Fungsi Nyanyian Jemaat 

  1. Ekspresi iman dan kasih dari anggota jemaat dalam menyerahkan persembahannya kepada Tuhan.
  2. Ungkapan syukur atas pemeliharaan dan kasih-Nya, sehingga anggota jemaat diberi kemampuan untuk mengelola berkat dan rezeki dari Tuhan.

Makna Penyerahan kantong kolekte dari dan kepada Penatua 

  1. Penyerahan kantong kolekte kepada Penatua merupakan tindakan iman yang disimbolkan.
  2. Penatua yang bertugas adalah representasi dari pejabat gerejawi yang diberi kepercayaan oleh Kristus untuk mengelola persembahan yang telah diserahkan oleh jemaat dalam suatu kebaktian.

Fungsi Doa Persembahan 

  1. Mengingatkan jemaat bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber berkat dan rezeki, sehingga hanya dari Tuhan saja kita dapat memperolehnya.
  2. Penyerahan persembahan kepada Tuhan agar dikuduskan sebagai persembahan yang harum dan berkenan kepadaNya.
  3. Pernyataan teologis bahwa persembahan tersebut adalah hak milik Allah, agar dikelola hanya untuk pekerjaan dan kemuliaan nama Tuhan.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Leave a Reply